Gerakan 30 September

Pierre Tendean Pasang Badan Demi Sang Jenderal, Mengaku AH Nasution kepada Pasukan Cakrabirawa

Mereka adalah Jenderal AH Nasution, Jenderal Hartawan, dan Jenderal Kadarsan. Berkat kerja keras dan kemampuannya, Pierre Tendean dipandang unggul.

Editor: Budi Susilo
KOMPAS.COM/Wienda Putri Novianty
Diorama penculikan Pierre Tendean di museum Dr. A. H. Nasution, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2017) 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Tragedi dini hari pada 1 Oktober 1965 mengakhiri hidup Pierre Tendean dengan tragis, ia menjadi salah satu korban keganasan sejarah berdarah, yang di zaman orde baru disebut dengan istilah G30S/PKI.

Pierre Andries Tendean, merupakan anak dari pasangan AL Tendean, seorang dokter dari Minahasa, dan ME Cornet, wanita Indo berdarah Prancis.

Sejak kecil, Pierre Tendean selalu memiliki tekad menjadi seorang tentara.

 Namun, orang tuanya sempat lebih mengarahkan Pierre Tendean untuk menjadi seorang dokter atau insinyur.

Walaupun begitu, Pierre Andreas Tendean tetap teguh pada tekadnya menjadi TNI.

Ia masuk Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada 1958 dan lulus pada 1961.

Setelah lulus, Pierre Tendean berpangkat letnan dua.

Setahun bertugas di Meda, Pierre Tendean pun menjalani pendidikan intelijen di Bogor.

Usai mengenyam pendidikan intelijen Pierre Tendean menjadi seorang mata-mata.

Ia sempat ditugaskan melakukan penyusupan saat adanya konfrontasi Indonesia-Malaysia.

Di Museum Inilah Foto-foto Kapten Pierre Tendean yang Ganteng Terbingkai Rapi

Berkat kerja keras dan kemampuannya, Pierre Tendean dipandang sebagai TNI yang unggul.

Dikutip Tribunjabar.id dari Kompas.com, hal ini terbukti dari berebutnya tiga jenderal untuk menjadikan Pierre Tendean sebagai ajudan.

Mereka adalah Jenderal AH Nasution, Jenderal Hartawan, dan Jenderal Kadarsan.

Dari ketiga jenderal itu, Jenderal AH Nasution-lah yang mendapatkan sosok Pierre Tendean.

Hal ini disebabkan Jenderal AH Nasution disebut sangat menginginkan Pierre Tendean menjadi ajudannya.

Akhirnya, Pierre Tendean pun menggantikan ajudan sebelumnya, Kapten Manullang.

Kapten Manullang gugur saat bertugas di Kongo untuk menjaga perdamaian.

Nah, Pierre Andreas Tendean dipromosikan sebagai Letnan Satu (Lettu).

Lettu Pierre Tendean pun menjadi ajudan termuda Jenderal AH Nasution.

Pada usia 26 tahun, ia sudah mengawal sang jenderal ternama.

Punya Karier Militer Cemerlang di Usia Muda, Pierre Tendean Lenyap Dalam Malam Tragis G30S/PKI

Kisah Kapten Pierre Tendean Batal Menikah Karena Dibunuh saat Tragedi G30S/PKI

Tidak hanya mengawal Jenderal AH Nasution, Lettu Pierre Tendean pun akrab dengan putri Jenderal AH Nasution, Ade Irma Suryani.

Potret berdua mereka bahkan terpajang di Museum AH Nasution.

Namun, segala kecemerlangan dalam bidang militer dan masa depan cerah Lettu Pierre Tendean harus berakhir.

Saat itu (30/9/1965) Lettu Pierre Tendean biasanya pulang ke Semarang merayakan ulang tahun sang ibu.

Namun, ia menunda kepulangannya karena tugasnya sebagai pengawal Jenderal AH Nasution.

Ia tengah beristirahat di ruang tamu, di rumah Jenderal AH Nasution, Jalan Teuku Umar Nomor 40, Jakarta Pusat.

Namun, waktu istirahatnya terganggu karena ada keributan.

Kisah Tapol G30S/PKI di Balikpapan, Dituduh Ikut Pemuda Rakyat, Dipecat dari Tentara dan Diisolasi

Kisah tentang Cakrabirawa, Pasukan Elit yang Akhirnya Dibubarkan karena Dianggap Terlibat G30S/PKI

Lettu Pierre Tendean pun langsung bergegas mencari sumber keributan itu.

Ternyata keributan itu berasal dari segerombol orang.

Disebutkan bawah orang-orang yang datang ke rumah AH Nasution adalah pasukan Cakrabirawa.

Mereka pun menodongkan senjata pada Lettu Pierre Tendean.

Lettu Pierre Tendean tak bisa berkutik. Ia dikepung pasukan itu.

Demi melindungi atasan, Lettu Pierre Tendean pun menyebut dirinya sebagai Jenderal AH Nasution.

"Saya Jenderal AH Nasution," ujarnya.

Akhirnya, ia yang dikira Jenderal AH Nasution langsung diculik.

Sementara itu, nyawa putri Jenderal AH Nasution, Ade Irma, tak tertolong karena tertembak.

Pada akhirnya, Lettu Pierre Tendean harus gugur di tangan orang-orang yang menyerangnya.

Meski Pierre Tendean tak lagi bernyawa, kakinya diikat lalu dimasukkan ke dalam sumur, di Lubang Buaya.

Pada usianya yang masih muda, Lettu Pierre Tendean tinggal menjadi kenangan dalam peristiwa mengerikan itu.

Kematiannya memberikan luka mendalam terhadap keluarganya.

Pailan di Balikpapan Dituduh Terlibat dalam G30S/PKI, Ditodong Senjata Api dan tak Dapat Gaji Lagi

Milenial Balikpapan Menatap Suguhan Film G30S/PKI dan Mengenal Arifin C Noer

Padahal, pada November 1965, Lettu Pierre Tendean dijadwalkan akan menikahi Rukmini Chaimin di Medan.

Takdir berkata lain. Ia meninggal dunia mengatasnamakan atasannya di depan para pembunuh itu.

Sebagai bentuk penghormatan, ia pun dinaikkan pangkatnya menjadi kapten.

Kapten Pierre Tendean pun ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada 5 Oktober 1965.

Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul "Pierre Tendean Korbankan Nyawa Demi AH Nasution, Tak Sempat Pulang untuk Rayakan Ulang Tahun Ibunda"

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved