Presiden BEM UGM Sebut Moeldoko dan Fahri Hamzah Kudet, 'Gak Ada Istilah Mahasiswa Lagi Tidur Siang'
Program Mata Najwa tadi malam menayangkan adegan adu argumentasi antara tokoh mahasiswa dengan Moeldoko dan Fahri Hamzah
Presiden BEM UGM Sebut Moeldoko dan Fahri Hamzah Kudet, 'Gak Ada Istilah Mahasiswa Lagi Tidur Siang'
TRIBUNKALTIM.CO - Program Mata Najwa tadi malam menayangkan adegan adu argumentasi antara tokoh mahasiswa dengan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko dan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah.
Awalnya Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menanggapi meningkatnya jumlah dan skala demo yang saat ini terjadi.
Sebagaimana diketahui aktivitas demo meningkat untuk menolak Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Revisi Undang-undang KPK.
• Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP di Samarinda, 9 Mahasiswa Jatuh Pingsan Lantaran Hal Ini
• BREAKING NEWS - Siswa Ikut Demo Bersama Mahasiswa di Depan DPRD Kaltim, Sejak Awal Sudah Memanas
• Sebut KPK Bisa Menghambat Upaya Investasi, Moeldoko Akhirnya Memberikan Penjelasan
• Momen Najwa Shihab Skak Mat Fahri Hamzah di Mata Najwa, Langsung Dijawab Bang Fahri
Dilansir TribunWow.com dari acara Mata Najwa, mulanya, Najwa Shihab sebagai presenter bertanya mengapa kuantitas demo semakin meningkat, Rabu (25/9/2019).
"Tapi eskalasinya meningkat, apakah itu artinya tidak tersampaikan atau presidennya tidak mendengar, atau atau ini sesuatu yang lain lagi?"
"Bagaimana Anda mengomentari eskalasi demo mahasiswa," tanya Najwa Shihab.
Namun, Moeldoko menjawab itu mungkin karena mahasiswa rindu sudah tidak lama melakukan aksi demo.
"Ya mungkin temen-temen mahasiswa nostalgia juga kali ya karena setelah sekian lama tidak pernah ketemu begitu," kata Moeldoko.
"Hanya nostalgia ini Pak Moel eskalasinya?," tanya Najwa Shihab lagi.
"Ini hanya nostalgia saja, temen-temen Mahasiswa?," ujar Najwa Shihab sambil menengok mahasiswa.
"Pentinglah," jawab Moeldoko.
Moeldoko lantas membantah bahwa pihaknya merendahkan mahasiswa.
"Ada kesan merendahkan perjuangan mahasiswa ini kalau hanya dibilang nostalgia?," tanya Najwa Shihab.
"Bukan, bukan merendahkan, karena sudah lama enggak turun ke lapangan," bantah Moeldoko.
Mendengar itu, Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah yang ikut adil langsung membantu menjelaskan apa yang dimaksudkan Moeldoko.
Fahri Hamzah lantas membeberkan slogan aktivis Soe Hok Gie yang biasa di kalangan mahasiswa
"Nak dulu Gie (So Hok Gie) ada yang namanya 'Buku Pesta dan Cinta' itu biasa saja itu," ucap Fahri Hamzah.
"Jadi suara-suara ini biasa?," tanya Najwa Shihab memastikan.
Fahri Hamzah menjelaskan, hal normal untuk mahasiswa memperjuangkan gerakannya dengan bersuara atau berdemo.
"Kaum pergerakan itu harus sering ketemu untuk memperjuangkan," lanjut politisi PKS ini.
Kemudian, menanggapi pertanyaan Moeldoko dan Fahri Hamzah, Presiden Mahasiswa BEM KM Universitas Gadjah Mada (UGM) M Atiatul Muqtadir.
Muqtadir menjawab bahwa Jenderal itu salah.
Muqtadir menjawab bahwa demo mahasiswa itu setiap tahun dilaksanakan.
"Agak salah atau agak kurang update (kudet) ya Pak Moeldoko sama Bung Fahri karena kalau lihat aksi-aksi mahasiswa itu terjadi tiap tahun bener enggak ?," kata Muqtadir.
"Jadi enggak ada istilahnya mahasiswa lagi tidur siang, mahasiswa," imbuh dia.
Namun, Moeldoko meralat kembali pernyataannya bahwa demo bukan jarang terjadi namun lebih bermaksud pada demo yang lebih besar.
"Skalanya ini bung, biasanya skala kecil, ini skala besar bung, ini bagus lah," jawab Moeldoko.
Membenarkan Moeldoko, namun Muqtadir mengatakan bahwa semakin banyak demo maka semakin banyak kelemahan yang terjadi di pemerintah.
"Artinya, kalau saya bilang kayak gini peningkatan kuantitas dan kualitas atas aksi mahasiswa sejalan dengan menurunnya pengelolaan pemerintah," ungkap Muqtadir.
Selain itu, Muqtadir juga menyinggung pernyataan Moeldoko yang menganggap kritik itu biasa.
"Dan tadi Pak Moeldoko menyampaikan, demo bukan haram, oke demo bukan haram."
"Tapi kok temen-temen kita sedang ditahanin kepolisian, bahkan ada yang makan di suatu restoran kena sweeping (razia) gitu, katanya enggak haram?," singgungnya
Moeldoko menjelaskan hal itu terjadi lantaran sisi psikologis dari aparat keamanan.
Biasanya itu terjadi lantaran tensi petugas yang awalnya normal bisa meningkat jika demo tak kunjung selesai.
"Situasi psikologi baik itu pelaku demo maupun pelaku aparat. Situasi awalnya fresh, begitu kena matahari mulai lapar, mulai haus terus dan seterusnya, tuntutannya belum ada keputusan maka tensi meningkat," jawab Moeldoko.
"Tensi menigkat menyebabkan uncontroll (tidak terkontrol) sehingga pada jam-jam terntentu, titik kulminasi itulah mulai terjadi, situasi yang enggak bagus."
"Sama dengan begitu, aparat juga manusia Bung bukan Dewa, dia juga titik punya kulminasi," jelas Moeldoko
Lihat videonya mulai menit ke-4:11:
Minta RKUHP Ditolak, Bukan Ditunda
Sehari sebelumnya, Presiden Mahasiswa BEM KM UGM M Atiatul Muqtadir mengungkapkan para mahasiswa tidak menginginkan penundaan pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Revisi Undang-Undang (RUU) Pemasyarakatan.
Hal itu disampaikan Muqtadir di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (24/9/2019).
Muqtadir mengatakan, saat mendengar presiden menunda pengesahan RKUHP dan RUU, dirinya mengaggap kata tunda itu adalah bahasa politik.
"Kalau kita lihat sebenarnya, kalau saat (sidang) paripurna itu adanya tolak atau terima gitu enggak ada tunda," ujar Muqtadir.
"Jadi ketika itu disampaikan tunda, apalagi kalau baca beritanya itu ditunda tiba-tiba ada steatmen," kata Muqtadir.
"Ya kan kita masih punya masa waktu paripurna sampai 30 September, padahal mahasiswa enggak ingin ditunda, mahasiswa itu pengen tolak," sambungnya.
Muqtadir mengatakan para mahasiswa yang menggelar aksi demo itu ingin RKUHP dan RUU dibuat ulang dengan melibatkan akademisi serta masyarakat.
"Bukan hanya tolak tuntutan kami yang sampai hari ini tadi tidak mau ditemui oleh DPR yang terhormat itu bukan hanya sekadar menunda," jelas dia.
"Tapi setelah ditunda nanti dibahas ulang dan melibatkan akademisi, melibatkan masyarakat," lanjutnya.
Ia pun menjelaskan mengapa mahasiswa turun lagi ke jalan padahal sudah ada penundaan.
"Kami tidak ingin demokrasi atau perjalanan demokrasi kita ini menghasilkan hukum yang represif," ungkapnya.
"Apa itu hukum yang dibentuk dalam, kalo misalnya bahasa Inggrisnya itu splendid solution, jadi seharusnya dalam demokarasi itu kita menghasilkan produk hukum yang responsif," sambungnya.
Muqtadir menuturkan ada tiga kriteria dalam menghasilkan produk hukum yang responsif.
Tiga kriteria itu adalah partisipatif, aspiratif dan presisi.
"Nah kalau kita lihat di pasal-pasal RKUHP tentang makar tentang penghinaan presiden termasuk juga tentang living low, itu adalah pasal-pasal yang katakanlah karet," ungkap Muqtadir.
"Sehingga nanti bisa jadi menjadi tafsirannya itu yang berpotensi ditafsirkan oleh pemerintah sehingga mengkriminalisasi orang-orang yang katakanlah tidak suka dengan pemerintah atau berbeda pandangan."
Ia juga menegaskan bahwa mahasiswa bukan lah manusia yang bodoh, mereka adalah gerakan terpelajar.
Muqtadir sangat menyayangkan saat gerakan mahasiswa justru ditabrak dengan isu-isu yang tidak benar.
"Kita ditunggangi si A, kita ditunggangi si B, loh kita bicara substansinya kok malah dituduh ditunggangi A, B, C, D, tapi substansinya tidak pernah dibahas sama kawan-kawan mahasiswa," ungkap dia.
"Bahkan tadi ada, kalau saya bilang ya memang hati-hati penipuan sih, kenapa kita memang harus terus mengawal," ujar Muqtadir.
"Karena tadi kawan-kawan masuk hari kemarin 23 (September 2019), pas diterima sama perwakilan dari DPR waktu itu Pak Masinton ya."
"Kemudian disampaikan bahwa tidak pernah ada kesepakatan dengan Sekjen DPR, padahal hari kamis 19 Septermber, kawan-kawan yang aksi ini pernah membuat kesepakatan dengan Sekjen DPR," sambungnya.
Muqtadir mengungkapkan mengapa harus tetap mengawal lantaran DPR sering berbohong.
Ia menjelaskan para mahasiswa turun bukan karena ditunggangi oknum tertentu tapi karena gelisah dengan tindakan DPR.
Selain itu mahasiwa menggelar aksi protes juga sebagai gerakan moral serta intelektual.
• Mata Najwa Malam Ini, Najwa Shihab Undang Ketua DPR RI Bambang Soesatyo Dialog dengan Mahasiswa
• Ketua BEM Jawab Siapa Massa yang Membakar hingga Jatuh Korban, Yasonna Langsung Alihkan Mifkrofon
• Profil Ketua BEM UI Manik Marganamahendra, Lantang Sebut DPR Sebagai Dewan Pengkhianat Rakyat
• Viral Video Ketua BEM UI Sebut Dewan Pengkhianat Rakyat, Yenny Wahid Bereaksi: Hidup Mahasiswa!
Muqtadir menegaskan kembali mahasiswa tidak hanya melakukan aksi penolakan terhadap kebijakan baru pemerintahan.
Namun juga ingin ke depanya peraturan perundang-undangan dalam dunia demokrasi dibahas secara baik sehingga menghasilkan hukum yang responsif bukan represif.
"Kenapa karena hukum yang represif akan menghasilkan suatu jurang di dalam sistem sosial antara kehendak pemerintah dan rakyatnya yang ini sangat berbahaya," kata Muqtadir.
"Sehingga mosi tidak percaya yang dihasilkan di Gejayan memanggil di bengawan melawan ataupun di daerah-daerah lainnya itu jangan dipandang sebagai hal biasa."
"Itu adalah hasil dari kegelisahan publik bahwasanya hari ini negara kita tidak baik-baik saja dan tidak dikelola dengan prinsip yang demokratis," pungkasnya.
Lihat video selengkapnya pada menit ke 8:35:
(*)