Masa Lalu Terulang & Siswa jadi Lembek, Kekhawatiran JK Bila Ujian Nasional Dihapus, Nadiem Bereaksi
Soal Ujian Nasional Dihapus, Jusuf Kalla mengungkapkah bahwa UN masih relevan diterapkan karena menjadi tolok ukur kualitas pendidikan di Indonesia.
Penulis: Doan Pardede | Editor: Rita Noor Shobah
TRIBUNKALTIM.CO - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menjawab kritik Wakil Presiden ke-12 RI, Jusuf Kalla soal penghapusan ujian nasional ( UN).
Nadiem Makarim mengatakan, perubahan sistem UN menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter itu justru lebih membuat siswa dan sekolah tertantang.
"Enggak sama sekali (membuat siswa lembek), karena UN itu diganti assessment kompetensi di 2021. Malah lebih menchallenge sebenarnya," kata Nadiem Makarim di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (11/12/2019).
• Menteri Nadiem Makarim Hapuskan Ujian Nasional, Ikatan Guru Indonesia Minta Dipercepat Ini Alasannya
• Pramugari Diduga Selingkuhan Eks Dirut Garuda Sering Gantungkan Foto Ari Askhara di Belakang ID Card
• Sulit Dibedakan, Honorer Kini Dilarang Pakai Seragam PNS, Cukup Pakaian Putih & Hitam, Termasuk Guru
• Cara Lihat Jumlah Pelamar CPNS 2019 Tiap Formasi, Login https://sscn.bkn.go.id/spf, Semua Instansi
Nadiem menyebut, setelah sistem ujian baru ini diterapkan, pihak sekolah harus mulai menerapkan pembelajaran yang sesungguhnya, atau bukan sekedar penghafalan semata.
Menurut dia, kebijakan penghapusan UN akan dimulai pada 2021.
"2020 masih lanjut UN, 2021 jadi asesmen kompetensi dan survei karakter," ujar dia.
Nadiem Makarim juga menyampaikan, asesmen kompetensi dan survei karakter tak berdasarkan mata pelajaran.
Tes tersebut hanya berdasarkan pada literasi (bahasa), numerasi (matematika), dan karakter.
"Asesmen kompetensi enggak berdasar mata pelajaran. Berdasarkan numerasi literasi dan juga survei karakter," ujar dia.
Jusuf Kalla sebelumnya mengungkapkan, UN masih relevan diterapkan karena menjadi tolok ukur kualitas pendidikan di Indonesia.
"UN masih relevan diterapkan," kata Jusuf Kalla usai menerima penganugerahan doktor honoris causa di bidang penjaminan mutu pendidikan dari Universitas Negeri Padang, Kamis (5/12/2019).
Jusuf Kalla mengatakan, jika UN dihapuskan maka pendidikan Indonesia akan kembali seperti sebelum tahun 2003 saat UN belum diberlakukan.
Saat itu, tidak ada standar mutu pendidikan nasional karena kelulusan dipakai rumus dongkrakan, sehingga hampir semua peserta didik diluluskan.
Menurut JK, UN memang harus dievaluasi setiap tahunnya, tetapi yang harus diperbaiki itu adalah hasil pendidikannya.
Cegah Stres Siswa, Orangtua dan Guru
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memastikan tahun 2020 menjadi tahun terakhir pelaksanaan ujian nasional ( UN).
Tahun 2021, UN akan diganti Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
"Dua hal ini yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi minimum yang akan dimulai tahun 2021. Jadi bukan berdasarkan mata pelajaran dan penguasaan materi," tutur Mendikbud Nadiem Makarim dalam Rapat Koordinasi Mendikbud dengan Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Dikutip dari laman resmi Kemendikbud, Nadiem menyampaikan kompetensi minimum atau kompetensi dasar ini dibutuhkan murid-murid untuk bisa belajar.
• Teco, Lilipaly, dan Semua Pemain Asing Bali United Liburan, Laga Lawan Tira Persikabo Dilepas?
• Agar Mudah Dibedakan, Honorer Dilarang Pakai Seragam PNS, Cukup Pakaian Putih & Hitam, Termasuk Guru
• Bukan Persib Bandung, Pemain Tira Persikabo Ciro Alves Dikabarkan Justru Merapat ke Klub Ini
Tidak berbasis mata pelajaran
Dengan demikian, asesmen tersebut tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti diterapkan dalam ujian nasional, melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni literasi dan numerasi.
"Literasi di sini bukan hanya kemampuan membaca, tetapi kemampuan menganalisis suatu bacaan, dan memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan kompetensi numerasi berarti kemampuan menganalisis menggunakan angka," jelas Nadiem.
Sementara terkait survei karakter yang juga menjadi bagian program " Merdeka Belajar", lanjut Mendikbud, dilakukan untuk mengetahui data secara nasional mengenai penerapan asas-asas Pancasila oleh siswa Indonesia.
Menurutnya, selama ini secara nasional data pendidikan yang dimiliki berupa data kognitif.
"Kita tidak mengetahui apakah asas-asas Pancasila benar-benar dirasakan oleh siswa di Indonesia. Kita akan mengadakan survei, misalnya bagaimana implementasi gotong royong, apakah kebahagiaan anak di sekolah sudah mapan. apakah masih ada bullying? Survei ini akan menjadi suatu panduan buat sekolah dan buat kami di Kemendikbud," kata Mendikbud.
Survei karakter tersebut akan dijadikan tolok ukur untuk bisa memberikan umpan balik atau feedback ke sekolah-sekolah agar dapat menciptakan lingkungan sekolah yang membuat siswa lebih bahagia dan lebih kuat dalam memahami dan menerapkan asas pancasila.
Tidak dilakukan di akhir jenjang Waktu pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter akan dilakukan di tengah jenjang pendidikan, bukan di akhir jenjang seperti pada pelaksanaan ujian nasional.
Mendikbud mengutarakan setidaknya ada dua alasan mengapa pelaksanaannya dilakukan di tengah jenjang.
"Pertama, kalau dilakukan di tengah jenjang akan bisa memberikan waktu untuk sekolah dan guru dalam melakukan perbaikan sebelum anak lulus di jenjang itu. Kedua, karena dilaksanakan di tengah jenjang, jadi tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi siswa, sehingga tidak menimbulkan stres pada anak-anak dan orang tua akibat ujian yang sifatnya formatif," ujarnya.
Pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter akan diselenggarakan Kemendikbud bekerja sama dengan organisasi pendidikan baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).
Langkah tersebut diambil agar asesmen memiliki kualitas yang baik dan setara dengan kualitas internasional dengan tetap mengutamakan kearifan lokal.
"Kita bergotong royong untuk menciptakan kompetensi lebih baik bagi anak-anak kita," tutur Mendikbud.
Tidak buat siswa, orangtua dan guru stres Perubahan kebijakan ujian nasional yang akan diganti dengan asesmen tersebut dilakukan berdasarkan hasil survei dan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan, antara lain guru, siswa, dan orang tua.
Menurut Mendikbud, selama ini materi ujian nasional terlalu padat sehingga fokus siswa cenderung menghafal materi dan bukan pada kompetensi belajar.
Hal ini menimbulkan beban stres pada siswa, guru, maupun orang tua, karena ujian nasional justru menjadi indikator keberhasilan belajar siswa sebagai individu.
"Padahal tujuan UN adalah untuk melakukan asesmen terhadap sistem pendidikan secara nasional. Jadi UN selama ini hanya menilai satu aspek, yaitu kognitif saja, bahkan tidak semua aspek kognitif dites. UN lebih ke penguasaan materi, belum menyentuh karakter siswa lebih holistik," ujar Mendikbud.
Ia menambahkan, secara nasional, pendidikan memang membutuhkan tolok ukur.
Tapi apa yang diukur dan siapa yang diukur itulah yang akan diubah melalui pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
UN 2020 jadi yang Terakhir
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim kembali menegaskan bahwa ujian nasional ( UN) 2020 akan menjadi pelaksanaan ujian kelulusan yang terakhir digelar secara nasional.
Dia pun memastikan UN 2020 akan digelar dengan mekanisme lama seperti yang selama ini dilakukan.
"Pada 2020 UN akan dilaksanakan seperti tahun sebelumnya. Tapi, itu adalah UN terakhir (untuk metode) yang seperti sekarang dilaksanakan," ujar Nadiem saat memaparkan program "Merdeka Belajar" di depan kepala dinas pendidikan seluruh Indonesia di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).

Sehingga, Nadiem memastikan kepada orangtua yang telah mempersiapkan anaknya bahwa UN tahun depan akan tetap berjalan seperti biasanya.
"Silakan ya untuk bapak, ibu yang sudah investasi banyak buat anak-anaknya agar belajar untuk dapat angka terbaik di UN, " kata mantan CEO Gojek ini.
Mulai 2021, kata Nadiem, UN akan diganti dengan sistem baru.
"Diganti menjadi assessment atau penilaian kompetensi minimum dan survei karakter. Nanti akan saya jelaskan, " tuturnya.
Lebih lanjut, Nadiem mengungkapkan alasan penghapusan UN. Ada beberapa alasan yang membuat Nadiem memutuskan untuk mengganti sistem pada 2021.
"Pertama, berdasarkan survei dan diskusi dari berbagai macam orangtua, siswa, guru dan kepala sekolah juga. Materi UN itu yang terlalu padat sehingga cenderung fokusnya adalah mengajarkan materi dan menghafal materi saja bukan menguji kompetensi," katanya.
Kedua, saat ini UN kerap menjadi beban yang bisa menyebabkan stres bagi siswa, orangtua, dan guru.
"Padahal maksudnya UN adalah untuk penilaian sistem pendidikan. Yakni sekolahnya maupun geografi (lokasi sekolah berada), maupun sistem pendidikannya secara nasional," tutur Nadiem.
"Dan saat ini UN ini hanya menilai satu aspek saja yakni kognitifnya, tetapi tidak semua aspek kognitif kompetensi dites (lewat UN)," tambah dia.
• Cut Tari dan Richard Kevin Menikah Hari Ini 12 Desember, Begini Reaksi Mantan Istri Yusuf Subrata
• Ramalan Zodiak Hari Ini Kamis 12 Desember 2019, Cancer Punya Ide-ide Baru, Leo Harus Waspada!
• Hari Ini 12 Desember 2019 Menikah dengan Richard Kevin, Ini Niat Cut Tari Membina Rumah Tangga Lagi
• Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini Kamis 12 Desember 2019 Aries Berhasil Move On, Pisces Belum Cari Jodoh
(*)