Ahli Bedah Saraf Dr Sofyan: Operasi Leher Kecetit Itu Mengganti Bantalan pada Batang Leher
Dr Moh, Sofyanto Sp.BS mempresentasikan operasi kecetit leher, dengan cara menggantikan bantalan pada batang leher yang rusak.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA-- Dokter M. Sofyanto, SpBS, dari Comprehensif Brine and Spine Centre (CBSC) Surabaya mempresentasikan tata laksana operasi leher kecetir Siti Roniah Mindar disebut dengan spondylosis cervical (SC) atau istilah awamnya kecetit leher.
Sofyan dalam acara pertemuan dengan wartawan di Hoel Century, umat (3/8), menguraikan bahwa struktur tulang leher manusia terdiri dari tujuh ruas. Di antara satu ruas dengan lainnya ada bantalan yang disebut discus.
Discus sendiri fungsi utamanya agar leher bisa bergerak secara leluasa, menengok kekanan kiri, mendongak dengan smoth dan sebagainya.

Baca: Cukup Operasi 2 Jam untuk Leher Kecetit, Hilangkan Rasa Cekot-cekok Selama 20 Tahun
Baca: RSUD Tarakan dan CBSC Siapkan Operasi Bedah Mikro Saraf di Kaltara
Baca: Gathering: Nikmati Hidup dengan Otak dan Saraf Sehat
Yang terjadi pada penderita SC, discus yang lebarnya 1,4 cm dengan tebal 0,5 mm mengalami kerusakan. Jenis kerusakan sendiri bisa sekadar aus atau bahkan pecah. Kerusakan itu bisa diakibatkan banyak hal, bisa faktor usia, kecelakaan, karena jenis pekerjaan tertentu juga olahraga. Pecahan discus tersebut kemudian menyembul keluar dari “tempatnya tinggalnya”.
Yang menjadi masalah di tengah ruas batang leher itu terdapat sumsum berasal dari otak menuju tulang ekor. Sumsum sendiri fisiknya menyerupai tabung sebesar batang jempol yang berisi sel saraf dan cairan merupakan sentral dari semua fungsi yang ada dalam tubuh manusia. Mulai fungsi nafas, tangan, seksual, kencing, menggerakan kaki dan lainnya.
Karena discus itu rusak dan menyembul menekan sumsum yang ada disana. “Karena sumsumnya terjepit, maka fungsi tubuh menjadi bermasalah,” jelas Sofyan yang saat ini berpartner dengan dr. Gigih Pramono, SpBS serta dr. Agus Chairul Anab, SpBS serta dr. N Budi Setiawan, SpBS tersebut.

Baca: 16 Wartawan Jadi Saksi Operasi Saraf Leher Kecetit
Baca: Kasus Bayi Dempet Kepala di Aceh Tantangan bagi Ahli Bedah Saraf Indonesia
Baca: Papua Jadi Sentra Pelayanan Kesehatan Saraf di Indonesia Timur
Selama ini lanjut Sofyan, kerusakan discus seringkali tidak diketahui, pasalnya, “alarm” sebagai penanda terjadi masalah seringkali tidak berbunyi. Istilahnya, apabila mengalami kerusakan tidak terasa.
Soalnya beban leher manusia itu hanya sekitar 3,5 kilogram, sehingga sekalipun terjadi kerusakan orang tidak merasakan sesuatu. Paling cuma terasa pegal-pegal pada pundak, tiba-tiba lengan mengecil, atau tidak bisa menulis demikian seterusnya.
“Padahal orang tidak sadar bahwa itu sebenarnya tanda terjadi kerusakan pada discus tersebut,” papar Sofyan.
Untuk menangani SC ini sekarang ada teknologi kedokteran canggih yang berfungsi sebagai pengganti discus yang rusak tersebut. Alat penganti tersebut disebut dengan cervical mobile prostesis (CMP).
Sementara teknik operasinya disebut dengan anterior micro disectomy (AMD). Caranya dilakukan sayatan 2 cm di leher bagian depan bersebelahan dengan batang tenggorok.

Baca: Neuroblastoma, Kanker Saraf yang Banyak Dialami Anak
Baca: Indonesia Jadi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Saraf
Baca: Empat Jam, Julia Perez Jalani Operasi Saraf
Selanjutnya dengan microskop khusus discus yang sudah rusak yang ada diantara ruas tulang batang leher tersebut dikeluarkan sampai tidak ada lagi yang menekan sumsum. Setelah discus dikeluarakan baru kemudian CMP dimasukkan sebagai pengantinya.
“Karena sayatan sangat kecil, keesokan harinya pasien sudah bisa pulang dan langsung beraktivitas seperti sediakala, dan leher sudah bebeas digerakkan,” jelas Sofyan yang mengembangkan teknik ini pada tahun 2008 sepulang belajar dari Perancis.
Teknik AMD ini beda sekali dengan teknologi lama. Kalau cara lama, tulang discus yang rusak dibersihkan kemudian antara satu ruas dengan ruas berikutnya dimatikan dengan cara dipasang plat dan di-mur.
Setelah operasi pasien tidak boleh bergerak sekitar 2-3 bulan dengan cara diberi alat penyangga.
“Dampaknya, pasien tidak nyaman bahkan kadang kesakitan karena otot kaku akibat tidak digerakkan dalam jangka waktu lama,” timpal dr. Sofyan yang praktik di Rumah Sakit National Hospital Surabaya.(pr/ps)