RAPD 2019 Kaltim Terancam Ditolak Kemendagri Jika tak Ditandatangani Sekdaprov Definitif

Dalam beberapa kali pembahasan TAPD bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kaltim pun, tak mengikutsertakan Sekdaprov definititif.

Editor: Samir Paturusi
TribunKaltim.Co/Nalendro Priambodo
Wagub Kaltim, Hadi Mulyadi saat Paripurna di DPRD Kaltim, 

TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA – Pemprov dan DPRD Kaltim membahas APBD Perubahan 2019. Paripurna jawaban Gubernur Kaltim terhadap pandangan umum fraksi-fraksi berlangsung, Selasa (13/8/2019) di Gedung DPRD Kaltim.

Setelah itu, APBD P 2019 bakal masuk ke paripurna pengesahan dan dikonsultasikan ke Kementerian Dalam Negeri. Meski demikian, tak nampak kehadiran Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), yakni Sekdaprov Kaltim, Abdullah Sani.

Dalam beberapa kali pembahasan TAPD bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kaltim pun, tak mengikutsertakan Sekdaprov definititif.

Sebagai gantinya, pemprov mewakilkan ke Kepala Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, Fatul Halim. Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi membantah ketidakhadiran Sekdaprov Kaltim bisa berimplikasi hukum pada Perda APBD P 2019, terlebih dalam pengesahan nanti.

“Oh, ngga. Ada ahli hukum. Yang teken gubernur. Itu kan, masalah penugasan dari gubernur. Gubernur menugaskan siapa, terserah gubernur. Yang bertanggungjawab gubernur.

Itu (Sekdaprov) kan hanya ketua tim (TAPD). Tim dibentuk gubernur, kalau ketua tim tak ada, gubernur bisa menyuruh siapa saja,” tutur Wagub Hadi, usai Paripurna di DPRD Kaltim, Selasa (13/8/2019) sore.

Diketahui, Sekdaprov Kaltim merupakan jabatan esselon 1 yang dilantik oleh Mendagri Tjahjo Kumolo adalah Abdullah Sani. Meski demikian, Sani belum bertugas menduduki jabatan aparatur sipil negara tertinggi di Kaltim.

Gubernur Kaltim, Isran Noor justru meminta Sani kembali ke jabatan sebelumnya, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu, Kaltim.

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar Baharuddin dihubungi menjelaskan, jika tidak ada Sekdaprov definitif, bisa saja pembahasan anggaran diwakilkan.

“Masalahnya, pejabat definitf ada. Kalau ada, ngga boleh diwakilkan. Kecuali berhalangan tetap, bisa lah (diwakilkan). Ini kan, ngga ada apa-apa,” ucap Bahtiar, Selasa (13/8/2019).

Bahtiar menjelaskan, mengacu pada PP 58/2005 dan PP 12/2012 soal pedoman pengelolaan keuangan daerah diatur, Sekdaprov adalah ex-officio TAPD limitatitif.

Tak ada lagi tafsir lain. Karena itu, ia mengingatkan, jika Raperda APBD-P 2019 yang nantinya diusulkan ke Kemendagri, tanpa dibubuhi tandatangan Sekdaprov definitif bakal ditolak Kemendagri.

“Bisa ditolak. Tandatangani yang tidak sesuai dengan hukum. Yang tandatangan ikut bersalah. Kita kan urus pemerintah sesuai hukum administrasi daerah dan keuangan daerah.

Kalau tidak sesuai ada implikasi hukum di kemudian hari. kalau cacat hukum, produk hukum keliru yang bisa berdampak hukum lain, bisa korelasi dengan hukum tentang pemeriksaan keuangan negara, hukum pidana lainnya, aparat lain yang akan menilai. Kemendagri tak akan setujui yang tidak sesuai dengan hukum,” urai Bahtiar.

Bahtiar kembali mengistilahkan, pada prinsipnya, mengurus pemerintahan berbeda dengan mengurus rumah tangga. “Kalau mengurus negara, pribadi menaati aturan main negara. Kalau ada perubahan, koreksi bisa dilakukan. Boleh penjabaran sepanjang tidak melampaui hukum,” katanya.

Tanpa Sekprov Definitif, Banggar-TAPD Tetap Bahas APBD Murni 2020

Polemik Sekprov Kaltim, Castro Menilai Gubernur Kaltim Isran Noor Bisa Kena Sanksi

Arahan Gubernur Kaltim Isran Noor, Ada Waktunya Abdullah Sani jadi Sekprov, SK Pelantikan Diserahkan

Pada prinsipnya, Kemendagri terbuka saja dengan konsultasi pemda. Namun, dalam persoalan RAPD 2019 ini, Kemendagri lanjut Bahtiar, tetap berpedoman pada hukum administrasi negara yang berlaku.

Pemda diingatkan mematuhi aturan. Tak nekat mengusulkan RAPD yang bermasalah hukum di kemudian hari.

“Kalau masih nekat, resiko ditanggung penumpang. Kalau jatuh, sakit. Ini, kan ada resiko hukum pidana dan administrasi lainnya. Ini kan, kebijakan negara, bukan pribadi. Kita harus menghormati,” ucapnya.

Tak hanya soal RAPD 2019, Bahtiar menyampaikan, ketiadaan pengesahan tandatangan Sekdaprov definitif bisa berimplikasi pada penolakan usulan perda lain di Kemendagri.

Sebab, dinilai menyalahi hukum administrasi negara. “Kita tolak kalau tidak ditandatangani sekda. Jadi, bukan hanya Perda APBD, Perda lain juga. Jadi, itu untuk seluruh produk hukum administrasi daerah yang memerintahkan tandatangan sekda, ya ditandatangni sekda,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kaltim, M. Samsun  menyampikan, pembahasan RAPBD P 2019 terus berjalan sambil berkonsultasi ke Kemendagri soal tafsir boleh tidaknya RAPD tanpa keikutsertaan Ketua TAPD-Sekdaprov.

Lantas, bagaimana, jika Kemendagri menyatakan, RAPDB 2019 dinyatakan cacat hukum dan harus diulang prosesnya ?

“Kalau tidak ada jalan lain, mau tidak mau (diulang). Tapi, kan itu seandainya. Kita konsultasikan ke Kemendagri, apa hasilnya, kita laksanakan,” ucapnya.

Syafruddin dari Fraksi PKB, diwawancari Senin lalu juga menyampikan hal yang sama, menunggu konsultasi dari Kemendagri.

Kepala Pusat Penerangan Kementrian Dalam Negeri, Bahtiar Baharuddin menyampikan prinsipnya, jajaranya menunggu dan terbuka terkait konsultasi dari pemda terkait soal ini. “Tapi, kami sampaikan sejak awal. Hukumnya, sudah begitu,” katanya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved