Edisi Cetak Tribun Kaltim

Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Perairan Laut Manggar Sudah Berlangsung 3 Tahun

Aktivitas bongkar muat batu bara di perairan laut Manggar sudah mengacu pada aturan yang berlaku dan sesuai dengan rekomendasi Kemenhub

Penulis: tribunkaltim | Editor: Amalia Husnul A
TRIBUN KALTIM/NALENDRO PRIAMBODO
Ratusan nelayan Manggar Kota Balikpapan menuju perairan laut sekitar 8 mil untuk berdemo, Sabtu (9/6/2018) pagi. Mereka melakukan aksi unjuk rasa blokade kapal tangker batu bara. 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Aktivitas bongkar muat batu bara dari kapal ponton ke kapal tanker di perairan laut Manggar yang dipertentangkan kaum nelayan tradisional Balikpapan, ternyata sudah berlangsung bertahun-tahun dan telah berizin dari pihak pemerintah setempat. 

Perusahaan batu bara yang melakukan kegiatan bongkar muat di laut Manggar itu adalah PT Gunung Bayan Pratama Coal. Semua ini terungkap saat dalam acara mediasi di kantor Mapolres Balikpapan, Jl Jenderal Sudirman, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur pada Selasa (12/6/2018). 

Saat rapat mediasi, pihak PT Gunung Bayan Pratama Coal sempat hadir sekitar empat orang.

Mediasi dipimpin secara langsung oleh Kapolres Balikpapan, AKBP Wiwin Fitra yang juga didampingi Dandim 0905 Balikpapan, Letkol Inf Muhammad Ilyas. 

Kala itu, pria berbaju kemeja biru mengaku sebagai Sujabat, juru bicara PT Gunung Bayan Pratama Coal, menjelaskan, aktivitas bongkar muat batu bara di perairan laut Manggar sudah mengacu pada aturan yang berlaku dan sesuai dengan rekomendasi dari lalu-lintas Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. 

Baca: Mediasi Belum Final, Anggota DPRD Minta Bongkar Muat Batu Bara di Laut Tetap Dihentikan Sementara

Baca: Camat Balikpapan Timur: Mediasi Nelayan - Perusahaan Batu Bara Masih akan Dilanjutkan

Baca: Rusia Vs Mesir, Ini 3 Fakta Menariknya, dari soal Mohamed Salah hingga Vladimir Putin

Payung hukum pelayaran yang dimaksud ialah Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 22 Tahun 1998, mengenai Batas-batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Balikpapan.  

"Kami sudah beroperasi sekitar tiga tahun lebih. Kegiatan yang kami lakukan mengenai operasional batu bara yang sudah mengacu ke Undang-undang Pertambangan dan aturan perhubungan," ungkap Sujabat. 

Secara `garis keturunan' perusahaan PT Gunung Bayan Pratama Coal ini merupakan perusahaan yang berada di bawah bendera Bayan Grup yang sejak November 1997 sudah berkibar, menancapkan gerakan bisnisnya di daerah Muara Tae, Kalimantan Timur.

Belakangan ini, PT Gunung Bayan Pratama Coal yang beroperasi di wilayah lautan Manggar telah mendapat masukan dan kritikan tajam dari kalangan nelayan

Pihak perusahaan mendapat sorotan dari nelayan Manggar dan akan menampung semua saran dan kritikan dari para nelayan. "Kegiatan kami dapat sorotan dari nelayan terutama dugaan pencemaran batu bara di laut," tuturnya. 

Baca: Pembeli Mengeluh Harga Tahu Tempe Naik Rp 3.000, Pedagang Sebut tak Ada Kenaikan Harga

Baca: Video Detik-detik Korban KM Sinar Bangun yang Tenggelam di Danau Toba Dievakuasi

Baca: Ini Destinasi Wisata Populer di Rusia yang Jadi Tuan Rumah Piala Dunia 2018

Namun Sujabat enggan berkomentar terkait adanya temuan nelayan Manggar atas cemaran batu bara yang jatuh ke laut Manggar.

"Kami tidak bisa tanggapi itu (dugaan cemaran batu bara di laut). Kita kembalikan lagi saja ke dinas lingkungan hidup yang kami anggap kompeten," tegasnya. 

Usulan dari nelayan mengenai penghentian kegiatan operasi batu bara di tengah laut Manggar, Sujabat menjelaskan, penghentian aktvitas bongkar muat batu bara harus resmi dikeluarkan pihak pemerintah. Jika pemerintah resmi memberhentikan pastinya perusahaan akan patuh.   

"Kami dimintakan diberhentikan kegiatan operasinya, perusahaan kami taat hukum. Regulasi yang menjadi sikap dari pemerintah akan kami patuhi," ungkap Sujabat. 

Memasuki pukul 12.30 Wita, mediasi berakhir, pertemuan dibubarkan. Sujabat yang keluar ruangan mediasi Mapolres Balikpapan, dicecar beberapa pertanyaan dari kalangan awak media massa. 

Baca: Ingin Jemput Istri di Rumah Paman, Jery Malah Kena Sabet Parang

Baca: Presiden Jokowi Mudik, Ini Kisahnya Selama Berada di Solo, Kampung Halamannya

Baca: Sering Ditanya Kapan Menikah, Begini Jawaban Penyanyi Cetar Syahrini

Namun Sujabat enggan menanggapi berusaha keras menghindari kejaran para wartawan. "No coment. Sudah saya jelaskan di dalam ruangan tadi," tuturnya yang langsung menuju ke mobilnya, meninggalkan kantor Mapolres Balikapan. 

Tak Ada Sosialisasi dan Kompensasi

Di tempat terpisah, Sabaruddin, Wakil Ketua DPRD Balikpapan yang turut hadir di acara mediasi tersebut menyatakan, sudah seharusnya pemerintah kota bersama dengan pemerintah provinsi harus bersinergi dalam mengatasi persoalan ini. 

Pemerintah Kota Balikpapan sebagai basis wilayah terdekat sementara kewenangan wilayah kini sudah berada ditanggungjawab provinsi sebagaimana mengacu pada Undang-undang nomor 23 Tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah.

Dalam peraturan ini ada pasal yang sebutkan, bahwa wilayah laut dari 0 sampai 12 mil sudah masuk kewenangan pemerintah provinsi. 

Baca: Puasa Sunnah 6 Hari di Bulan Syawal, Berturut-turut atau Boleh Terpisah? Ini Tata Caranya

Baca: KM Sinar Bangun Terbalik di Danau Toba, Ini 7 Fakta Peristiwa dan Foto, Video, serta Data Penumpang

Baca: Jelang Pendaftaran CPNS 2018, Pemerintah Siapkan Situs Online yang Bakal Dikunjungi 10 Juta Orang

Kata Sabaruddin, melalui Dinas Perikanan dan Dinas Lingkungan Hidup untuk membentuk tim khusus mengenai penuntasan persoalan nelayan dengan perusahaan batu bara Gunung Bayan. Perlu ada koordinasi antar instansi untuk selesaikan persoalan ini. 

Pemerintah dinas terkait perlu menjembatani mencari persoalan yang terjadi. Melakukan pantauan dilapangan, jika ada ditemukan pelanggaran mencemari laut harus ada tindakan tegas. Kepentingan nelayan pun wajib diakomodasi.  

Menurut Sabaruddin, sebelum PT Gunung Bayan Pratama Coal beroperasi sudah ada beberapa perusahaan perminyakan yang lakukan kegiatan di perairan laut Manggar. 

Namun perusahaan ini menyapa masyarakat nelayan, melakukan sosilisasi dan memberi kompensasi.

"Nelayan tidak mempersoalkan ketika terjadi permasalahan. Soalnya nelayan sudah diajak sosilisasi, nelayan disapa," ujar pria kelahiran Balikpapan 16 Agustus 1972 ini.  

Berbeda kondisi dengan PT Gunung Bayan Pratama Coal, saat melakukan kegiatan di perairan laut Manggar hanya mematuhi aturan yang berlaku dari pemerintah namun menanggalkan kaum nelayan tradisional. 

"Tidak ada sosilisasi, tidak ada memohon izin ke nelayan. Selama perusahaan beroperasi tidak ada sama sekali nelayan diberi kompensasi," ungkap pria yang tinggal di Jl Banjar, Manggar Baru ini. 

Apalagi saat nelayan pergi melaut temukan bongkahan batu bara di laut, jelas merugikan nelayan tradisional. "Nelayan tidak dapat apa-apa, sementara lautnya dicemari, terhalang mencari ikannya, pasti nelayan tidak terima," kata Sabaruddin. (ilo)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved