Pilpres 2019
Soal Peluang di Kabinet Jokowi-Maruf, Begini Kata Wiranto, Sebut Bisa Juga Karena Untung-untungan
Siapa saja yang akan menjadi menteri Presiden Jokowi masih menjadi perbincangan hangat. Sejumlah nama sudah mulai mengemuka
TRIBUNKALTIM.CO - Siapa saja yang akan menjadi menteri Presiden Jokowi masih menjadi perbincangan hangat.
Sejumlah nama yang digadang-gadang bakal duduk di kabinet Jokowi-Maruf pun mulai mengemuka.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto tidak tahu apakah akan ditunjuk kembali menjadi menteri atau tidak dalam pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin periode 2019-2024.
"Tanya presiden, kok tanya saya," kata Wiranto di Jakarta Covention Center, Rabu (3/7/2019).
Ia pun menyerahkan nasibnya kepada Presiden Jokowi sendiri.
Sebab, penentuan siapa yang akan duduk di kursi menteri memang merupakan hak prerogatif presiden.
Wiranto juga menilai, salah satu faktor seseorang menduduki jabatan menteri boleh jadi merupakan untung-untungan.
"Enggak usah kira-kira, itu kan untung-untungaan juga ya. Tunggu saja tanggal mainnya diumumkan," ujar Wiranto.
Saat ditanya kesiapannya apabila kembali ditunjuk menjadi menteri, Wiranto tidak memberi jawaban panjang lebar.
Ia mengaku enggan memikirkan masalah formasi kabinet mendatang.
"Nanti saja terserah presiden. Jangan kita sibuk ngurusin (formasi) kabinet. Sekarang semua sibuk urus kabinet bagaimana?" ujar Wiranto.
Diberitakan, Presiden Jokowi mengungkapkan kriteria menteri yang akan mengisi kabinetnya ke depan.
Menurut Jokowi pertama, menteri yang mengisi kabinet nantinya harus memiliki kemampuan mengeksekusi program secara tepat dan cepat.
Kedua, harus memiliki kemampuan manajerial.
Ketiga, kabinet mendatang juga akan banyak diwarnai dengan anak-anak muda.
"Ya, bisa saja ada menteri umur 20-25 tahun, kenapa tidak? Tapi dia harus mengerti manajerial, dan mampu mengeksekusi program-program yang ada. Umur 30-an juga akan banyak," kata Jokowi dalam wawancara khusus dengan harian Kompas, Senin (1/7/2019).
Terlalu banyak oposisi bisa jadi otoriter
Ahli hukum tata negara Juanda berpendapat bahwa sebaiknya peran oposisi harus tetap dijalankan oleh partai politik non-pendukung pemerintah.
Ia berharap partai-partai yang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019 tidak mengalihkan dukungannya ke pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin periode 2019-2024.
Pasalnya, menurut Juanda, jika sebagian besar partai di parlemen bergabung dengan pemerintah, maka pemerintahan akan cenderung menjadi otoriter.
"Ketika kekuasaan itu menumpuk di dalam satu tangan itu namanya sudah tirani dan otoriter absolut akan terjadi," ujar Juanda dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).
Baca juga :
Sindir Gaya Satu Menteri yang Pidato Bak Presiden, Jokowi: Jangan-jangan Ingin jadi Presiden, Wapres
Siapa yang Menewaskan 9 Korban di Aksi 22 Mei Masih Misteri, Wiranto: Mereka Perusuh
"Nah ini yang kita sangat tidak inginkan dan ini akan terjadi nanti apabila katakanlah rekonsiliasi dalam konteks bahwa semua akan masuk ke dalam kabinet, tinggal PKS saja. Saya kira tidak elok dalam rangka membangun demokrasi konstitusional," ucapnya.
Juanda mengatakan, dalam sebuah negara demokrasi, peran oposisi sangat diperlukan.
Keberadaan oposisi dibutuhkan untuk mengontrol dan mengawasi seluruh kebijakan serta program pemerintah.
"Saya pikir yang penting dalam negara demokrasi bagaimana kontrol atau pengawasan dari masyarakat kemudian lembaga yang berwenang," kata Juanda.
Sebelumnya, calon presiden pada Pilpres 2019 yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto secara resmi telah membubarkan Koalisi Indonesia Adil dan Makmur.
Keputusan tersebut diambil melalui rapat internal bersama lima sekjen parpol dan sejumlah petinggi partai lainnya di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menuturkan, dalam rapat tersebut Prabowo mengembalikan mandat dukungan sebagai pasangan capres-cawapres ke masing-masing partai politik.
Baca juga :
Video Rocky Gerung Sebut Jokowi Tak Lega Sambut Kemenangan, dan Prabowo Berhati Gembira
Diduga Sebar Gambar Mumi yang Diedit Diganti Wajah Presiden Jokowi, Wanita Ini Diperiksa Polisi
Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus perkara sengketa hasil Pilpres 2019.
Dalam putusannya, MK menolak seluruh dalil permohonan yang diajukan oleh tim hukum Prabowo-Sandiaga. Baca juga: Ketua DPP PKS: Pendukung Prabowo Ingin Koalisi 02 Oposisi Pemerintah
Sementara itu, pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat bahwa tidak hanya PAN dan Demokrat yang berpeluang bergabung dengan koalisi pendukung pasca-Pilpres 2019.
Menurut Hendri, tak menutup kemungkinan Partai Gerindra akan memutuskan bergabung ke dalam pemerintahan setelah 10 tahun menjadi oposisi.
"Gerindra apakah mungkin? itu mungkin saja terjadi. Memang tergantung Pak Prabowo, tapi 15 tahun menjadi oposisi itu tidaklah mudah," ujar Hendri saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2019)
Susbcribe Official YouTube Channel:
Baca juga:
Ditetapkan Jadi Tersangka, Dewi Perssik Ucapkan Terima Kasih Kepada Orang-orang Jahat
Ini Kriteria yang Buat Nama Prabowo Subianto Muncul Jadi Kandidat Capres 2024, Meski Selalu Kalah
BKN Umumkan 41 PNS Diberhentikan, Satu Pelanggaran yakni PNS Wanita Jadi Istri Kedua Tuai Pro Kontra
Orangtua Siswa tak Bisa Input Data PPDB Online di Balikapan, Dua Hari Server SMK dan SMA Gangguan
7 Fakta Menarik Spiderman: Far From Home yang Mulai Tayang Hari Ini
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jabat Menteri Lagi atau Tidak, Wiranto Pasrah" dan "Jika Semua Parpol Masuk Kabinet, Pemerintahan Dinilai Akan Cenderung Otoriter"