Imam Nahrawi Tersangka

Ungkap Seperti Apa Sosok Imam Nahrawi, Sang Adik Tantang KPK Tunjukkan Alat Bukti dan Bukan Asumsi

Syamsul Arifin, saudara kandung Imam Nahrawi meminta pihak KPK membuka alat bukti yang menjerat sang kakak sehingga ditetapkan sebagai tersangka.

Editor: Doan Pardede
KOMPAS.COM
Menpora Imam Nahrawi (kiri). 

TRIBUNKALTIM.CO -  Syamsul Arifin, saudara kandung Imam Nahrawi meminta pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka alat bukti yang menjerat sang kakak sehingga ditetapkan sebagai tersangka.

Syamsul Arifin menjelaskan, alat bukti yang disampaikan oleh juru bicara KPK Febri Diansyah hanya sekedar wacana bahkan intimidasi yang disampaikan ke publik.

"Saya melihat bahwa itu bukan bukti, beda, asumsi dengan bukti itu beda. Mohon maaf tadi saya tidak mendengar apa yang disampaikan oleh Febri terkait dengan yang disampaikan, tapi sedikit hanya melihat dari mimiknya saja," kata Syamsul Arifin pada tayangan Apa Kabar Indonesia Malam, Kamis (19/9/2019).

Baca juga :

Mahfud MD: Imam Nahrawi Sahabat Saya yang Baik, Mudah-mudahan Kuat, Bersabar, Berani dan Tegar

Sebut Imam Nahrawi Tersangka Bisa Tuai Penilaian Buruk, Fahri Hamzah: KPK Dianggap Tempat Main-main 

Dilansir TribunnewsBogor.com dari Youtube Talk Show tvOne Jumat (20/9/2019), penetapan Imam Nahrawi sebagai tersangka menurut Syamsul Arifin tidak cukup bukti.

"Jadi bahwa fakta persidangan orang mengakui bahwa ini uang misalnya untuk si A, si B lewat si A lewat si B, saya asumsikan dengan eh dia itu berzinah, dia itu sudah 3 kali di tempat ini tapi tidak ada bukti, tidak ada saksi, kemudian kita sebut zinah. Lantas bagaimana hukumnya? Baik secara agama maupun negara," bebernya.

Kemudian ia menyoal mengenai proses penyidikan pada bulan September.

"Ketika orangnya sedang berangkat haji, loh emang sudah daftarnya dari mulai 2011, dan kemarin waktunya berangkat. Antrenya saja sudah berapa tahun, dan kemudian itu dianggap sebuah pelanggaran yang jelas-jelas alasannya jelas," katanya.

Kemudian soal pemanggilan yang sudah dilakukan KPK selama tiga kali, ia menyebut kalau kakaknya itu pejabat publik yang memiliki banyak agenda.

"Ini karena pejabat negara, tentunya karena panggilan ada acara, kemudian kebetulan sudah ada agenda, terus kemudian tahu-tahu belum ada pengumuman apa-apa ya kan, langsung kemudian ditetapkan seperti itu. Nah itu tentunya kemudian menjadi sebuah kekagetan," jelasnya.

Ia pun menegaskan kalau pihaknya mempertanyakan alat bukti yang dimiliki KPK.

Selain itu, ia juga menyoal mengenai legitimasi KPK, di mana beberapa hari yang lalu ada pimpinan yang mengundurkan diri.

"Kemarin ada yang mengundurkan diri, kemarin sudah ada mandat kepada pemerintah kepada presiden dalam hal ini, saya justru bingung, yang namanya kerja kolektif kolegial itu kayak apa gitu loh. Saya orang bodoh soal hukum, mohon maaf Mas Febri, tapi ketika bicara kolektif kolegial itu kemudian tentunya berdampak pada kebijakan-kebijakan dan yang dikeluarkan terutama soal keputusan hukum," katanya.

Baca juga :

Bantahan-bantahan Imam Nahrawi Sebelum Ditetapkan Tersangka, Jaksa: Ada Permufakatan Jahat Diam-diam

Imam Nahrawi Mundur Sebagai Menpora, Pegawai Menangis Saat Acara Perpisahan

Menanggapi hal itu, Febri Diansyah pun kembali menjelaskan bahwa proses penyidikan sudah dimulai sejak 28 Agustus 2019.

"Artinya sekitar kurang lebih hampir sebulan yang lalu. Baru kami umumkan kemarin karena ada sejumlah kegiatan yang hrus dilakukan oleh KPK, pemeriksaan saksi ataupun pemeriksaan tersangka asisten Menpora, bahkan per tanggal 11 September kemarin sudah dilakukan penahanan selama 20 hari pertama terhadap tersangka lainnya," jelas Febri Diansyah.

Ia pun menilai kalau kasus tersebut tidak ada hubungannya dengan adanya pimpinan KPK yang mengundurkan diri.

"Jadi kalau dilihat dari apa yang terjadi belakangan, seminggu belakangan tentu tidak ada relevansinya karena keputusan itu diambil pada tanggal 28 Agustus 2019," katanya.

Bahkan dalam hitungan hari, kata dia, sebenarnya KPK sudah memberi tahukan pada tersangka, karena tersangka memiliki hak untuk mendapatkan surat pemberitahuan atau semacam tembusan dari surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan yang bersangkutan sebagai tersangka.

"Artinya sudah jauh lebih awal mengetahui informasi ini, jadi kalau disampaikan secara jujur sebenarnya sudah lama tersangka mengetahui itu, tapi kami tentu tidak bisa menyampaikan kepada publik secara langsung karena ada kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan terlebih dahulu," ungkapnya.

Baca juga :

Pasca Mundur dari Menpora, Imam Nahrawi Langsung Kemasi Barang Pribadi di Rumah Dinas

Imam Nahrawi Tersangka, 3 Agenda Olahraga Terdekat Ini Diharapkan Tak Terganggu, Satunya di Filipina

Ia juga menegaskan, untuk proses pemeriksaan di penyelidikan itu tiga kali sebenarnya kesempatan sudah diberikan.

"Memang di tahap penyelidikan ini tidak istilah upaya paksa, tapi pemeriksaan pihak-pihak itu sekaligus bisa memberikan ruang bagi yang bersangkutan untuk misalnya menyangkal atau membantah sejak awal dugaan-dugaan penerimaan tesebut, tapi tiga kali kesempatan itu tidak digunakan, misalnya pada 31 Juli, 2 Agustus dan 21 Agustus," bebernya.

Lebih lanjut menurut dia, ada tiga kali permintaan keterangan yang dilakukan pada tahap penyelidikan tersebut.

"Sehingga setelah KPK menemukan bukti permulaan yang cukup, kami tentu tidak melihat dan tidak boleh membedakan orang-orang karena jabatannya, karena prinsip hukum itu berlaku untuk semua," katanya.

Tak hanya itu, Febri Diansyah juga mengatakan bahwa dalam konteks ini benar bahwa kita sedang bicara tentang azas praduga tak bersalah sampai nanti hakim membuktikan bersalah.

"Nah itulah semestinya argumentasi-argumentasi yang disampaikan, perlawanan yang diberikan adalah di bidang hukum, silahkan saja dibantah nanti dalam proses pemeriksaan hingga proses persidangan nanti. Persidangan kan nanti terbuka untuk umum, kita saling menguji bukti-bukti apa yang dimiliki oleh KPK," katanya.

Baca juga :

Perpisahan di Kantor Menpora Diwarnai Isak Tangis, Ini Kata Jokowi soal Pengganti Imam Nahrawi

Imam Nahrawi Tersangka, 3 Agenda Olahraga Terdekat Ini Diharapkan Tak Terganggu, Satunya di Filipina

Kemudian, Febri Diansyah juga meyakini kalau KPK memiliki alat bukti yang cukup.

"Kami meyakini memiliki alat bukti tersebut, minimal ada dua alat bukti, tapi kami yakini, kami memiliki lebih dari dua alat bukti," tandasnya.

Kemudian host pun menyinggung soal hukum rimba yang sempat diutarakan oleh Syamsul Arifin.

"Oh hukum rimba, jangan salah persepsi dong. Ketika KPK punya kekuatan di dalam yang kemudian mengenyampingkan UU, aturan, maka sama halnya dengan itu melaksanakan hukum rimba, sehingga sama-sama begitu, sama-sama tidak menghormati proses hukum kan lebih baik diberlakukan hukum rimba, itu pun kalau disetujui, namanya juga usulan," kilahnya.

Syamsul Arifin pun mengatakan kalau ia menghargai apa yang disampaikan oleh Febri Diansyah sebagai penegak hukum.

Ia berharap KPK betul-betul bekerja sesuai hati nurani dan betul-betul sesuai prosedur yang ada.

"Nah tinggal persoalannya sekarang begini, alat bukti itu harus kita tahu dong, masyarakat harus tahu, biar tidak ada asumsi, tidak ada kesimpulan bahwa KPK ini dzolim, tidak ada kesimpulan seperti itu. Dan kami sangat menghargai lembaga yang namanya KPK, kami bangga punya KPK di negeri ini, nah sehingga masyarakat harus tahu salahnya menpora itu ini, sehingga ditetapkan sebagai tersangka, alat buktinya ini," bebernya.

Pun ia tak setuju dengan pernyataan Febri Diansyah yang mempersilahkan pihak Imam Nahrawi untuk menyampaikan perlawanan di bidang hukum.

"Mohon maaf saya tidak sepakat, Imam Nahrawi bukan tipikal yang melawan terhadap bangsa dan negara ini, bukan, jadi kalau bahasa Anda silahkan melawan, kami kurang sepakat ya, kami bukan perlawanan tapi kami ini juga mempunyai hak hukum di negara yang kami cintai ini. Jadi bukan bahasa perlawanan, bukan tipikal kami," ujarnya.

Ia pun menduga kalau penetapan Imam Nahrawi sebagai tersangka ini bemuatan politis.

"Seyogyanya soal peroalan hukum ya ayo diselesaikan secara hukum, dan semoga saya berharap semoga tidak ada tendensi apa-apa di balik itu, karena apa, kami pun juga melek, kami melihat bahwa juga ada kasus-kasus yang dilakukan di KPK, yang sedang ditangani di KPK itu tidak sama dengan apa yang terjadi pada Mas Imam ini, sehingga kesimpulan kami berasumsi kok nuansa politis banget, bukan hukum, tapi ini sekedar asumsi. Makanya ketika KPK menyampaikan bukti tentunya kami akan menghormati, karena Imam Nahrawi hanya manusia biasa, bukan malaikat," katanya.

(*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved