Kerap Bikin Keributan, Warga Demo Pengungsi di Rudenim; 75 Orang Akhirnya Dipindahkan

"Keributan mereka terdengar sampai radius 2 kilometer sampai Polsek Balikpapan Timur," ujar Mansur, Rabu sore.

TRIBUN KALTIM / NALENDRO PRIAMBODO
Puluhan aparat keamanan apel penjagaan di halaman Rudenim Balikapapan, menghadapi rencana demonstrasi puluhan warga Kelurahan Lamaru yang merasa terganggu ulah pengungsi yang membuat keributan setiap malam hingga dini hari 

Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Nalendro Priambodo

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Puluhan warga dari beberapa RT di Kelurahan Lamaru, Balikpapan Timur mendatangi Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Balikpapan, Rabu (16/5/2018) sore.

Mereka kesal, lantaran selama beberapa beberapa hari terakhir, ratusan pengungsi asal Afghanistan, Somalia dan Irak ini, kerap membuat gaduh dari malam hingga dini hari.

Menurut Mansur, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Lamaru, keributan itu setidaknya berlangsung enam bulan terakhir, dan makin menjadi-jadi dua bulan terakhir.

Hampir tiap malam, ia dan ratusan warga lain, yang tinggal tak jauh dari Rudenim dibuat tak bisa tidur dengan ulah pengungsi yang menumpahkan kekesalannya di dalam Rudenim dengan berorasi, teriak, bernyanyi diiringi tetabuhan musik dari besi dan galon kemasan air mineral.

Baca juga:

Awang Faroek soal Pemeriksan Panwaslu: Itu Miskomunikasi Saja!

Inilah 23 Pemain Timnas Inggris di Piala Dunia 2018, Talenta Muda Berbakat Liverpool Masuk Skuat

Tiga Rumah Sakit Baru Akan Hadir di Samarinda, Ada yang Dilengkapi Mal

Hadapi Juara Bertahan, Mitra Kukar Bertekad Tampil Mengejutkan

"Keributan mereka terdengar sampai radius 2 kilometer sampai Polsek Balikpapan Timur," ujar Mansur, Rabu sore.

Warga menuntut dua hal, yakni, dihilangkannya benda-benda plastik, kemasan gallon dan jeriken di rumah detensi, yang berpotensi digunakan untuk membuat suara gaduh di malam hari.

Kedua, mereka belum memperbolehkan pengungsi dikeluarkan dari Rudenim, alias dibiarkan bersosialisasi dengan warga sekitar. Mereka menuntut pengungsi dipindahkan ke rudenim lain di luar Balikpapan.

Kekhawatiran sebagaian besar warga lanjut Mansur, setelah membaca berbagai artikel di dunia maya, soal perilaku negatif yang ditimbulkan para pengungsi, berpostur tinggi besar, berhidung mancung, berkulit putih ini, jika hidup bersama warga sekitar.

"Beberapa kejadian dan banyak informasi ada yang hamil di luar nikah, dan ada yang nikah siri juga,"ujarnya.

Beruntung, perwakilan ratusan aparat kepolisian, dibantu Satpol PP berhasil membujuk warga mengurungkan niat demonstrasi di Rudenim.

Sebagai gantinya, mereka diizinkan bermusyawarah dengan perwakilan Pemkot Balikpapan, Kepolisian, Kepala Rudenim, International Organization of Migration (IOM) yang mengurusi logistik imigran, dan Wakil Ketua DPRD Balikpapan, Sabaruddin Panrecalle, di hari dan tempat yang sama.

Menurut Kepala Rudenim Balikapapan, Irham Anwar, keributan berlangsung sejak Oktober 2017, saat dirinya baru menjabat di situ, dipicu kefrustrasian pengungsi karena sudah 2-3 tahun lebih terkunci dalam Rudenim, tak bisa keluar.

Hal ini berbeda dengan pengungsi di Rudenim lain, yang diperbolehkan keluar dan tinggal dalam community house.

"Disini, situasi masyarakat menolak, kami ambil keputusan makanya kunci di dalam (Rudenim), daripada negatif diluar, kami ambil pilihan yang efeknya paling sedikit,"ujarnya.

Keputusan berat itu, terpaksa mereka ambil, karena pertimbangan keterbatasan petugas Rudenim Balikpapan yang hanya 16 orang, dan kebanyakan perempuan.

"Ga ada keputusan yang enak buat kami,"ujar Irham sambil mengela nafas.

Keputusan berat yang beresiko meledak kapanpun, terbukti. Beberapa minggu lalu, ratusan pengungsi yang frustrasi menggelar demo besar di Rudenim.

Akibatnya 27 CCTV rusak, pengeras suara, taman rusak jadi sasaran kemasan, termasuk tembok yang dicoret-coret.

"Paling kecil kerugian kami, Rp 150-200 juta, itu saya anggap kecil dibandingkan mereka dikasi keluar nanti terjadi apa-apa,"ujarnya.

Buntut kerusuhan ini, pemerintah pusat akhirnya mengabulkan persetujuan pemindahan 75 orang ke rudenim lain di berbagai kota di Indonesia, sambil menunggu persiapan karena hampir semua lokasi penuh.

"Alhamdulillah 66 orang dipindahkan ke rudenim Tanjung Pinang dan dibagi ke berbagai community house,"ujarnya.

Menyusul sembilan orang ke Rudenim Kalideres, Jakarta dan dua lainya ke Makassar menunggu keputusan dari Kanwil setempat.

Baca juga:

Begini Keseruan Latihan Borneo FC Jelang Laga Melawan PSM Makassar

Tukang Pasang Wallpaper Nyambi Jual Sabu; Pelanggannya Banyak, Sehari Jual 10 Gram

Ini Dia Titik Pasar Ramadan di Samarinda, Ada yang Dikelola Pemkot dan Ada yang Tradisional

Baliho Paslon Dirusak, Ketua KPU Minta Paslon Jangan Terpancing

Pemindahan itu terbagi dalam beberapa gelombang, pertama 23 Mei, kedua 30 sampai 1 Juni, menyusul gelombang terakhir 66 orang tanggal 5 Juni mendatang.

Totalnya, ada 149 pengungsi yang ditampung, 146 berkewarganegaraan Afganistan, 2 asal Somalia dan seorang dari Irak.

Kesemuanya berasal dari daerah konflik dan hendak mencari suaka ke Australia, namun tertahan dan 'terdampar' di berbagai kota di Indonesia.

Sebelumnya, pihak Rudenim Balikapapan, mengizinkan pengungsi keluar rumah, semisal ikut, membersihkan pantai, atau bersih-bersih di lingkungan kampung bersama warga, namun, belakangan, pengungsi bosan dan menolak program tersebut.

Walaupun, semua urusan logistik, sampai kesehatan, sepenuhnya dipenuhi oleh IOM.

"Mereka cari perhatian cuma cara salah. Sejak Oktober mereka mulai demo, saya sudah kasih pengertian, kalau mereka mau cari perhatian, tarik perhatian masyarakat buat kegiatan positif, bukan bikin orang tidak simpatik,"ujar Irham. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved