Pemerintah Akan Hapus IMB Gara-gara Dianggap Hambat Investasi, Pakar Hukum Ungkap Sejumlah Persoalan

Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mewacanakan penghapusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan memasukkannya dalam Perpu tentang Omnibus Law.

Editor: Doan Pardede
Kompas.com
ILUSTRASI. Citraland Cirebon - PT Ciputra Development Tbk 

TRIBUNKALTIM.CO - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badang Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mewacanakan penghapusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan memasukkannya dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Omnibus Law.

Sofyan menyatakan hal ini saat Rapat Koordinasi Kadin Bidang Properti, di InterContinental Hotel Jakarta, Rabu (18/9).

IMB dihapus karena dinilai telah menjadi salah satu faktor penghambat investasi, terutama untuk sektor properti.

REI Balikpapan Prediksi Tahun 2020 Laju Properti Meningkat Lantaran Ibu Kota Negara RI di Kaltim

September Harga Properti Agung Podomoro Land Akan Naik, Berharap Jadi Icon Ibu Kota Baru

Wacana Ibukota Negara Pindah ke Kaltim, Saatnya Berinvestasi Properti di Balikpapan

Ada Captive Market 1,5 Juta Orang, REI Lirik Pengembangan Properti di Calon Ibu Kota Baru Indonesia

"Izin IMB itu barangkali tidak diperlukan lagi nanti. Izin-izin yang selama ini merepotkan tidak diperlukan lagi. Tinggal kita buat standar-standarnya saja," kata Sofyan.

Kepala Bagian Humas Kementerian ATR/BPN Harison Mokodompit mengatakan, penghapusan IMB ini akan masuk dalam rencana penerapan Omnibus Law.

"Itu masuk dalam rencana Omnibus Law," kata Harison menjawab Kompas.com, Jumat (20/9).

Terkait hal ini, Direktur PT Ciputra Development Tbk Harun Hajadi tak sepenuhnya setuju IMB dicabut.

Menurutnya, yang peru dilakukan pemerintah adalah mengevaluasi proses penerbitan IMB dan penerapannya pada bangunan yang sudah jadi.

Pasalnya, selama ini di level pemerintah daerah (pemda) baik pemerintah kota (pemkot) maupun pemerintah kabupaten (pemkab), IMB hanya formalitas yang menambah panjang proses birokrasi terkait investasi.

"Seharusnya pemerintah mengecek apakah IMB sudah sesuai dengan peruntukkan dan kriteria-kriteria yang relevan," kata Harun.

Harun mencontohkan rumit dan kompleksnya proses perizinan di Provinsi DKI Jakarta.

Sekalipun pemerintah pusat sudah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XIII guna mendorong bisnis properti, terutama perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bangkit kembali.

Melalui PKE XIII ini, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang menyederhanakan jumlah dan waktu perizinan dengan menghapus atau mengurangi berbagai izin dan rekomendasi untuk membangun rumah MBR, dari semula sebanyak 33 izin dan tahapan, menjadi 11 izin dan rekomendasi.

Dengan pengurangan tahapan itu, maka waktu pembangunan MBR yang selama ini rata-rata mencapai 769-981 hari dapat dipercepat menjadi 44 hari.

"Namun, itu (proses) perizinan ini tidak mengalami perubahan. Apalagi bagi kami yang sangat disiplin mengikuti aturan," tegas Harun.

Jadi, lanjut dia, akan sangat sulit jika IMB dihapuskan begitu saja, meskipun ide ini bagus karena memangkas proses birokrasi.

Harun menegaskan, penghapusan IMB akan berdampak pada outcome yang tidak diharapkan, seperti tata ruang yang semrawut.

"Bagi kami developer, tidak mau hal ini terjadi. Karena kalau semrawut tidak baik untuk properti. Sebaliknya, kota yang tertata akan lebih positif untuk bisnis properti," ucap Harun.

Konsep Omnibus Law sejatinya mengemuka sejak 2017 lalu.

Saat itu, Sofyan melontarkan tentang konsep ini karena tumpang tindih regulasi, khususnya terkait investasi.

Mengutip hukumonline.com, Omnibus Law juga dikenal dengan Omnibus Bill yang sering digunakan di Negara yang menganut sistem common law seperti Amerika Serikat dalam membuat regulasi.

Regulasi dalam konsep ini adalah membuat satu undang-undang (UU) baru untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus.

Ketua Kadin Bidang Properti Hendro S Gondokusumo mendukung semua perizinan yang dinilai pro-bisnis.

"Tetapi, semua perizinan, termasuk IMB, sebaiknya dievaluasi, dan dijadikan lebih sederhana, termasuk proses pengurusan IMB," kata Hendro kepada Kompas.com, Jumat (20/9/2019).

Oleh karena itu, lanjut Hendro, pihaknya akan menunggu aturan yang lebih jelas, dan berharap dalam proses tersebut, pengembang dijadikan mitra dalam melakukan kajian dan diskusi agar hasilnya lebih efektif.

Direktur PT Ciputra Development Tbk Harun Hajadi berpendapat senada.

Menurut dia, yang peru dilakukan pemerintah adalah mengevaluasi proses penerbitan IMB dan penerapannya pada bangunan yang sudah jadi.

Camden House, perumahan dengan konsep baru di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, ini menggabungkan antara konsep komplek mungil, landed house, dan apartement service. (Tabitha/C22) Pasalnya, selama ini di level pemerintah daerah (pemda) baik pemerintah kota (pemkot) maupun pemerintah kabupaten (pemkab), IMB hanya formalitas yang menambah panjang proses birokrasi terkait investasi.

"Seharusnya pemerintah mengecek apakah IMB sudah sesuai dengan peruntukkan dan kriteria-kriteria yang relevan," kata Harun.

Harun mencontohkan rumit dan kompleksnya proses perizinan di Provinsi DKI Jakarta. Sekalipun pemerintah pusat sudah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XIII guna mendorong bisnis properti, terutama perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bangkit kembali.

Melalui PKE XIII ini, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang menyederhanakan jumlah dan waktu perizinan dengan menghapus atau mengurangi berbagai izin dan rekomendasi untuk membangun rumah MBR, dari semula sebanyak 33 izin dan tahapan, menjadi 11 izin dan rekomendasi.

Dengan pengurangan tahapan itu, maka waktu pembangunan MBR yang selama ini rata-rata mencapai 769-981 hari dapat dipercepat menjadi 44 hari.

"Namun, itu (proses) perizinan ini tidak mengalami perubahan. Apalagi bagi kami yang sangat disiplin mengikuti aturan," tegas Harun.

Sejumlah persoalan

Untuk diketahui, IMB adalah benteng terakhir yang harus dikantongi pengembang (juga masyarakat umum) untuk mendirikan sebuah bangunan, baik rumah atau fungsi dan jenis properti lainnya.

Esensi IMB adalah izin pemanfaatan ruang yang paling teknis dan paling terakhir sebelum suatu pembangunan bisa dilaksanakan.

Adapun izin pemanfaatan ruang lain adalah izin prinsip, izin lokasi, dan izin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT).

Kewenangan untuk izin prinsip diserahkan kepada pemda.

Namun, untuk izin lokasi dan IPPT sejatinya diterbitkan sebelum IMB untuk proyek-proyek tertentu atau untuk perolehan tanah yang melebihi skala luasan tertentu.

Nah, jika IMB yang dalam konteks pemanfaatan ruang adalah izin terakhir sebelum suatu pembangunan dilaksanakan, apa esensi ketiga izin sebelumnya?

Apa itu berarti semua izin pemanfaatan ruang juga dihapuskan? Menurut pakar dan pengamat hukum properti Eddy Leks, jika IMB hilang, izin-izin sebelumnya menjadi tidak relevan lagi karena yang paling teknis adalah IMB.

Akibatnya, hal ini akan menimbulkan sejumlah persoalan baru yang tak kalah pelik.

Alih-alih memperlancar investasi properti, malah lebih kompleks kemudian dan berdampak pada persoalan hukum.

"Apakah penghapusan IMB itu berarti semua bangunan yang dibangun di atas tanah dianggap bangunan legal?

Bagaimana kemudian membedakan bangunan yang ilegal atau bangunan liar yang dibangun tidak ada IMB?

Jika tidak ada lagi IMB, bukankah justru bangunan-bangunan liar tersebut bisa dianggap legal?" tanya Eddy.

Selain itu, yang menjadi pertanyaan, bagaimana nasib persyaratan pemanfaatan ruang yang diatur dalam peraturan zonasi, seperti koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), rekomendasi kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP), analisisi mengenai dampak lingkungan (AMDAL), analisa dampak lalu lintas, dan izin lingkungan?

Itu semua adalah prasyarat yang harus dipenuhi sebelum IMB dikantongi. Meskipun tidak semua IMB wajib memperoleh hal tersebut.

Namun, untuk pengembangan proyek-proyek tertentu dan di zonasi-zonasi tertentu, ketentuan-ketentuan tersebut menjadi relevan. Jika IMB hilang, bagaimana pengawasan terhadap pembangunan dilaksanakan oleh pemda?

Bukankah akan lebih mudah dan bijaksana “mencegah” daripada “mengobati”? Artinya, tentu lebih bijak melakukan pengawasan sebelum bangunan telah dibangun, dibandingkan, melakukan pembenahan setelah bangunan jadi dan operasional.

Eddy mencoba memahami alur pemikiran Sofyan yang mengatakan bahwa akan ada standardisasi untuk bangunan.

Dia melihat, standar yang dimaksud kemungkinan besar masih akan bersifat umum, meski mungkin akan dibedakan sesuai dengan tipe dan fungsi bangunan. Pengendalian dan pengawasan Hanya, hal tersebut pun bakal menimbulkan dampak lebih luas.

Terutama jika dikaitkan dengan konteks hukum perumahan dan hukum rumah susun. Di dalam UU Perumahan, khususnya dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 11/PRT/M/2019 terkait Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB) dan UU Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, IMB itu adalah prasyarat pemasaran dan penandatanganan perjanjian pengikatan jual beli. 

Dengan hilangnya IMB dan diganti dengan standar-standar tertentu, akan mereduksi atau bahkan menghilangkan aspek perlindungan hukum kepada konsumen selaku pembeli unit rumah atau unit rumah susun. Selain itu, IMB dibuat sebagai syarat pemasaran atau penjualan unit rumah/rumah susun.

Hal itu dimaksudkan agar bentuk bangunan yang dipasarkan di dalam brosur dan iklan tidak berubah atau tidak berbeda dengan apa yang sesungguhnya dibangun kemudian oleh pengembang. Unit-unit yang dijual misalnya, tidak akan berubah menjadi lahan parkir setelah pembangunan.

"Jika IMB hilang, bagaimana konsumen kemudian melakukan pengawasan terhadap pembangunan?" kata Eddy.

Menurut Eddy, untuk mengatasi persoalan pelik dan rumitnya perizinan guna menarik investasi properti lebih banyak, pemerintah cukup menghilangkan instrumen izin pemanfaatan ruang lainnya seperti izin prinsip, izin lokasi, dan IPPT.

Ketiga izin ini tidak diperlukan sepanjang setiap daerah sudah mempunyai Rencana Detail Tata Ruang ( RDTR) dan peraturan zonasi (PZ) yang lengkap.

Dengan demikian, pemerintah cukup melakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang melalui penerbitan IMB.

"Tentunya proses perizinan menjadi lebih cepat dan sederhana, tapi pemerintah daerah tetap mempunyai fungsi pengawasan sebelum pembangunan dilaksanakan," tuntas Eddy.

(Kompas.com)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved