Bukan Kabut Asap, Jarak Pandang di Kabupaten Berau Hanya 200 Meter, Ini Penjelasan BMKG
Bukan kabut asap, jarak pandang di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur hanya 200 meter, ini penjelasan BMKG.
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB – Bukan kabut asap, jarak pandang di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur hanya 200 meter, ini penjelasan BMKG.
Sejak Rabu (16/10/2019) dini hari, sebagian besar wilayah Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur diselimuti kabut yang sangat tebal.
Bahkan hingga berita ini dibuat, pukul 7.45 wita, kabut tebal menyelimuti Sungai Segah dan wilayah daratannya.
• Merapat ke Jokowi, Rocky Gerung Ucapkan Kalimat Tak Pantas ke Prabowo Subianto dan Indonesia
• Video Viral di Facebook, 11 Tahun Pacaran, Pria Ini Datang ke Nikahan Mantan Berderai Air Mata
• Fakta OTT KPK di Kalimantan Timur, Respon Gubernur, Kontraktor Bontang, dan Proyek Jalan Rp 155 M
Kapal-kapal tongkang yang ditarik dengan kapal tug boat berjalan perlahan-lahan.
Karena jarak pandang di sungai lebih rendah jika dibanding jarak pandang di darat.
Kabut terlihat menggumpal dan melekat di atas permukaan air.
Sementara di darat, kendaraan berupa mobil dan motor juga jalan pelan-pelan, karena kabut ini menurunkan jarak pandang.
“Sudah sejak subuh begini, entah kabut asap atau apa.
Tapi tebal sekali,” kata Rahmadi, warga Kelurahan Bedungun, Kecamatan Tnajung Redeb.
Dikonfirmasi, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG Kabupaten Berau memastikan, kabut tebal yang menyelimuti wilayah Kabupaten Berau, bukan kabut asap.
“Untuk wilayah Kabupaten Berau, pada bulan-bulan tertentu, terutama saat peralihan musim kemarau ke musim hujan memag selalu diselimuti kabut,” kata Tekad Sumardi.
“Namun kabut ini bukan kabut asap.
Yang terjadi saat ini adalah uap air yang ada dalam udara dan menempel di permukaan (tanah atau air),” jelasnya.
Tekad Sumardi mengatakan, kabut yang tebal ini berbeda jauh dengan kabut asap yang mengandung sisa-sisa pembakaran yang umumya berbau khas.
Sementara kabut yang disebabkan uap air, cenderung lebih basah.
“Kabut ini sangat berpengaruh terhadap jarak pandang, terutama bagi sistem transportasi darat, laut dan udara.
Dan saat ini jarak pandang mencapai 200 meter,” ungkapnya.
Namun Tekad Sumardi meminta masyarakat tidak khawatir, selama berkendara dengan kecepatan rendah dan berhati-hati.
Kabut uap air ini menurutnya akan hilang dengan sendirinya, ketika matahari sudah mulai terik.
“Kabut ini biasanya terjadi sampai pukul 9.00 wita.
Setelah matahari naik, sehingga terjadi penguapan akibat suhu udara rendah dan kelembapan udara tinggi,” paparnya.
Kabut ini terjadi karena suhu udara yang dingin, sementara aliran udara rendah.
Kabut partikel air merupakan fenomena yang biasa terjadi di Kabupaten Berau.
Karakteristik hutan tropis membuat kabut sering muncul saat malam dan pagi hari. Kabut partikel air jauh lebih pekat dari kabut asap karena partikel air memang lebih padat daripada asap.

Pernah Dilanda Kabut Asap
Kabupaten Berau telah diguyur hujan sesuai prediksi BMKG Berau sejak Sabtu (21/10/2019).
Warga pun kembali ikut Car Free Day setelah kabut asap berkurang
Sesuai dengan prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG Berau, sehari setelah ribuan masyarakat Berau menggelar Salat Istisqa dan memanjatkan doa minta hujan.
Setelah diguyur hujan, cuaca di wilayah ini menjadi cerah.
Jarak pandang yang tadinya di bawah 1 kilometer, kini menjadi 4 kilometer lebih.
Hari Minggu (22/9/2019) masyarakat Berau pun kembali beraktivitas seperti biasanya.
Masyarakat berdatangan ke lokasi car free day di Jalan Ahmad Yani.
Mereka melakukan senam bersama.
Sesuatu yang rutin dilakukan setiap akhir pekan.
Kegiatan ini sempat ditiadakan setelah beberapa pekan lamanya, kabut asap tebal menyelimuti Kabupaten Berau.
"Alhamdulillah, kemarin turun hujan, jadi hari cuacanya cerah.
Sehingga kita bisa berkumpul dan berolah raga bersama," kata Bupati Berau, Muharram yang mengikuti senam di hari bebas kendaraan ini.
• Polres Berau Amankan Ratusan Poket Narkoba dari Dua Orang Warga di Kampung Pegat Bukur
• Mau Liburan Gratis di Pulau Maratua? Yuk Temui Para Wartawan di Berau Expo
Masyarakat Berau pun mengaku sangat bersyukur, Salat Istisqa dan doa minta hujan yang digelar beberapa hari lalu, dikabulkan.
"Begitu hujan turun, rasanya bahagia sekali.
Apalagi sudah lebih dari satu bulan enggak ada hujan, jadi merindukan hujan.
Semoga dalam berapa hari ini masih ada lagi hujan," kata Emma, warga Tanjung Redeb.
Kepala BMKG Berau, Tekad Sumardi mengatakan, selama musim kemarau ini memang tetap terjadi hujan, meski durasinya sangat singkat dan jarang.
"Hasil monitoring hari tanpa hujan, di dasarian periode kedua di bulan September (2019) ini, secara umum, termasuk wilayah Kabupaten Berau berada dalam kriteria panjang dan menengah," kata Tekad Sumardi.
Sekadar diketahui, Dasarian adalah satuan waktu meteorologi, yang lamanya adalah 10 hari.
Itu artinya, dalam 10 hari ke depan, wilayah ini sangat jarang terjadi hujan.
Hari Minggu (22/9/2019) ini misalnya, hanya wilayah Kecamatan Tanjung Redeb, Gunung Tabur, Teluk Bayur, Gunung Tabur, Bidukbiduk yang diprediksi berawan tebal.
Namun kecil kemungkinan terjadi hujan.
Namun hujan deras yang terjadi Sabtu (21/9/2019) kemarin, cukup membantu mengurangi sumber titik panas yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan.
Hari ini, BMKG Berau hanya memantau 22 titik panas dengan tingkat kepercayaan (akurasi) 50 hingga 100 persen.
Titik panas terbanyak di Kecamatan Pulau Derawan sebanyak 9 titik.
Di Kecamatan Segah sebanyak 4 titik panas. 4 titik lainya ada di Kecamatan Tabalar.
Sisanya tersevat di Kecamatan Batu Putih, Talisayan, Bidukbiduk. Sabtu malam (21/9/2019) kebakaran hutan terjadi di Kampung Merasa dan Tanjung Batu.
Selain itu, di hari yang sama, kebakaran juga terjadi di Pulau Maratua, Kecamatan Maratua.
Di pulau wisata ini dikabarkan dua bangunan resort rata dengan tanah.
Satu unit alat berat yang berada di dekat bangunan resort, juga hangus terbakar.
Dugaan sementara, kebakaran ini dipicu oleh oknum yang membuang puntung rokok yang masih membara ke dalam tumpukan sampah di sekitar lokasi. (*)