Pemilu 2019
Mencoblos Boleh Pakai Suket, Disdukcapil Balikpapan Buka Pelayanan Perekaman di Hari Libur
Jelang pencoblosan pada Pemilu 2019 dalam waktu dekat ini, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan bahwa KTP-elektronik. Disdukcapil Balikpapan.
Penulis: Aris Joni | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Jelang pencoblosan pada Pemilu 2019 dalam waktu dekat ini, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan bahwa KTP elektronik dan Surat Keterangan (Suket) Pengganti KTP-el merupakan syarat wajib bagi pemilih di Pemilu 2019.
Diketahui, Putusan teersebut disahkan Kamis (28/3/2019) lalu setelah sebelumnya diajukan permohonan uji materi pada Pasal 348 ayat (9) UU 7 tahun 2017, terutama yang terkait dengan penggunaan KTP el sebagai syarat untuk mencoblos.
Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Balikpapan, Hasbullah Helmi menjelaskan, berdasarkan putusan MK yang membolehkan Suket sebagai syarat mencoblos, maka dirinya akan mengejar perekaman untuk warga yang belum melakukan perekaman KTP-el.
"Kita di Balikpapan masih ada sekitar 6.000 yang belum lakukan perekaman," ujarnya pada Selasa (2/4/2019).
Ia menjelaskan, sebelum di keluarkan Suket, warga terlebih dahulu haru melakukan perekaman KTP-el, rkemudian bisa dikeluarkan suket untuk warga ersebut.
Oleh karena itu, dirinya akan membuka pelayanan perekaman pada hari libur yakni Sabtu dan Minggu di kantor Disdukcapil Kota Balikpapan.
SEDANG BERLANGSUNG Live Streaming PSM Makassar vs Kaya FC, Menit 30 Juku Eja Nyaris Kebobolan
"Sabtu dan minggu dibuka untuk perekaman pada 6 dan 7 April, 12 dan 13 April," pungkasnya.
Sebelumnya, dalam pers releasenya, Direktur Jenderal Dukcapil Prof Zudan Arif Fakrulloh sudah menandatangani surat edaran yang ditujukan kepada gubernur, bupati dan walikota agar mengatur proses pelayanan di hari libur dengan segera, sehingga masyarakat dapat langsung terlayani.
Di lain sisi, masyarakat juga diminta pro-aktif melakukan perekaman KTP elektronik. Pasalnya, putusan MK itu bersifat final dan mengikat, mengikat masyarakat, mengikat penyelenggara Pemilu, juga termasuk mengikat Dukcapil.
"Masyarakat harus juga punya kesadaran untuk pro aktif mendatangi dinas dukcapil melakukan perekaman," ungkap Zudan dalam releasenya.
Pemain Naturalisasi Ini Bisa jadi Pintu Persija Datangkan Stefano Lilipaly
Lembaga Survei Ungkap Anak Kalimantan Utara Beranjak Dewasa Minat Bacanya Kurang, Ini Sebabnya
Diketahui, Terhadap putusan tersebut, Ditjen Dukcapil langsung merespons dengan menginstruksikan unit pelayanan administrasi kependudukan di daerah tetap melakukan pelayanan di hari Sabtu, Minggu, dan hari libur lainnya.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa proses perekaman KTP-el terus berlangsung sehingga penduduk wajib KTP bisa segera mendapatkan KTP elktronik.
Putusan MK Soal yang Belum Punya KTP Elektronik
Kabar baik untuk masyarakat yang belum memiliki kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), namun berniat menggunakan hak pilihnya pada Pemilu dan Pilpres, 17 April 2019 mendatang.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan penggunaan surat keterangan (Suket) perekaman e- KTP sebagai syarat untuk mencoblos.
Keputusan itu dibuat setelah MK mengabulkan uji materi atau judicial review yang diminta pemohon terhadap pasal 348 ayat 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Hasilnya, pasal tersebut ditetapkan sebagai inkonstitusional bersyarat karena mengizinkan penggunaan Suket.
• Putusan MK Terbaru, Penghitungan Suara Pemilu 2019 Diperpanjang 12 Jam tanpa Jeda
• KPU Bontang Ungkap Pemilih di Lapas Bertambah 50 Persen, Begini Sebabnya
• Punya Target Raih 23 Ribu Suara, Caleg DPRD Kaltim Ini Telah Siapkan Dana Rp 1,5 Miliar
"Sebelum e-KTP diperoleh, yang bersangkutan (pemilih, Red) dapat memakai atau menggunakan surat keterangan (Suket) perekaman KTP-elektronik dari dinas urusan kependudukan dan catatan sipil (Disdukcapil) terkait sebagai pengganti KTP-elektronik," ujar Hakim Anggota MK I Dewa Gede Palguna saat membaca amar putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (28/3).
Putusan MK tersebut tidak benar-benar mengabulkan permintaan pemohon. Dalam surat permohonannya, pemohon meminta agar calon pemilih bisa menggunakan alat identitas lainnya, seperti buku nikah, KTP non elektronik, Kartu Keluarga, SIM dan bukti identitas lainnya.
Majelis Hakim hanya menerima penggunaan Suket Perekaman e-KTP. Dalam amar putusannya, e-KTP dianggap sebagai syarat alternatif untuk mencoblos dan identitas lainnya tidak bisa disamakan dengan e-KTP.

"Karena penggunaan e-KTP sebagai identitas pemilih merupakan syarat alternatif dalam penggunaan hak memilih maka identitas selain e-KTP tidak bisa disamakan dengan e-KTP sebagai identitas resmi penduduk yang diakui dalam sistem administrasi kependudukan Indonesia," ujar I Dewa.
Dengan ditetapkannya keputusan tersebut, MK mengimbau pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri untuk mempercepat proses perekaman e-KTP bagi warga yang belum melakukan perekaman.
Pemilih yang menggunakan suket sebagai alat identitas memilih, akan dikategorikan ke dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK).
• Air Terjun Tiba-tiba Muncul di Puncak Gunung Galunggung, PVMBG Pastikan Kondisi Masih Aman
"Lebih-lebih yang telah memiliki hak pilih, agar dapat direalisasikan sebelum hari pemungutan suara," ujarnya.
MK menggelar sidang pembacaan putusan hasil Judicial review dengan pemohon di antaranya Ketujuh pemohon Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Sidang konstitusi dimulai pukul 10.30 WIB dan dipimpin Anwar Usmar. Majelis Hakim Konstitusi pada sidang di antaranya adalah Wahduddin Adams, Arief Hidayat, Suhartoyo, Aswanto, Saldi Isra, I Gede Dewa Palgana, Enny Nurbaningsih, dan Manahan MP Sitompul.
Sidang dihadiri Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman, Komisioner KPU Ilham Saputra, perwakilan Kemendagri, perwakilan Kemenkumham, dan anggota DPR RI.
• VIDEO - Demo di Disnakertrans Kaltara, Ini Tuntutan Buruh SBSI Bulungan, dari Upah hingga Iuran BPJS
Perekaman e-KTP 98 Persen
Sebelumnya, dua hari sebelum putusan MK ini, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, mengatakan pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu sudah bersepakat bahwa warga yang membawa e-KTP bisa menggunakan hak pilih meski tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
"Kami hanya ikut saja (dengan putusan MK) karena UUD mengatur bahwa yang bisa menggunakan hak pilih secara konstitusional ialah mereka yang punya e-KTP," ujar Tjahjo Tjahjo di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (26/3).
Hari pencoblosan Pemilu 2019 akan digelar pada 17 April mendatang. Proses perekaman e-KTP akan terus diupayakan mencakup seluruh penduduk berusia dewasa di sisa waktu sebelum hari pencoblosan itu.
"Pada prinsipnya perekamannya sudah 98 persen, sisanya memang kami akui ada sebagian yang belum," kata Tjahjo.
Dia mengklaim Kemendagri sudah berupaya keras agar seluruh masyarakat memiliki e-KTP sehingga bisa menggunakan hak suaranya di Pemilu 2019.

"Yang sisa dua persen itu kemungkinan sudah punya surat keterangan tapi belum punya e-KTP," ujar Tjahjo.
Soal peluang surat keterangan (suket) dari Dinas Dukcapil bisa dipakai sebagai syarat menggunakan hak pilih, Tjahjo mengaku masih menunggu hasil uji materi pasal-pasal UU Pemilu terkait prosedur administratif keikutsertaan masyarakat dalam pemilihan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Tjahjo Kumolo meminta masyarakat yang belum melakukan perekaman e-KTP lebih aktif mengurus data kependudukannya agar bisa menggunakan hak pilih pada Pemilu 2019.
• Gafar Diberhentikan, Hatta Zainal Ditunjuk Jadi Plt Golkar Samarinda
• Hasil Akhir Piala Presiden Persebaya vs PS Tira Persikabo 3-1, Laga Panas Diwarnai Kartu Merah
"Sampai ada sisa dua persen, ini saya kira jumlah yang besar. Tapi masih ada waktu. Nah yang mempunyai KTP ganda, saya mohon yang bersangkutan proaktif. Sambil menunggu apa yang diputuskan MK," ujar Tjahjo.
Ia menambahkan masyarakat yang tak terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) tetap bisa menggunakan hak pilih sepanjang sudah merekam data untuk e-KTP.
Tjahjo pun mengatakan masyarakat yang tak terdaftar di DPT namun sudah merekam data untuk e-KTP bisa mendaftarkan dirinya ke dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tempat domisili pemilih.
Penghitungan Suara Pemilu 2019 Diperpanjang 12 Jam tanpa Jeda
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menambah waktu penghitungan surat suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dalam amar putusannya, MK memperpanjang waktu penghitungan suara selama 12 jam.
"Dalam pertimbangan dalam uji materi, majelis hukum konstitusi memutuskan menambah waktu 12 jam setelah hari pemungutan suara," ujar anggota majelis hakim MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (28/3).
Waktu 12 jam tambahan tersebut disampaikan majelis hakim berdasarkan hasil judicial review. Pemohon uji materi mengajukan agar menambah waktu selama satu hari setelah hari pemungutan suara.
• Punya Target Raih 23 Ribu Suara, Caleg DPRD Kaltim Ini Telah Siapkan Dana Rp 1,5 Miliar
• KPU Bontang Ungkap Pemilih di Lapas Bertambah 50 Persen, Begini Sebabnya
"12 jam dari MK-nya, kita ajukan sehari setelah hari pemungutan," ujar Perwakilan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini
Pada aturan sebelumnya, penghitungan suara yang dimulai setelah pemungutan suara berakhir harus selesai pada pukul 24.00 pada hari yang sama pencoblosan, yakni 17 April 2019, jika melebihi waktu dianggap batal.
Hal ini disampaikan dalam sidang putusan uji materi Pasal 383 ayat 2 UU nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu.

"Hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN (TPS luar negeri) yang bersangkutan pada hari pemungutan suara dan dalam hal penghitungan suara belum selesai dapat diperpanjang tanpa jeda paling lama 12 (dua belas) jam sejak berakhirnya hari pemungutan suara," ujar Ketua MK Anwar Usman
Setelah terbit putusan MK ini, berarti penghitungan suara masih bisa diselesaikan meski telah melewati pukul 24.00, atau setelah 17 April 2019, menjadi tanggal 18 April dengan batas maksimal 12 jam setelahnya, yakni pukul 12.00.
• 15 Aktor dan Aktris Drama Korea dengan Eye Smile Terbaik, Ada Park Seo Joon hingga Song Joong Ki
• BI Kaltim Kaji Komoditas, Produk dan Jenis Usaha Unggulan di Kaltim, Ini Hasilnya
Pasal 383 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur penghitungan suara di TPS/TPSLN dilaksanakan setelah waktu pemungutan suara berakhir.
Penghitungan suara tersebut dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari pemungutan suara.
Pasal 383 ayat 2 dimohonkan pengujian agar ada solusi hukum jika penghitungan suara tidak selesai dalam satu hari. Antisipasi hukum yang demikian perlu dilakukan demi menjaga keabsahan Pemilu 2019.
Uji materi pasal ini dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili Titi Anggraini, Hadar Nafis Gumay, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari.
Sebelumnya, Majelis Hakim Konstitusi melakukan uji materi atau judicial review Pasal 383 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Sidang konstitusi ini dipimpin oleh Anwar Usmar. Majelis Hakim Konstitusi pada sidang ini di antaranya adalah Wahduddin Adams, Arief Hidayat, Suhartoyo, Aswanto, Saldi Isra, I Gede Dewa Palgana, Enny Nurbaningsih, dan Manahan MP Sitompul.
Pasal 383 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatakan, penghitungan suara di TPS/TPS Luar Negeri dilaksanakan setelah waktu pemungutan suara berakhir.
Penghitungan suara tersebut dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari pemungutan suara. (tribun network/gle)