Idul Fitri 2018
Jika Idul Fitri Jatuh di Hari Jumat, Apakah harus Shalat Jumat? Berikut Pendapat Sejumlah Ulama
Ada beberapa pendapat terkait wajib tidaknya Shalat Jumat jika bertepatan dengan perayaan Shalat Idul Fitri atau Idul Adha.
TRIBUNKALTIM.CO - Ada sejumlah ibadah yang membingungkan umat muslim saat dilakukan bersamaan.
Seperti kali ini, hari raya Idul Fitri 1439 Hijriyah dijadwalkan jatuh pada Jumat (15/6/2018).
Jika demikian, apakah shalat jumatnya bisa gugur?
Ada beberapa pendapat terkait wajib tidaknya Shalat Jumat jika bertepatan dengan perayaan Shalat Idul Fitri atau Idul Adha.
Baca: Korban KM Arista: 8 Orang Belum Ditemukan, 13 Orang Tewas, dan 22 Orang Selamat
Baca: Ucapan Idul Fitri dan Cara Menjawabnya Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW
Kesimpulannya ada dua. Pertama Jika hari id bertepatan dengan Jumat, maka keterangan pertama adalah rukhsah (pengurangan atau keringanan).
Tapi ini hanya bagi kalangan tertentu (ahlul bawadiy/orang yang nomaden) tidak diwajibkan shalat jumat dan mencukupkan dengan shalat Dhuhur.
"Jadi jangan disimpulkan menggurkan shalat Jumat, itu tidak ada. Yang ada adalah rukhsah," jelasnya
Kedua, tetap berlaku Kewajiban Jumat. Dalam sebuah hadist, mengatakan saat dipertemukan dua hari raya (Idul Fitri/Adha dengan Jumat) Nabi memberikan pilihan.
Baca: Gempa 4,8 SR Guncang Sumenep, Berikut Foto-foto Kerusakan Akibat Gempa
Baca: Berikut Imbauan MUI soal Takbir Keliling, tak Perlu Teriak-teriak dan Jangan Disisipi Politik
Maka siapa yang ingin menunaikan shalat, maka Allah memberikan pahala baginya,
Namun siapa yang mendapatkan rukhsah (pengurangan atau keringanan) maka dia tunaikan Dhuhur.
Berikut penjelasan lengkap Ustad Adi Hidayat LC
Sementara itu, Ustad Khalid Basalamah berpendapat bahwa jika salat Id jatuh pada hari jumat, maka hari jumat, maka shalat jumat jadi sunnah. Jadi boleh dikerjakan boleh tidak.
Tapi jika orang tidak shalat Jumat maka harus shalat Duhur.
"Di Saudi (Arab), Jika Shalat Id Paginya, maka siangnya mereka melaksanakan Shalat Jumat," jelas Ustad Khalid Basalamah.
Berikut video penjelasannya.
Pendapat Pimpinan Pesantren Darush Sholihin
Menurut Pimpinan Pesantren Darush Sholihin Yogyakarta, Muh Abduh Tuasikal, untuk masalah ini para ulama memiliki dua pendapat.
Pendapat Pertama:
Orang yang melaksanakan shalat Id tetap wajib melaksanakan shalat Jumat.
Inilah pendapat kebanyakan pakar fikih. Akan tetapi ulama Syafi’iyah menggugurkan kewajiban ini bagi orang yang nomaden (al bawadiy). Dalil dari pendapat ini adalah:
Pertama: Keumuman firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al Jumu’ah: 9)
Baca: Ini Jadwal Siaran Langsung Piala Dunia 2018 Malam Nanti, Laga Pembuka Rusia Vs Arab Saudi
Baca: Pemain Persiba Harus Memanfaatkan Libur Lebaran
Kedua: Dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Jum’at. Di antara sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
“Barangsiapa meninggalkan tiga shalat Jumat, maka Allah akan mengunci pintu hatinya.” (HR. Abu Daud no. 1052, dari Abul Ja’di Adh Dhomri. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Ancaman keras seperti ini menunjukkan bahwa shalat Jumat itu wajib.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَرِيضٌ
“Shalat Jumat merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim dengan berjama’ah kecuali empat golongan: (1) budak, (2) wanita, (3) anak kecil, dan (4) orang yang sakit.” (HR. Abu Daud no. 1067, dari Thariq bin Syihab. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Ketiga: Karena shalat Jumat dan shalat Id adalah dua shalat yang sama-sama wajib (sebagian ulama berpendapat bahwa shalat ‘ied itu wajib), maka shalat Jumat dan shalat Id tidak bisa menggugurkan satu dan lainnya sebagaimana shalat Dhuhur dan shalat Id.
Baca: Pius dan Gevin Atlet Sepatu Roda Kaltim Lolos Kejuaraan Dunia di Belanda
Baca: Pelatih Persiba Balikpapan Wanderley Ditinggal Anak-anak Asuhannya, Ia Lebih Memilih di Sini
Keempat: Keringanan meninggalkan shalat Jumat bagi yang telah melaksanakan shalat Id adalah khusus untuk ahlul bawadiy (orang yang nomaden seperti suku Badui). Dalilnya adalah,
قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ ثُمَّ شَهِدْتُ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِى فَلْيَنْتَظِرْ ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ
“Abu ‘Ubaid berkata bahwa beliau pernah bersama ‘Utsman bin ‘Affan dan hari tersebut adalah hari Jum’at. Kemudian beliau shalat Id sebelum khutbah. Lalu beliau berkhutbah dan berkata, “Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya ini adalah hari di mana terkumpul dua hari raya (dua hari Id).
Siapa saja dari yang nomaden (tidak menetap) ingin menunggu shalat Jum’at, maka silakan. Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan.” (HR. Bukhari no. 5572)
Pendapat Kedua:
Bagi orang yang telah menghadiri shalat Id boleh tidak menghadiri shalat Jumat. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Jumat agar orang-orang yang punya keinginan menunaikan shalat Jumat bisa hadir.
Begitu pula orang yang tidak shalat Id bisa turut hadir.
Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Hambali.
Baca: Danny Guthrie dan Fernando Rodriguez Kompak Memilih Liburan di Bali
Baca: Salut dengan Petugas, Nursalam Minta Warga Kurangi Buang Sampah saat Lebaran
Dan pendapat ini terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari pendapat ini adalah:
Pertama: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,
أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ ».
“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua Id (hari Idul Fitri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jumat) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi,
“Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat Id dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jumat”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jumat, maka silakan.” (HR. Abu Daud no. 1070, An-Nasai no. 1592, dan Ibnu Majah no. 1310. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Asy Syaukani dalam As-Sailul Jaror (1: 304) mengatakan bahwa hadits ini memiliki syahid (riwayat penguat). Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ (4: 492) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen.).
‘Abdul Haq Asy Syubaili dalam Al Ahkam Ash Shugro (321) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. ‘Ali Al Madini dalam Al Istidzkar (2/373) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). Syaikh Al Albani dalam Al Ajwibah An Nafi’ah (49) mengatakan bahwa hadits ini shahih. (Dinukil dari http://dorar.net)
Intinya, hadits di atas bisa digunakan sebagai hujjah atau dalil.
Kedua: Dari seorang tabi’in bernama ‘Atha’ bin Abi Rabbah, ia berkata,
صَلَّى بِنَا ابْنُ الزُّبَيْرِ فِى يَوْمِ عِيدٍ فِى يَوْمِ جُمُعَةٍ أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ رُحْنَا إِلَى الْجُمُعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْنَا فَصَلَّيْنَا وُحْدَانًا وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ بِالطَّائِفِ فَلَمَّا قَدِمَ ذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ أَصَابَ السُّنَّةَ.
“Ibnu Az-Zubair ketika hari ‘ied yang jatuh pada hari Jum’at pernah shalat ‘ied bersama kami di awal siang. Kemudian ketika tiba waktu shalat Jum’at Ibnu Az-Zubair tidak keluar, beliau hanya shalat sendirian. Tatkala itu Ibnu ‘Abbas berada di Thaif. Ketika Ibnu ‘Abbas tiba, kami pun menceritakan kelakuan Ibnu Az Zubair pada Ibnu ‘Abbas.
Ibnu ‘Abbas pun mengatakan, “Ia adalah orang yang menjalankan ajaran Nabi (ashobas sunnah).” (HR. Abu Daud no. 1071. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih). Jika sahabat mengatakanashobas sunnah (menjalankan sunnah), itu berarti statusnya marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al-Khattab melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Az-Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Az-Zubair. Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib pernah mengatakan bahwa siapa yang telah menunaikan shalat Id maka ia boleh tidak menunaikan shalat Jumat.
Dan tidak diketahui ada pendapat sahabat lain yang menyelisihi pendapat mereka-mereka ini. (Lihat Shahih Fiqh As-Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1: 596, Al-Maktabah At-Taufiqiyah)
Kesimpulan
– Boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat Id untuk tidak menghadiri shalat Jumat sebagaimana berbagai riwayat pendukung dari para sahabat dan tidak diketahui ada sahabat lain yang menyelisihi pendapat ini.
– Pendapat kedua yang menyatakan boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat Id tidak menghadiri shalat Jumat, ini bisa dihukumi marfu’ (perkataan Nabi) karena dikatakan “ashobas sunnah (ia telah mengikuti ajaran Nabi)”. Perkataan semacam ini dihukumi marfu’ (sama dengan perkataan Nabi), sehingga pendapat kedua dinilai lebih tepat.
– Mengatakan bahwa riwayat yang menjelaskan pemberian keringanan tidak shalat Jumat adalah khusus untuk orang yang nomaden seperti orang badui (yang tidak dihukumi wajib shalat Jumat), maka ini adalah terlalu memaksa-maksakan dalil.
Lantas apa faedahnya ‘Utsman mengatakan, “Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan”?
Begitu pula Ibnu Az Zubair bukanlah orang yang nomaden, namun ia mengambil keringanan tidak shalat Jumat, termasuk pula ‘Umar bin Khottob yang melakukan hal yang sama.
– Dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan shalat Jumat supaya orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat Id bisa menghadirinya.
Dalil dari hal ini adalah anjuran untuk membaca surat Al A’laa dan Al Ghosiyah jika hari Id bertemu dengan hari Jumat pada shalat Id dan shalat Jumat. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam dua Id dan dalam shalat Jumat “sabbihisma robbikal a’la” dan “hal ataka haditsul ghosiyah”.” An-Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari Id bertepatan dengan hari Jumat, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat. (HR. Muslim no. 878)
Hadits ini juga menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al-A’laa dan Al-Ghasiyah ketika hari Id bertetapan dengan hari Jumat dan dibaca di masing-masing shalat (shalat Id dan shalat Jumat).
– Siapa saja yang tidak menghadiri shalat Jumat dan telah menghadiri shalat Id, maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat Dhuhur sebagaimana dijelaskan pada hadits yang sifatnya umum.
Hadits tersebut menjelaskan bahwa bagi yang tidak menghadiri shalat Jumat, maka sebagai gantinya, ia menunaikan shalat Dhuhur (4 raka’at). (Lihat Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’, 8: 182-183, pertanyaan kelima dari Fatwa no. 2358, Mawqi’ Al-Ifta’)
Demikian, wallahu a'lam. (rumaysho.com)
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul SIMAK! Idul Fitri Jatuh di Hari Jumat, Masih Perlu Salat Jumat? Ini Jawaban Ustadz Khalid Basalamah, http://makassar.tribunnews.com/2018/06/14/simak-idul-fitri-jatuh-di-hari-jumat-masih-perlu-salat-jumat-ini-jawaban-ustadz-khalid-basalamah?page=all.
Editor: Rasni