Kutip Ucapan Presiden ke-5 RI, Ryamizard Ungkap Kenapa TNI-Polri Tak Mungkin Ditarik dari Papua

Ryamizard Ryacudu mengatakan, penarikan TNI-Polri tak mungkin dilakukan mengingat tugas TNI dan Polri adalah menjaga keamanan negara.

Editor: Doan Pardede
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Menhan Ryamizard Ryacudu: Lambat atau Cepat, Polisi Nanti akan di Bawah Kementerian 

TRIBUNKALTIM.CO - Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu mempertanyakan pihak yang meminta personel TNI-Polri ditarik dari Papua dan Papua Barat.

Ryamizard mengatakan, penarikan TNI-Polri tak mungkin dilakukan mengingat tugas TNI dan Polri adalah menjaga keamanan negara.

Ia pun berpegang pada pertanyaan presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri bahwa 'seribu kali pejabat gubernur di Papua diganti, Papua tetap di sana.

Tetapi satu kali TNI dan Polri ditarik dari tanah Papua, besok Papua merdeka.

"Ini yang jadi acuan kita, karena banyak sekali orang yang menyuruh-nyuruh tentara pulang. Ini ada apa maksudnya?," kata Ryamizard dalam rapat bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019).

Ryamizard mengatakan, TNI memiliki tugas untuk menjaga keamanan dan kedaulatan negara.

Ia menegaskan, tidak ada kompromi apapun terhadap musuh yang ingin mencoba mengganggu keutuhan NKRI.

• Hasil Akhir Thailand vs Vietnam, Peluang Indonesia Semakin Berat

• Mobil Esemka Siap Diluncurkan Besok, Berikut Kisaran Harganya

• Contoh Soal CPNS 2019 dan P3K/PPPK Ramai Beredar Jelang Pendaftaran Dibuka, Begini Tanggapan BKN

• Di Depan Anies Baswedan, Hotman Paris Mengaku Takut Ibu Kota Dipindah dari Jakarta

"Perlu kita ketahui, kalau TNI melaksanakan tugasnya, maka tak ada kompromi. Musuh negara harus dihancurkan," ujar dia.

Selanjutnya, Ryamizard mengatakan, saat ini ada tiga ancaman dalam pertahanan negara, yaitu pertahanan nyata, belum nyata dan sangat nyata.

Ia pun mengatakan, ancaman yang paling berbahaya berupa ancaman pada pola pikir atau mindset seluruh warga negara terkait pemisahan suatu wilayah dari NKRI.

"Dan ancaman ketiga yang paling berbahaya adalah ancaman mindset seluruh rakyat negara Indonesia yang berusaha memecah belah, yakni ancaman terhadap Pancasila dan segala bentuk ancaman pemisahan diri terhadap NKRI," pungkas dia.

Komisi I panggil Menlu

Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyari mengatakan, pihaknya akan memanggil Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi terkait adanya Warga Negara Asing ( WNA) asal Australia yang kedapatan ikut berunjuk rasa menuntut Papua merdeka.

Baca juga :

Bikin Video Menghasut Tentang Kerusuhan Papua, Youtuber Ditangkap Polda Jatim

Kasus Deiyai Papua, Kapolri Bentuk Tim Gabungan Pencari Fakta, Libatkan Komnas HAM dan Propam

"Kita mau panggil Menlu dulu tanggal 5," kata Kharis saat dihubungi, Senin (2/9/2019).

Kharis mengatakan, tidak sepatutnya empat warga neagra Australia Ikut berunjuk rasa menuntut Papua merdeka.

Sebab, hal tersebut menyangkut persoalan internal NKRI.

Selain itu, Ia berpendapat, kasus empat orang WNA tersebut menandakan sudah ada campur tangan asing.

Oleh karena itu, harus ada tindakan serius.

"Dan ini harus disikapi secara serius dengan meningkatkan upaya diplomasi," ujarnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusa mendeportasi empat warga negara asing asal Australia dari Sorong, Papua, Senin (2/9/2019).

"Benar (ada pendeportasian WNA Australia)," kata Kepala Subbagian Humas Ditjen Imigrasi Kemenkumham Sam Fernando saat dikonfirmasi Kompas.com.

Empat WNA asal Australia yang dideportasi tersebut adalah:

- Baxter Tom (37 tahun)

- Davidson Cheryl Melinda (36)

- Hellyer Danielle Joy (31)

- Cobbold Ruth Irene (25).

Baca juga :

Veronica Koman Ditetapkan jadi Tersangka, Disebut Provokasi Rusuh di Papua Lewat Media Sosial

Kaitan Joshua Wong hingga Pendukung Ahok, 7 Fakta Sosok Veronica Koman Tersangka Kerusuhan Papua

Dalam keterangan yang diterima Kompas.com, keempat WNA tersebut dideportasi karena kedapatan mengikuti aksi unjuk rasa menuntut kemerdekaan Papua.

"Terpantau mengikuti aksi demonstrasi OAP (orang asli Papua) menuntut Papua merdeka di Wali Kota Sorong pada 27 Agustus 2019," bunyi keterangan tersebut yang telah dikonfirmasi oleh Sam.

Keempat WNA itu dideportasi melalui Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, sekitar pukul 07.00 WIT.

Mereka didampingi empat petugas imigrasi.

(*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved