Gawat! Utang Indonesia Bengkak jadi Rp 4.800 Triliun, Ini 5 Fakta yang Harus Kita Tahu

Pemerintahan Presiden Joko Widodo pernah mengungkapkan bahwa untuk membangun infrastruktur di berbagai penjuru negeri pada 2015-2019

Editor: Syaiful Syafar
ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A
Ilustrasi Utang Luar Negeri Indonesia 

Pada saat ekonomi membaik, maka semakin banyak pula perusahaan yang ingin mengekspansi bisnisnya.

Perusahaan memilih sumber dananya dari pinjaman luar negeri, karena "suku bunga di luar negeri lebih kompetitif, bahkan di Jepang (suku bunganya) masih negatif".

Seharusnya biayai infrastruktur dengan apa?

Josua Pardede menyebut ULN bisa ditekan dengan mencari sumber dana lain bagi pembiayaan infrastruktur.

Salah satu pilihan yang dinilainya patut dipertimbangkan pemerintah adalah investasi swasta dalam negeri.

Menurutnya investasi swasta di sektor infrastruktur masih relatif rendah.

"Pertumbuhannya kurang dari 10%". Minimnya investasi swasta ini karena tingkat risiko proyek infrastruktur cukup tinggi dan kurang cepat 'menguntungkan' karena pembiayaannya dalam jangka panjang," jelas Josua.

Green building butuh investasi lebih tinggi ketimbang pembangunan konvensional.

Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati, berpendapat sama, dengan menyebut pemerintah harus lebih selektif dalam memilih proyek yang didanai: "Misalnya, pemerintah fokus saja pada proyek yang sifatnya untuk kepentingan publik dan infrastruktur publik. Di luar itu biarkan swasta."

"Tol di Jawa misalnya, tidak perlu pakai APBN. Asalkan skemanya, formulasinya jelas, pasti akan laku seperti kacang goreng untuk digarap swasta. Pemerintah hanya jadi penjamin, karena sudah ada undang-undang pembebasan lahan untuk kepentingan publik. Jadi tidak perlu lagi mengeluarkan surat utang."

Suasana ruas jalan tol Mojokerto Barat - Mojokerto Utara, Jawa Timur, Selasa (28/06/2016). Ruas jalan tol ini akan digunakan sementara untuk jalur mudik lebaran.
Suasana ruas jalan tol Mojokerto Barat - Mojokerto Utara, Jawa Timur, Selasa (28/06/2016). (KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO)

Enny menambahkan, Indonesia 'seharusnya' meniru Cina, yang memberikan "karpet merah" penanganan proyek komersial, kepada investor swasta.

"Kalau kita terbalik, yang hajat hidup orang banyak, misalnya minyak dan gas, itu yang 50% kuasai swasta, bahkan asing pula. Sementara ada yang tidak hajat hidup orang banyak, kita (pemerintah) yang garap."

(Rafki Hidayat/BBC Indonesia)
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved