Berita Samarinda Terkini
Satukan Persepsi, Pertamina Gelar Diskusi Soal Pengawasan Penyaluran BBM Bersubsidi Pulau Kalimantan
Pertamina perlu ada pengawasan penyaluran Bahan Bakar Minyak atau BBM bersubsidi di wilayah Kalimantan Timur, Kalsel dan Kaltara.
Penulis: Aris Joni | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - PT. Pertamina (Persero) MOR VI Balikpapan melaksanakan Forum Diskusi terkait penyaluran BBM Bersubsidi di wilayah Pulau Kalimantan seperti Kalimantan Timur, Kalsel dan Kaltara.
Kegiatan tersebut dilaksanakan di hotel Bumi Senyiur Samarinda sekitar pukul 10.00 Wita dengan dihadiri langsung General Manager MOR VI Kalimantan, PT Pertamina, Boy Frans Justus Lapian.
Dan Perwakilan Badan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Kompol Eko Susanda.
Serta Komite BPH Migas, Muhammad Ibnu Fajar dan Marwansyah Lobo Balia.
Dan Kepala Subsidi Ditjen Migas, Heru Riyanto sekaligus menjadi pembicara dalam kegiatan tersebut pada Rabu, (4/9/2019) di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Dikonfirmasi, General Manager MOR VI Kalimantan, PT Pertamina, Boy Frans Justus Lapian mengungkapkan, kegiatan Forum diskusi tersebut merupakan bentuk dari koordinasi.
Dan sinkronisasi antar stakeholder dan mitra Pertamina dalam rangka pengawasan.
"Pengawasan penyaluran Bahan Bakar Minyak atau BBM bersubsidi di wilayah Kalimantan Timur, Kalsel dan Kaltara," katanya.
Pasalnya ucap Boy, pengawasan distribusi BBM bersubsidi di Kalimantan harus melibatkan semua pihak mengingat banyaknya pertambangan dan industri.
Serta adanya disparitas harga yang cukup besar antara BBM subsidi dan BBM non subsidi khususnya produk solar.
Oleh sebab itu, dengan adanya forum diskusi tersebut sebagai bentuk dari merapatkan barisan antar stakeholder pertamina.
Baik dari mitra maupun BPH Migas selaku pembuat regulasi di pertamina harus mencari solusi agar BBM bersubsidi tersebut dapat berjalan baik dan tepat sasaran.
Jadi selaku operator di lapangan dan BPH Migas selaku pembuat regulasi dapat bersama-sama mengawasi proses pendistribusian BBM Subsidi.
"Karena kita tau bahwa disini (Kalimantan) banyak perusahaan besar, jadi kegamangan masyarakat akan adanya distribusi BBM subsidi ke perusahaan dapat kita minimalisir," jelasnya.
Sementara itu, Komite BPH Migas, Marwansyah Lobi Balia mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan peraturan baru yang lebih menguatkan Perpres 191 terkait siapa-siapa yang boleh menerima BBM bersubsidi.
Sehingga pendistribusian BBM bersubsidi tersebut dapat tersalurkan sesuai dengan peruntukkannya.
"Yang kita mau perbaiki ini adalah kebocoran orang yang tidak boleh menerima subsidi, kok mengambil BBM yang subsidi. Ini yang perlu diperbaiki," tegasnya.
Ia menambahkan, pihaknya juga rutin melakukan verifikasi untuk melakukan pemeriksaan laporan yang diberikan pertamina, sehingga dari verifikasi tersebut dapat terlihat jelas jika ada perselisihan yang terjadi.
"Jadi pertamina gak bisa main-main, termasuk SPBUnya," ungkapnya.
Terpisah, Ketua DPC Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) kota Samarinda, Achmad Sopiyan menuturkan, dirinya mendukung aturan yang dilakukan oleh Pertamina, dirinya berharap SPBU yang melanggar dapat di tegur .
"Kita sudah tegur SPBU janganlah melayani industri," pungkasnya.
Kabar sebelumnya,
Harga BBM Naik Mengikuti Iuran BPJS Kesehatan? Simak Penjelasan dari Pertamina.
Pemerintah memutuskan iuran BPJS Kesehatan naik, namun, soal harga BBM naik, Pertamina langsung beri penjelasan
Dilansir dari Tribun Timur, setelah kabar pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan menjadi dua kali lipat, beredar kabar Harga Bahan Bakar Minyak atau BBM Naik mulai, Jumat (30/8/2019) hari ini.
Informasi kenaikan Harga BMM ini tersebar di media sosial Twitter dan WhatsApp.
Dalam info tersebut disebutkan bahwa kenaikan tersebut berlaku sejak 30 Agustus 2019 pukul 24.00.
Menanggapi informasi itu, VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usmah menyatakan bahwa kabar itu tidak benar atau hoaks
Informasi kenaikan harga BBM yang tersebar di media sosial menyebutkan bahwa harga Premium hingga Dexlite mengalami kenaikan.
Disebutkan bahwa harga premium yang semula Rp 7.000 naik menjadi Rp. 9.500.
Harga Pertalite yang semula Rp. 7.650 naik menjadi Rp 11.000.
Selain itu, harga Pertamax disebutkan juga naik menjadi Rp 14.000, harga sebelumnya Rp 9.850.
Harga Bio Solar semula Rp 9.600 menjadi Rp 8.250.
Sedangkan harga Dexlite yang semula Rp 11.700 naik menjadi Rp 13.000.
• Usulan Gubernur Diakomodir dalam Program Satu Harga BBM, 8 Titik APMS Terpencil Beroperasi
• Berlakukan HET, Ini Harga BBM di Tiga Kecamatan Perbatasan Mahulu
• Harga BBM di Kawasan Perbatasan Lebih Murah daripada di Ibu Kota Mahulu Ujoh Bilang, Begini Faktanya
Pesan tersebut ditutup dengan imbauan kepada masyarakat untuk mengisi tangki kendaraan mereka secara full sebelum harga naik.
Klarifikasi Pertamina
Melalui pernyataan resminya, Pertamina menegaskan bahwa informasi mengenai kenaikan harga BBM tersebut adalah tidak benar atau hoaks.
Dalam pernyataan itu juga disebutkan bahwa kebijakan penyesuaian harga BBM diumumkan melalui website resmi www.pertamina.com.
"Pertamina menegaskan bahwa informasi mengenai Kenaikan Harga BBM pada pukul 24.00 Jumat, 30 Agustus 2019 adalah tidak benar (HOAX)," pernyataan pihak pertamina yang diterima Kompas.com, Kamis (29/8/2019) malam.
Lebih lanjut, saat dihubungi oleh Kompas.com pada Kamis (28/9/2019) malam, VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usmah membenarkan pernyataan itu.
Fajriyah kembali menegaskan bahwa informasi yang beredar itu tidak benar.
"Iya betul, itu hoaks," kata Fajiryah.
Fajriyah menambahkan, saat ini Pertamina tidak berencana untuk menaikkan harga BBM.

Sulsel Diduga Kelebihan Kuota BBM Jenis Solar
Sulawesi Selatan (Sulsel) merupakan salah satu daerah yang diduga kelebihan kuota untuk BBM jenis solar.
Daerah lainnya meliputi Sulbar, Bangka Belitung, Riau dan Sumatera Utara.
Hal ini diungkapkan Kepala Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas ( BPH Migas) Fanshurullah Asa di Jakarta, Rabu (21/8/2019) lalu.
Menurutnya, berdasarkan hasil verifikasi BPH Migas, realisasi volumer solar hingga Juli 2019 sebesar 9,04 juta Kilo Liter (KL) atau 62 persen dari total kuota.
Diproyeksikan hingga akhir 2019, realisasi volumer solar sebesar 15,31-15,94 juta KL.
Padahal, berpatokan pada nota keuangan APBN 2019, volume BBM subsidi jenis solar hanya 14,5 juta KL.
Ia pun menyimpulkan ada potensi over kuota sebesar 0,8 hingga 1,4 juta KL hingga akhir 2019.
"Over kuota tersebut diakibatkan adanya ketidakpatuhan dalam penyaluran jenis BBM," katanya.
Menurutnya, ada potensi BBM subsidi diselewengkan untuk kebutuhan perkebunan dan tambang.
Menanggapi dugaan dari BPH Migas tersebut, Supervisor Communication MOR VII, Ahad Rahedi mengatakan, Pertamina tentu saja akan tunduk pada aturan tersebut.
"Kami akan tunduk pada aturan yang sudah dikeluarkan BPH Migas melalui suratnya," katanya saat dikonfirmasi Tribun Timur, Selasa (27/8/2019).
• Catat, Sandiaga Berjanji Akan Turunkan Harga BBM, Listrik, dan Tiket Pesawat
• Harga BBM Turun, Pemerintah Klaim Lebih Adil dan Melindungi Konsumen
• Pertamina Resmi Turunkan Harga BBM Mulai 10 Februari, Ini Rincian Harga Baru
• Besok Senin (12/8/2019) Pengecer BBM dan LPG di Berau Mulai Ditertibkan
Dimana surat edaran BPH Migas tersebut, meminta pihak Pertamina melakukan pengaturan pengendalian pembelian BBM subsidi jenis solar.
Surat edaran tersebut telah berlaku efektif di Pertamina sejak 1 Agustus 2019, sebagaimana yang diminta oleh BPH Migas.
"Pertamina telah melalukan sesuai arahan dari BPH Migas, yakni larangan pembelian solar bagi kendaraan pengangkut hasil perkebunan, kehutanan dengan jumlah roda lebih dari enam," ujarnya.
Tak hanya itu, Pertamina sejak awal pun telah menegaskan, mengenai pelarangan penggunaan solar subsidi untuk kendaraan plat merah, mobil Polri dan TNI serta sarana transportasi air milik pemerintah.
"Pembelian solar untuk kendaraan roda empat, enam dan pribadi juga ada batasannya," sebutnya.
Maksimal pembelian solar subsidi bagi angkutan barang roda empat sebanyak 30 liter per hari, roda enam 60 liter dan pribadi 20 liter.
"Intinya kan BPH Migas menyampaikan berupa dugaan dan meminta Pertamina melakukan pengaturan," jawabnya.
"Tentunya ke depan, BPH Migas tidak akan diam dan terus menindak lanjuti," tuturnya.
(Tribunkaltim.co/Aris Joni)