Pilpres 2019

Tim Hukum Prabowo-Sandi Bawa Cuitan Karni Ilyas jadi Bukti Gugatan di MK, Sebut Ada Tekanan ke Media

Kuasa hukum tim Prabowo-Sandi mengatakan salah satu indikasi ketidaknetralan dalam Pilpres 2019 lalu adalah adanya tekanan dari media

Penulis: Januar Alamijaya | Editor: Budi Susilo
(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)
Suasana sidang perdana sengketa pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019). Kuasa hukum tim Prabowo-Sandi mengatakan salah satu indikasi ketidaknetralan dalam Pilpres 2019 lalu adalah adanya tekanan dari media massa. 

 

TRIBUNKALTIM.CO - Kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menyinggung soal hilanganya tayangan Indonesia Lawyer Club (ILC) di TV One.

Hal tersebut terkait dengan bukti kecurangan yang disangkakan kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi kepada pihak Jokowi-Ma'ruf Amin.

Melansir dari Tribun Wow.com, kuasa hukum tim BPN mengatakan salah satu indikasi ketidaknetralan dalam Pilpres 2019 lalu adalah adanya tekanan dari media.

Kuasa hukum tim tim BPN Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah, menuturkan indikasi tersebut terlihat dari tak tayangnya program ILC di TV One.

Hal itu menjadi bukti jika terjadi tekanan terhadap media  yang mencoba untuk netral

"Media yang mencoba untuk netral seperti  TV One kemudian mengalami tekanan dan harus mengistirahatkan panjang salah satu program favoritnya, ILC (Indonesia Lawyers Club)," katanya.

Dirinya kemudian kemudian membacakan cuitan Twitter Karni Ilyas, @karniilyas yang menjelaskan soal program acaranya cuti setelah pemilu 2019.

"Dear Pencinta ILC: Selama hampir setahun ILC sudah bekerja memberikan informasi, pendidikan publik dan ikut mengawal dari kampanye sampai pemilu.

Karena itu mulai Senin besok, saya memutuskan untuk mengambil cuti.

Mohon maaf dan sampai ketemu ILC ya," tulis Karni Illyas.

Sementara melansir dari Kompas.com, Teuku Nasrullah juga menyebut kecurangan dalam Pilpres 2019 dilakukan untuk menguasai opini publik. 

"Telah terjadi upaya secara terstruktur, sistematis dan masif terhadap pers nasional, dengan tujuan menguasai opini publik," ujar tim hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019).

Menurut tim hukum, media kritis dibungkam, sementara media yang pemiliknya berafiliasi kepada kekuasaan, dijadikan media propaganda untuk kepentingan kekuasaan.

Teuku Nasrullah mengatakan, pada kenyataannya, dalam Pilpres 2019 akses kepada media tidak seimbang antara paslon 01 dengan paslon 02.

"Sudah menjadi rahasia umum bahwa terdapat paling tidak 3 bos media besar yang menjadi bagian dari tim pemenangan paslon 01, yaitu Surya Paloh yang membawahi Media Group, Hary Tanoe pemilik group MNC dan Erick Thohir pemilik Mahaka Group," kata Nasrullah.

Tahun 2008, MK Ternyata Pernah Buat Putusan Mengejutkan, Ketua MK Sampai Tutup Akses Komunikasi

MK Dapat Mengadili Seluruh Hasil Pemilu, Tim Hukum Prabowo-Sandi Gunakan Pendapat Hakim MK

Meski demikian, tim hukum Prabowo-Sandi hanya mencantumkan dua tautan berita media online mengenai tuduhan tersebut.

Salah satunya tautan berita mengenai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang meminta salah satu stasiun TV agar lebih berimbang dalam pemberitaan.

Sebelumnya acara Indonesia Lawyers Club atau ILC tvOne yang hadir setiap Selasa malam memang  tak akan tayang pada Selasa (23/4/2019).

Tak tayanganya acara talkshow tersebut diungkapkan langsung oleh Presiden ILC tvOne, Karni Ilyas.

Melalui laman twiter miliknya, Karni Ilyas mengkonfirmasi tentang hal tersebut.

Dalam cuitannya Karni Ilyas menuliskan jika dirinya yang akan cuti sejenak seusai Pemilu 2019.

Menurutnya setelah setahun tayangan ILC memberikan pendidikan sampai mengawal proses Pemilu 2019 maka dirinya memutuskan cuti lebih dahulu.

Karni Ilyas juga menjanjikan acara ILC tvOne bakal kembali tayang selepas ia kembali dari masa cutinya.

"Dear Pencinta ILC: Selama hampir setahun ILC sudah bekerja memberikan informasi, pendidikan publik dan ikut mengawal dari kampanye sampai pemilu. Karena itu mulai Senin besok, saya memutuskan untuk mengambil cuti. Mohon maaf dan sampai ketemu ILC yad." katanya.

Cuitan dari Karni Ilyas tersebut langsung mengudang respon dari netizen.

Banyak dari mereka yang menyayangkan pilihan dari Karni Ilyas yang memilih cuti di saat proses Pemilu terutama penghitungan  Pilpres 2019 masih berlangsung

Misalnya seperti komentar yang dituliskan pemilik akun @rinu094 yang menulis:

justru bagaimana situasi jalannya pemilu sekarang itu harus dipaparkan di ILC dengan gamblang.. cutinya habis pengumuman pemilu saja datuk.

Hal serupa juga disuarakan oleh pemilik akun  @zainal93495863  yang menulis:

Sayang padahal saya lagi nunggu tema paling heboh sekaligus menguji bang karni memimpin diskusi yg cukup Berat ini.

Satu Dipilih Presiden, Kenali Lagi 9 Hakim MK Penentu Pemenang Pilpres 2019 dan Link Live Streaming

Pembatasan Media Sosial? Kemkominfo RI: Belum Ada Peningkatan Eskalasi Hoaks Sidang MK Pilpres 2019

Kuasa Hukum BPN Kutip Pernyataan Yusril Ihza Mahendra

Semenetra mengutip dari Tribunnews Tim hukum Prabowo-Sandi sempat mengutip pernyataan Yusril Ihza Mahendra di tahun 2014 yang menjelaskan soal yurisprudensi, bahwa Mahkamah Konstitusi bisa mengadili tak hanya perkara kuantitatif, melainkan juga kualitatif seperti pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Menanggapi ucapannya dimasukkan dalam berkas permohonan sengketa hasil Pemilu, Yusril kemudian menjelaskan bahwa pernyataan tersebut ia kemukakan lantaran pada zaman itu masih belum berlaku Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Dimana saat itu belum ada kejelasan secara rinci soal regulasi yang menjadi kewenangan MK.

"Pada waktu itu terdapat ketidakjelasan siapa yang berwenang untuk mengadili perkara terkait dengan TSM itu. Sehingga pada waktu zamannya pak Mahfud MD (Ketua MK) melahirkan yurisprudensi, MK berwenang tidak hanya mengadili angka-angka hasil Pemilu, tetapi mengadili terjadinya pelanggaran yang TSM," kata Yusril meluruskan saat ditemui pada jeda sidang, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019).

Menurut dia, bila kutipannya digunakan tahun ini pascalahirnya UU Nomor 7/2017 maka yurisprudensi tersebut sudah tak lagi relevan.

Sebab dalam UU Nomor 7/2017, kewenangan-kewenangan mengadili perkara yang sebelumnya tidak diatur, kini sudah lebih jelas dipetakan.

Semisal pelanggaran administarif yang sudah menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sementara jika pelanggaran pidana seperti kasus suap dan politik uang, kewenangannya ada di Sentra Gakkumdu yang kemudian dilimpahkan ke polisi dan Jaksa.

Sehingga, pascalahirnya UU Nomor 7/2017, MK sudah tidak lagi berwenang mengadili proses Pemilu, melainkan hanya fokus pada perkara sengketa hasil Pemilu.

"Sudah tidak relevan. Jadi semua sudah diatur. (Sekarang) MK betul-betul mengadili perselisihan hasil, bukan mengadili proses," jelas Yusril.

(*)

Subscribe official YouTube Channel

Baca juga:

TERPOPULER Sejarah Mencatat MK Tak Pernah Kabulkan Gugatan Pihak yang Kalah di Pilpres

Link Live Streaming dan Cara Menonton Sidang Gugatan Pilpres 2019 Langsung dari Gedung MK

Instagram Down di Seluruh Dunia dan Hashtag #instagramdown Menggema, Pihak IG Unggah Pernyataan

TERPOPULER - Pasangan Terpaut Usia 17 Tahun, Intip Rumah Ajun Perwira dan Janda Kaya Beranak 3

Copa America 2019 Brasil vs Bolivia Prediksi & Prakiraan Formasi, Ambisi Tuan Rumah Tanpa Neymar

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved