Singgung Soal Kedekatan dengan Teman dan Musuh, Ucapan Irjen Firli saat Diuji di DPR Ini Buat Riuh

Capim KPK Irjen Pol Firli Bahuri mengemukakan soal pengelolaan konflik jika ada potensi resistensi dari pegawai KPK.

Editor: Doan Pardede
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019). Uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK akan berlangsung selama dua hari yaitu pada 11-12 September 2019. 

Sontak, anggota Komisi III yang berada di dalam ruangan riuh rendah oleh kalimat tersebut.

Tak ketinggalan rekan-rekan Firli dari Polri yang duduk di balkon Komisi III

Mendaftar sebagai capim KPK, Firli mengaku karena mencintai Indonesia dan lembaga antirasuah tersebut.

Bahkan, dia juga mengutip barisan sajak yang ditulis Ir. Soekarno.

"Seketika saya mendengar deburan ombak mengempas pantai. Saya bukan hanya mendengar deburan ombak, tapi saya mendengar suara Indonesia. Seketika saya melihat luasnya lautan. Saya tidak hanya melihat luasnya lautan, tapi saya melihat Indonesia," pungkasnya.

Enggan Komentar tapi percaya diri bakal jadi ketua atau komisioner KPK

Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irjen Firli Bahuri mengatakan, syarat-syarat penghentian suatu perkara telah diatur dalam undang-undang.

Ketentuan itu dimuat dalam Pasal 109 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

Pernyataan Firli ini disampaikan saat menjawab pertanyaan wartawan tentang rencana DPR merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, perihal kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan ( SP3) untuk perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai selama satu tahun.

"UU Nomor 8/81 menyatakan Pasal 109 Ayat 2 dikatakan apa saja yang harus dihentikan," kata Firli usai menjalani proses uji kepatutan dan kelayakan capim KPK di Komisi III DPR, Jakarta, Senin (9/9/2019).

Firli mengatakan, dalam Pasal 109 Ayat 2 disebutkan bahwa dalam hal penyidik menghentikan penyidikan, disebabkan karena tidak terdapat cukup bukti, peristiwa yang diperiksa ternyata bukan tindak pidana, dan tersangka meninggal dunia.

Ketentuan tersebut, kata Firli, harus menjadi pedoman.

Kendati demikian, Firli enggan berkomentar tentang setuju tidaknya dia terhadap rencana DPR merevisi UU KPK.

Ia hanya menyebut, segala sesuatu harus dijalankan dengan landasan hukum.

"Negara kita adalah negara hukum dan dijamin UUD 1945, di situ Negara Indonesia berdasarkan hukum, artinya segala sesuatu dijalankan hukum, tidak ada yang menjadi persoalan," kata dia.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved