Mengenal Sosok Polwan Cantik yang Fotonya Viral Jelang Hari Pencoblosan, Termasuk Tempat Tugasnya
Jelang Pemilu 2019 beredar sebuah foto Polwan cantik di media sosial. Sosok Polwan cantik itu berada di atas motor dengan seragam kepolisian
Penulis: Januar Alamijaya |
Beberapa anggota di bawahnya mengaku sedikit mengeluh kucuran anggaran jika dibandingkan konsumsi perhelatan Pilgub lalu yang mencapai Rp 35 ribu per orang dan hari.
Yang mereka keluhkan kata Soleh, adalah beban kerja yang lebih berat dengan budget yang lebih minim. Sementara di satu sisi, beban kerja bisa lebih berat karena menghitung 5 jenis surat suara yang diprediksi memakan waktu hingga tenaga malam.
Anggaran tersebut dia rasa hanya cukup untuk konsumsi sekali makan. Dengan asumsi jika membeli nasi bungkus Rp 15 ribu per bungkus ditambah makanan dan minuman Rp 5 ribu.
Untuk menyiasati minimnya anggaran ini, dia mengaku, rekan-rekannya dan PPK sudah melakukan beberapa cara. Di antaranya, meminta bantuan logistik pada kelurahan dan kecamatan setempat.
"Bisa juga anggaran konsumsi yang ada dipake buat masak sendiri di rumah dekat TPS," katanya, Senin (15/4/2019).
Terpisah, Ketua TPS 8 di Kelurahan Sidodadi, Samarinda, Suradi mengatakan belum mengetahui berapa anggaran untuk konsumsi bagi tiap petugas TPS.
Namun, kalaupun nantinya perhitungan bisa sampai tengah malam, dan anggaran yang dikucurkan hanya cukup untuk makan sekali, dari pengalaman dia menjadi anggota panitia pemungutan suara di TPS pada Pilgub dan Pilpres 2014, anggaran yang minim untuk konsumsi tak jadi masalah.
Misalnya, kata Suradi, uang konsumsi anggota dikumpulkan semua dan diberikan pada warga sekitar TPS untuk memasak hidangan sederhana, misalnya lalapan.
"Kalau snack, kopi atau makan tambahan, koordinasi dengan RT atau bawa dari rumah," katanya ditemui di TPS sambil mengerahkan anggota membagikan formulir undangan memilih.
Pengalamannya, menghitung suara Pilgub 2018 lalu, ia memilih makan di rumah saat ada kesempatan istirahat jelang shalat magrib.
Ketua RT 06, Kelurahan Sidodadi, Mukhaedor, mengaku tak terlalu risau soal minimnya budget konsumsi bagi petugas TPS. Sebagai Ketua RT, dia punya pengalaman berhasil mengajak warganya yang kebetulan memiliki usaha catering makanan, menyediakan logistik dengan biaya yang lebih murah. Bahkan, tak menutup kemungkinan ada warga yang menyumbang logistik makanan. "Bahkan, tadi sudah ada warga yang niat mau sumbang kopi dan snack tanpa disuruh," katanya.
Bahkan, sebagai Ketua RT dia berkomitmen berani mengeluarkan kocek pribadi membelikan makanan bagi petugas TPS yang juga warga RTnya. "Kalau misalnya anggaran cuma bisa buat sekali, selebihnya pak RT yang akan cover uang makannya," katanya.
Menurut bapak 40 tahun yang sehari-hari bekerja di bengkel alat berat ini, uang konsumsi yang ia keluarkan dari kocek pribadi tak senilai dengan pentingnya menyukseskan pemilu. Ia berkomitmen, tak ingin hanya gara-gara kurangnya kecerdikan mengajak partisipasi warga menyumbang konsumsi, pelaksanaan pungut hitung terganggu.
"Ini kan hajatan negara. Jangan kita lihat nominalnya, kapan lagi kita berjuang dan ikut berkontribusi memilih pemimpin," tandasnya.
Anggaran APBN tak bisa Diutak-atik