6 Fakta Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP, Bukan Buat Kaltim Saja Sampai Sepatu Melayang
Sebenarnya, unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP di Kota Samarinda bukan langkah gerakan awal. Demo mahasiswa di DPRD Kaltim ricuh
Penulis: Ilo |
Para elemen masyarakat sipil dan mahasiswa melakukan unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP di Kalimantan Timur melapor ke DPRD Kaltim bukan tanpa alasan yang jelas.
Sebab DPRD Kaltim itu representatif wakil rakyat yang ada di Kalimantan Timur.
Memang benar isu yang bergulir itu ada di pusat, urusan nasional namun DPRD Kaltim merupakan bagian dari pemerintah perwakilan dari Kalimantan Timur.
Tentu wajib menjembatani, memberikan ruang aspirasi untuk disampaikan dan ikut diperjuangkan ke tingkat pusat.
"Ini merupakan aspirasi rakyat, kemana lagi kalau bukan ke mereka kita mengadu," ujarnya.
Menaggapi hal itu, DPRD Kaltim menyatkan, akan siap mengaspirasikan masukan yang disampaikan ke DPRD Kaltim.
Rusman Yakub, anggota DPRD Kaltim, dengan mewakili 8 Fraksi mengaku siap megawal aspirasi rakyat, asal mahasiswa mau mengikuti aturan yang disampaikan.
"Saya kira kalau soal aspirasinya, kita juga sudah sangat setuju ya, artinya itu wajar mahasiswa kalau tidak menyampaikan aspirasi itu bukan mahasiswa," tuturnya.
4. Munculnya Kericuhan Lantaran Beda Pemahaman Teknis
Aksi unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP yang berlangsung ricuh tersebut, dikarenakan adanya perbedaan pemahaman antara massa aksi, aparat dan anggota DPRD Kaltim.
Perwakilan DPRD Kaltim Rusman Yakub menjelaskan, terjadinya kericuhan hanya persoalan berbeda pemahaman teknis saja.
"Bagaimana mau bertemu, belum ada pertemuan dengan mahasiswa saja seperti tadi kan di pertama, dia minta kita keluar oke kita keluar, eh malah begitu. Kita sudah sampaikan bahwa kita sesungguhnya siap menerima aspirasi mahasiswa, cobalah didengar dulu seharusnya," ujar Rusman, Senin (23/9/2019).
"Kita minta perwakilan, karena tidak mungkin kita layani seribuan orang di situ kan, efektivitas nya dari mana, kan begitu tapi tapi dia enggak mau," tambahnya.
Rusman menjelaskan, pihaknya tidak akan memahami apa yang diaspirasikan mahasiswa, bila massa terus beraspirasi sambil bersahut-sahutan.
"Kita belum tahu ini, hanya baru dalam bentuk tulisan aspirasi mereka, kita belum tau yang sesungguhnya apa mau mereka, oleh karena itu kami berinisiatif dari delapan fraksi keluar karena kami ingin merasakan sama seperti yang mereka rasakan, tapi mereka tidak mau ditemui, dan maunya harus masuk semua," ungkapnya.