3 Bulan Sebelum G30S/PKI Meletus, Pahlawan Revolusi Ahmad Yani ternyata Sempat Berkunjung ke Kaltim

3 bulan sebelum peristiwa G30S/PKI meletus, salah seorang Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani ternyata sempat berkunjung ke Kaltim.

Penulis: Doan Pardede | Editor: Januar Alamijaya
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah warga melihat beberapa tempat bersejarah di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Tanggal 1 Oktober merupakan Peringatan Hari Kesaktian Pancasila sekaligus mengenang korban peristiwa G30S/PKI khususnya tujuh pahlawan revolusi. 

TRIBUNKALTIM.CO - Pengusulan nama mantan Gubernur Kaltim Abdoel Moeis Hassan sebagai Pahlawan Nasional dari Kaltim (Kalimantan Timur) terus bergulir.

Baru-baru ini, Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari (Lasaloka-KSB) yang menggagas pengusulan Abdoel Moeis Hassan sebagai Pahlawan Nasional sudah bertemu dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Samarinda Sugeng Chairuddin, untuk membahas hal tersebut.  

Muhammad Sarip dari Lasaloka-KSB pada 16 Februari 2019 lalu juga mengunggah salah satu aktivitas penting Abdoel Moeis Hassan saat menjabat Gubernur Kaltim di akun facebooknya.

Muhammad Sarip juga turut menyertakan foto saat Jenderal Ahmad Yani disambut oleh Gubernur Kaltim saat itu Abdoel Moeis Hassan dan Pangdam IX Mulawarman Brigjen Sumitro di Bandara Sepinggan Balikpapan, yang kini sudah berganti nama menjadi Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan Balikpapan.

"Tiga bulan sebelum menjadi korban Gerakan 30 September 1965, Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani berkunjung ke Kaltim. Saat mendarat di Bandara Sepinggan Balikpapan, Jenderal Yani disambut oleh Gubernur Abdoel Moeis Hassan dan Pangdam IX Mulawarman Brigjen Sumitro.

Foto langka ini disumbangkan langsung oleh pemotretnya, Harsono, kepada Dinas Kebudayaan Kota Samarinda, baru-baru ini.

Sebagai pemimpin daerah di wilayah yang menjadi arena langsung gerakan Dwikora (Ganyang Malaysia dan anti-nekolim), Abdoel Moeis Hassan punya peran penting. Pejuang '45 ini berhasil menjaga stabilitas politik di Kaltim, antara lain dengan mencegah aksi radikal massa dan tentara yang akan membakar keraton Sultan di Tenggarong pada 1964.

Tokoh pahlawan Kaltim ini telah menyelamatkan warisan budaya Kutai. Dalam waktu dekat, sejarah perjuangan Abdoel Moeis Hassan akan diseminarkan secara nasional," kata Muhammad Sarip.

Muhammad Sarip sendiri ketika dikonfirmasi, Selasa (26/2/2019) mengatakan bahwa seputar kedatangan Jenderal Ahmad Yani tersebut pernah diceritakan langsung oleh Harsono, fotografer yang mengabadikan momen Jenderal Ahmad Yani tiba di Sepinggan saat itu.

Lasaloka KSB Gandeng Mahasiswa Unmul Gelar Napak Tilas Perjuangan Abdul Moeis Hassan

Sosok Pahlawan Abdoel Moeis Hassan Bakal Dibahas dalam Seminar Nasional

Disebut Berjuang Mempersatukan Kutai ke NKRI, Moeis Hassan Layak Jadi Pahlawan Nasional

Moeis Hassan Layak Raih Gelar Pahlawan Nasional, Ini Sikapnya terhadap Gubernur Belanda

Abdoel Moeis Hassan adalah tokoh kelahiran Samarinda 1924 yang aktif dalam perjuangan kemerdekaan sejak zaman kolonial.

"Ia mendirikan organisasi kepemudaan Rokoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) pada 1940. Ia juga memimpin kaum pembela Republik Indonesia (Republiken) dalam jalur diplomasi politik menentang pendudukan NICA di Samarinda dan Kaltim," ungkap Muhammad Sarip dari Lasaloka-KSB.

Muhammad Sarip menambahkan, Gedung Nasional dan Tugu Kebangunan Nasional di Jalan Panglima Batur Samarinda merupakan jejak sejarah markas perjuangan Abdoel Moeis Hassan bersama partai lokal Ikatan Nasional Indonesia (INI) dan koalisi Front Nasional menentang pemerintahan boneka Van Mook Belanda.

Abdoel Moeis Hassan yang merupakan murid Aminah Syukur dan A.M. Sangadji itu juga menginisiasi pendirian Provinsi Kaltim dan menggagas berdirinya Universitas Mulawarman.

Gubernur Kaltim periode 1962-1966 ini turut dikenang jasanya bagi pelestarian warisan sejarah Kutai dengan menyelamatkan keraton Kutai dari aksi pembakaran massa pada 1964.

Atas kiprah, jasa, dan pengabdiannya bagi Samarinda dan Kaltim, pada 23 Juli 2018 tim Lasaloka-KSB mendeklarasikan Abdoel Moeis Hassan sebagai tokoh yang diusulkan menjadi Pahlawan Nasional.

Usulan disampaikan langsung dalam audiensi dengan Walikota Samarinda Syaharie Jaang pada 3 Agustus 2018.

"Seminar lokal tentang sejarah perjuangan Moeis Hassan sudah dua kali diadakan. Segala berkas administrasi pengusulan gelar sudah dilengkapi," katanya.

Termasuk karya tulis ilmiah biografi. Hanya, seminar nasional yang belum dilaksanakan karena menunggu kesiapan Pemkot Samarinda.

"Tetapi kini, Sekda sudah berkomitmen melanjutkan proses ini," tuturnya.

Tiga Tokoh Kaltim Pernah Ditolak

Muhammad Sarip, Deklarator pengajuan Abdoel Moeis Hassan sebagai pahlawan nasional kepada Tribun, Senin (13/8/2018) menuturkan bahwa pengusulan seorang tokoh menjadi Pahlawan Nasional tidaklah mudah.

Oleh karena itu, kepada siapa atau pihak manapun, termasuk kalangan birokrat yang ingin mengajukan seorang tokoh menjadi pahlawan nasional harus mempelajari secara komprehensif riwayat dan sumber sejarah yang terkait dengan tokoh tersebut.

Menurutnya, kegagalan pengusulan nama-tokoh Kaltim terdahulu harus jadi pelajaran.

"Hendaknya sebelum melontarkan ide, pelajari secara komprehensif riwayat dan sumber sejarahnya. Birokrat lokal mesti serius dan sungguh-sungguh belajar dari pengalaman kegagalan berkali-kali dalam pengusulan pahlawan nasional," ujarnya.

Dalam catatan Lasaloka-KSB, ada 3 tokoh Kaltim yang pernah diusung oleh Pemprov Kaltim menjadi pahlawan nasional, namun ditolak oleh Pemerintah Pusat.

Tiga nama yang resmi pernah diajukan adalah:

1. Awang Long (Panglima Perang Kutai Kartanegara)

Alasan penolakan :

Awang Long disniyalir merupakan tokoh fiksi.

Kata Muhammad Sarip, mantan Bupati Kutai Syaukani HR pernah menugaskan sejarawan dan akademisi untuk menelitinya.

Hasilnya, memang tidak ada sumber autentik dari arsip kolonial dan penelitian sejarawan Belanda yang mengulas tentang Awang Long.

2. Sultan Aji Muhammad Idris (Sultan ke-14 dari Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura)

Alasan penolakan:

Hikayat kepahlawanan Sultan AM Idris dinilai lemah dalam masalah sumber. Sumber yg diinginkan mesti objektif, bukan sumber intern.

Seperti sejarah Pangeran Antasari, Diponegoro, Imam Bonjol, punya sumber riwayat dari catatan eksternal (asing/Belanda).

Sementara itu, kisah perlawanan Awang Long dan AM Idris tidak tercatat dalam dokumentasi asing.

Kasus ditolaknya "kepahlawanan" AM Idris ini, kata Muhammad Sarip, mirip dengan pengusulan Panglima Batur di Kalsel, yakni tidak/belum ditemukan sumber valid tentang perjuangannya.

Adapun Raja Alam dari Berau ditolak karena ada riwayat pada saat-saat terakhir menyerah, mengakui dan tunduk kepada Belanda.

3. Raja Alam (gelar yang biasa disebut kepada Sultan Alimuddin sebagai Sultan Sambaliung pertama (1810-1834))/ Berau

Alasan penolakan:

- Sumber sejarah yang valid tidak ada.

- Riwayat akhir menyerah, mengakui dan tunduk kepada Belanda

"Persoalan sumber sejarah ini menjadi titik krusial, karena berbanding terbalik dengan para tokoh lain di luar Kaltim yang dulu Pemerintah Hindia Belanda mencatatnya dalam laporan dan dokumen resmi," ujar Muhammad Sarip.

Dari beberapa usulan yang sudah diterima menjadi pahlawan nasional, juga harus menjadi bahan referensi.

Muhammad Sarip mencontohkan nama pahlawan nasional Pangeran Antasari.

"Nama beliau tertulis dalam banyak arsip kolonial mengenai aktivitasnya sebagai pimpinan para "berandal" di tanah Kalimantan," ujarnya.

Inilah 5 Masalah yang Melanda Persija Jakarta Setelah Mundurnya Gede Widiade

Sejumlah Menteri, Tokoh Agama, hingga Kepala Daerah Dijadwalkan Hadiri Debat Kedua Pilpres 2019

Perang Sanga-sanga Tercatat dalam Sejarah tapi Tak Ada Pahlawannya

Lasaloka-KSB menyayangkan tidak adanya satupun nama pahlawan nasional dari Kaltim.

Padahal, perjuangan merebut dan mempertahankan Kemerdekaan RI di Kaltim tak kalah sengit serta heroik dengan daerah-daerah lain di Indonesia.

Salah satu yang cukup terkenal dan juga tercatat dalam sejarahIndonesia adalah perang Sanga-sanga.

"Pernahkah kita mendengar tokoh, pemimpin Perang Sanga-sanga yang selama ini kita peringati. Bayangkan, tokohnya tidak pernah diangkat," ujar Muhammad Sarip, pegiat sejarah di Kota Samarinda dan Kaltim dari Lasaloka-KSB.

Muhammad Sarip ketika dikonfirmasi, Senin (13/8/2018) lalu, menyebut bahwa sangat tidak mungkin tak ada pemimpin dalam perang Sanga-sanga.

Berdasarkan penelusurannya, perang Sanga-sanga dilakukan eks romusha Jepang yang berasal dari Pulau Jawa. Salah satu tokoh yang menonjol adalah Budiyoyo atau Budiono.

Kala itu, budiyoyo kawan-kawan tergabung dalam Badan Penolong Perantau Indonesia, yang selanjutnya berubah menjadi barisan pejuang yang tergabung dalam Badan Pembela Republik Indonesia (BPRI).

"Masyarakat lokal bukan tidak ikut dalam perang itu. Cuma mungkin perannya kurang besar," ujarnya.

Dia menduga, tidak diajukannya nama Budiyoyo sebagai pahlawan nasional terkait persoalan identitas.

Jika orang Jawa yang diangkat menjadi pahlawan nasional dari Kaltim, maka peran masyarakat lokal Kaltim dalam sejarah perjuangan Indonesia menjadi terkesan kurang besar.

Secara pribadi, masalah identitas ini menurutnya tak perlu dipersoalkan. Apalagi, sebagain pejuang Sanga-sanga sudah dimakamkan di makam Pahlawan di Samarinda dan di Sanga-Sanga.

Untuk sumber menurutnya cukup lengkap dan sudah menjadi bagian dari sejarah Kodam VI/Mulawarman.

"Tapi kalau menurut saya, masalah identitas itu nggak terlalu penting. Di manapun dia berjuang, sepanjang masih di NKRI itu adalah Pahlawan kita. Walaupun mereka bukan etnis dari sini, tapi berjuang di sini, dimakamkan di sini dan berjuang untuk tanah airnya di sini ya nggak masalah. Kita akui saja," ujarnya. (*)

(Tribun Kaltim/Doan Pardede)

Follow Instagram Tribunkaltim.co di bawah ini:

Subscribe Youtube Channel Tribunkaltim.co di bawah ini:

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved