Dinkes Balikpapan Imbau Tenaga Kesehatan Tidak Berikan Obat Ranitidin untuk Pasien, Ini Akibatnya
Dinkes Balikpapan Imbau Tenaga Kesehatan Tidak Berikan Obat Ranitidin untuk Pasien, Ini Akibatnya
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Dinkes Balikpapan Imbau Tenaga Kesehatan Tidak Berikan Obat Ranitidin untuk Pasien, Ini Akibatnya
Sesuai perintah penarikan pemerintah melalui surat edaran Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) lantaran obat Ranitidin mengandung bahan yang dilarang,
N-nitrosodimethylamine (NDMA) yang berpotensi memicu kanker.
• BPOM Tarik Obat Lambung Ranitidin, Berpotensi Picu Kanker, Berikut Daftarnya!
• Kemarau, Dinkes Balikpapan Ingatkan Warga untuk Tetap Waspadai DBDdan Diare, Ini Penjelasannya
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Balikpapan mengimbau kepada tenaga kesehatan seperti distributor, rumah sakit, Puskesmas dan klinik di Balikpapan yang masih mempunyai stok Ranitidin
agar tidak mendistribusikan obat raniditin baik injeksi, tablet, maupun sirup kepada pasien.
"Baik untuk Puskesmas, rumah sakit, maupun distributor langsung diimbau agar obat Ranitidin dikarantina, jangan sampe diresepkan kepada pasien," ujar Kepala Kefarmasian Dinas Kesehatan Kota Balikpapan Yogik Wahyudianto saat ditemui wartawan Tribunkaltim.co, di ruangannya, Selasa (15/10/2019).
Ranitidin merupakan obat untuk mengurangi jumlah asam lambung dalam perut.
Imbauan kepada tenaga kesehatan ini dilakukan dengan cara menghubungi instansi-instansi terkait.
"Dihubungi bisa melalui telepon, atau kita juga punya group whatsapp dengan instansi terkait," tambahnya.
Ia mengatakan, pihak Dinkes hanya bisa mengimbau lantaran tak mempunyai wewenang untuk menarik obat-obat tersebut.
Hal itu dikarenakan, yang berhak menarik itu BPOM dan pabrik pemegang izin edarlah yang berwenang untuk menarik peredaran obat-obat tersebut melalui distributor yang sudah ditunjuk oleh pabrik.
Pria asal Tulungagung menjelaskan, namun tidak semua obat Ranitidin dilarang untuk dikonsumsi.
"Tidak semua ya, hanya yang tercemar saja yang tidak boleh dikonsumsi," imbuhnya.
Ia juga menambahkan, BPOM juga menghimbau kepada pabrik yang memproduksi untuk menarik produk Ranitidinnya yang sudah positif tercemar.
Selain itu, BPOM juga menghimbau agar memeriksakan obat Ranitidin lain yang sudah diproduksi secara suka rela.
"Alhamdulillah, pabrik yang memproduksi kooperatif ya, mereka memeriksakan secara suka rela kepada BPOM," pungkas pria berumur 48 tahun itu.
Ia mengungkapkan, saat ini BPOM masih melanjutkan pengujian dan kajian risiko terhadap seluruh produk yang mengandung Ranitidin.
Masyarakat juga dihimbau untuk menunggu perkembangan hasil uji dari BPOM.
Ia berharap, tidak ada obat-obat Ranitidin atau jenis obat lain yang tercemar.
"Semoga tidak ada lagi obat yang tercemar," tutupnya.
• BREAKING NEWS Berenang di Pantai Manggar Balikpapan, Pemuda Asal Tarakan Tenggelam
• Update Terbaru Pasangan Muda Pembunuh Bayi, Kapolsek Balikpapan Utara: Senyum Saja Kaya Tak Ada Dosa
• Anggota DPRD Balikpapan, Taufik Qul Rahman Soroti Gedung Parkir Klandasan, Senilai Rp 98 Miliar
Inilah Daftar 5 Obat Ranitidin yang Mengandung Zat Penyebab Kanker dan Solusi Obat Penggantinya
Diberitakan sebelumnya, BPOM atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia telah memerintahkan penarikan lima produk Ranitidin yang terdeteksi mengandung N-nitrosodimethylamine (NDMA).
NDMA disinyalir sebagai zat yang bisa menyebabkan kanker atau bersifat karsinogenik.
Kelima produk Ranitidin yang terdeteksi mengandung zat penyebab kanker adalah:
1. Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL dengan pemegang izin edar PT Phapros Tbk
2. Zantac Cairan Injeksi 25 mg/mL dari PT Glaxo Wellcome Indonesia
3. Rinadin Sirup 75 mg/5mL dari PT Global Multi Pharmalab
4. Indoran Cairan Injeksi 25 mg/mL
5. Ranitidine cairan injeksi 25 mg/ML dari PT Indofarma
Produk Ranitidin yang diperintahkan penarikannya setelah terdeteksi mengandung NDMA adalah Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL dengan pemegang izin edar PT Phapros Tbk.
Sementara itu, empat produk Ranitidin lainnya ditarik sukarela.
Dilansir dari penjelasan BPOM RI tentang penarikan produk Ranitidin yang tekontaminasi NDMA, Ranitidin sebetulnya telah mendapatkan persetujuan dari BPOM untuk pengobatan gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus sejak 1989.
Pemberian izin tersebut didasari oleh kajian evaluasi keamanan, khasiat dan mutu.
Namun, pada 13 September 2019, BPOM Amerika Serikat (FDA) dan BPOM Eropa (EMA) mengeluarkan peringatan tentang adanya temuan cemaran NDMA dalam kadar rendah pada sampel produk yang mengandung bahan aktif Ranitidin.
"NDMA merupakan turunan zat Nitrosamin yang dapat terbentuk secara alami," ujar siaran pers resmi dari BPOM, 4 Oktober 2019.
Menurut studi global, NDMA memiliki nilai ambang batas 96 ng/hari dan bersifat karsinogenik jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Didasari oleh temuan tersebut, BPOM melakukan pengambilan dan pengujian terhadap sampel produk Ranitidin.
Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian sampel mengandung cemaran NDMA dalam jumlah yang melebihi batas.
BPOM pun menindaklanjuti hasil pengujian dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemegang izin edar produk untuk menghentikan produksi dan distribusi, serta melakukan penarikan kembali seluruh bets produk dari peredaran.
Industri farmasi juga diwajibkan untuk melakukan pengujian secara mandiri terhadap cemaran NDMA dan menarik secara sukarela bila kandungan cemarannya ditemukan melebihi ambang batas yang diperbolehkan.
Terkait pengujian dan kajian risiko, BPOM menyatakan akan melanjutkannya terhadap seluruh produk yang mengandung Ranitidin.
Obat pengganti Ranitidin
Sementara itu, masyarakat yang sedang menjalani terapi pengobatan menggunakan Ranitidin diimbau untuk menghubungi dokter dan apoteker.
Salah satu ahli yang telah dihubungi oleh Kompas.com pada 25 September 2019, yakni Akademisi dan Praktisi Kesehatan Dr Ari Fahrial Syam.
Ia mengatakan, masyarakat juga bisa menggunakan alternatif dari Ranitidin yang lebih kuat dalam menekan asam lambung, seperti:
- omeprazol
- lansoprazol
- rabeprazol
- esomeprazol
- pantoprazol. (kompas.com)