Abah Guru Sekumpul Ternyata Doyan Makanan Ini, Lahap Meski dengan Lauk Seadanya
ternyata makananan favorit KH Muhamad Zaini bin H Abdul Ghani atau yang dikenal abah Guru Sekumpul adalah makanan yang sangat sederhana
TRIBUNKALTIM.CO -- Di balik sosoknya yang sangat terkenal dan menjadi ulama besar yang memiliki ribuan jemaah, siapa sangka ternyata makananan favorit KH Muhamad Zaini bin H Abdul Ghani atau yang dikenal abah Guru Sekumpul adalah makanan yang sangat sederhana.
Makanan tumis asam, adalah makanan favorit abah Guru Sekumpul.
Tumis asam adalah sejenis bahan pelengkap saat makan seperti sambal.
Baca: Ustadz Abdul Somad Pilih Fokus Berdakwah Dibanding Jadi Cawapres, Begini Respon Amien Rais
Tumis asam ini ungkap kerabat sekaligus juru bicara keluarga Sekumpul, Fauzan Asniah, adalah makanan yang dibuat dari asam jawa, bawang dan lombok muda.
"Tumis asam itu yang paling beliau senang, ini cuma keluarga saja yang tahu makanan kegemaran sidin," ujarnya kepada Banjarmasinpost.co.id, Senin (30/07/2018).
Baca: Dari Kloset hingga Kulkas, Begini Komentar Fahri Hamzah Seusai Tinjau Lapas Sukamiskin
Pria yang juga bagian humas Pengadilan Agama Kota Banjarbaru ini mengatakan setelah disiapkan tumis asam abah Guru Sekumpul akan makan dengan lahap meski dengan lauk apa pun.
"Lauk sidin kada bepilih, yang penting ada tumis asam beracik bawang," ujarnya.
Baca: Tasyakuran Ultah Awang Faroek Digelar hingga Larut Malam, Undang Ebiet G Ade dan Sabyan Gambus
Muhammad Zaini semasa hidupanya dikenal sebagai ulama dan tokoh yang sangat kharismatik serta populer di Kalimantan Selatan.
Ia lahir di Tunggul Irang, Martapura, 11 Februari 1942 dan meninggal di Martapura, 10 Agustus 2005 pada umur 63 tahun.
Baca: Suami Istri Pungut Duit Lewat Kematian Palsu di Facebook, Ibu Sendiri jadi Korban
Semasa hidupnya abah Guru Sekumpul juga menulis banyak karya tulis.
Beberapa karyanya yang terkenal antara lain Risalah Mubarakah, Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Hasani As-Samman Al-Madani, Ar-Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah, dan Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil azham Muhammad bin Ali Baalawy. (*)