Resmi, Pemerintah Jokowi Tolak Kepulangan WNI eks ISIS, Mahfud MD Beberkan Alasan Utamanya
Resmi, Pemerintah Jokowi tolak kepulangan WNI eks ISIS, Mahfud MD beberkan alasan utamanya
TRIBUNKALTIM.CO - Resmi, Pemerintah Jokowi tolak kepulangan WNI eks ISIS, Mahfud MD beberkan alasan utamanya.
Usai sudah polemik pulang tidaknya WNI eks ISIS yang kini berada di Irak, Suriah, hingga Turki.
Dalam rapat terbatas yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Pemerintah tegas tak akan memulangkan WNI eks ISIS ke Tanah Air.
Menkopolhukam Mahfud MD pun membeberkan alasan tidak dipulangkannya para WNI eks ISIS tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, pemerintah mengambil keputusan menolak pemulangan 689 WNI eks ISIS.
Diketahui 689 WNI eks ISIS tersebut tersebar di beberapa daerah di antaranya Suriah, Turki, dan dibeberapa negara terlibat Petempur Teroris Asing (Foreign Terrorist Fighter/FTF).
• Langkah Gibran Rakabuming Putra Jokowi Kian Mulus di Pilkada Solo, Golkar Susul Gerindra - Demokrat
• Mahfud MD Bocorkan Hasil Rapat Pemulangan WNI eks ISIS, Singgung Din Syamsuddin dan Komnas HAM
• Lucinta Luna Ditangkap Polisi, Diduga Pakai Narkoba Ekstasi, Ada Obat Psikotropika, Begini Nasibnya
• Debat Panas Refly Harun vs Ali Mochtar Ngabalin Soal Pemulangan WNI eks ISIS, Tanggung Sendiri Ente
Keputusan tersebut disampaikan Mahfud MD usai menggelar rapat yang di pimpin Presiden Joko Widodo ( Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Selasa (11/2/2020).
"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan terorisme, bahkan tidak akan memulangkan FTF atau Petempur Teroris Asing ke Indonesia," kata Mahfud MD.
Ia menjelaskan, keputusan itu diambil karena pemerintah dan negara wajib memberikan rasa aman dari ancaman terorisme dan virus-virus baru termasuk teroris terhadap 267 juta rakyat Indonesia.
"Kalau FTF ini pulang itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta itu merasa tidak aman," katanya.
Mahfud MD menyebut, pemerintah akan memastikan data valid jumlah dan identitas orang-orang yang terlibat terorisme, termasuk bergabung dengan ISIS.
"Bersama dengan itu akan di data yang valid tentang jumlah dan identitas orang-orang itu," jelasnya.
Akan repotkan aparat keamanan
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengatakan aparat keamanan terutama Polri akan dibuat repot apabila pemerintah memutuskan memulangkan Warga Negara Indonesia yang pernah bergabung di Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Namun, kata dia, pemerintah wajib mengembalikan mereka ke tanah air daripada dibiarkan terlantar di negara lain.
"Memang, kembalinya eks Kombatan ISIS itu akan membawa persoalan baru bagi bangsa Indonesia.
Terutama dalam hal ancaman keamanan dimana Indonesia pernah bertubi-tubi mendapat serangan teror," kata Neta, dalam keterangannya, Selasa (11/2/2020).
Dia menilai keberadaan eks ISIS itu menjadi ancaman tersendiri bagi keamanan apalagi dalam waktu dekat Bangsa Indonesia akan melangsungkan Pilkada Serentak di sejumlah daerah.
Untuk itu, Polri dan BNPT harus menaruh perhatian khusus.
Di awal, kata dia, perlu mendata secara komperhensif seberapa banyak WNI yang bergabung dengan ISIS.
Selama ini, dia melihat, data masih simpang siur.
Ada yang mengatakan 500 hingga 600 orang di Suriah dan ada yang mengatakan 500 orang lainnya masih tersebar di luar Suriah.
"Adapun pelanggaran hukum yang dilakukan tetap harus diproses aparat penegak hukum di Indonesia.
Polri tentu punya data-data lengkap tentang semua itu," kata dia.
Selain melakukan pendataan, menurut dia, Polri perlu menyiapkan strategi untuk melokalisir gerakan mereka agar aksi-aksi teror tidak terjadi sepulangnya mereka ke tanah air.
Dia menambahkan, Presiden Jokowi dan BNPT bersama Polri perlu membuat program baru deradikalisasi.
"Bangsa Indonesia sebenarnya punya kemampuan untuk melakukan program deradikalisasi tersebut," tambahnya.
Pengamat Beda Pendapat
Pengamat terorisme Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib, mengatakan langkah pemerintah baik memulangkan atau tidak sama-sama memiliki risiko.
Jika wacana kepulangan benar direalisasikan, maka ada segudang pekerjaan rumah yang masih dimiliki Pemerintah Indonesia.
Ridlwan membeberkan saat ini program deradikalisasi dari pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT) belum siap menerima WNI eks ISIS.
Ia mencontohkan adanya mantan narapidana terorisme yang masih melakukan aksi teror.
"Apalagi nanti ditambah 600 WNI itu," katanya seperti dikutip Tribunnews dari YouTube KompasTV, Senin (10/2/2020).
Ridlwan melanjutkan, jika pemerintah mengambil langkah untuk tidak memulangkan masalah tetap menghantui Indonesia.
Menurutnya kamp-kamp Al-Hol tempat tinggal WNI eks ISIS di Suriah akan segera ditutup oleh otoritas setempat pada Maret 2020 mendatang.
"Orang-orang ini akan menjadi liar.
Bisa merembes pulang menggunakan jalur-jalur tikus untuk masuk Indonesia," lanjut Ridlwan.
WNI eks ISIS akan menjadi acaman bagi keamanan negara.
Tidak dipulangkannya mereka, Pemerintah Indonesia juga akan mendapat kecaman dari publik Internasional.
"Pemerintah akan diperang secara politik, dianggap menelantarkan oleh HAM Internasional misalnya. Padahal kalau dipulangkan pemerintah masih belum siap," tegas Ridlwan.
Solusi yang ditawarkan
Sebagai akademisi, Ridlwan memberikan opsi ketiga dari pro dan kontra pemulangan WNI eks ISIS ini.
Ridlwan menyarankan pemerintah tetap memulangkan mereka dengan berbagai catatan.
Seperti membuat identifikasi prioritas WNI mana yang dipulangkan atau tidak.
"Kami dari akademisi menawarkan opsi ketiga dari pro dan kontra ini."
"Yakni memulangkan anak-anak di bawah 10 tahun dan wanita lemah," kata Ridlwan.
Ia berpandangan dua kelompok ini masih dimungkinkan untuk dilakukannya rehabilitasi secara psikologis.
Serta meminimalisir perdebatan yang dapat ditimbulkan di tengah-tengah masyarakat.
Ridlwan menambahkan, dalam keanggotaan ISIS baik wanita maupun pria memiliki kesamaan baik dalam pemahaman ideologi maupun skill berperang .
"Wanita nggak lemah, di ISIS itu wanita dan pria sama militannya, kemampuan mereka sama," bebernya.
Untuk itu, Ridlwan meminta pemerintah melakukan identifikasi secara menyeluruh terhadap WNI-WNI ini.
"Misalkan kriteria wanita lemah itu dia sakit parah, atau usia diatas 50 sudah ada usia lanjut."
"Sedangkan untuk anak dibawah 10 tahun. Karena anak-anak di sana yang 14 tahun sudah besar dan bisa nembak, membongkar senapan mesin hingga membuat bom," kata Ridlwan.
Ridlwan menjelaskan opsi ketiga dengan memulangkan WNI eks ISIS yang berusia di bawah 10 tahun dan wanita lemah berdasarkan data yang ia peroleh.
• Langkah Gibran Rakabuming Putra Jokowi Kian Mulus di Pilkada Solo, Golkar Susul Gerindra - Demokrat
• Mahfud MD Bocorkan Hasil Rapat Pemulangan WNI eks ISIS, Singgung Din Syamsuddin dan Komnas HAM
• Lucinta Luna Ditangkap Polisi, Diduga Pakai Narkoba Ekstasi, Ada Obat Psikotropika, Begini Nasibnya
• Debat Panas Refly Harun vs Ali Mochtar Ngabalin Soal Pemulangan WNI eks ISIS, Tanggung Sendiri Ente
"Kami menimbang data-data dan situasi di internal kementrian, lintas kementerian, dan BNPT sangat belum siap jia menerima semuanya."
"Tapi kemudian diterima secara selektif yang masih dimungkinkan dilakukan rehabilitasi," tandasnya.
Untuk itu pemerintah harus segera mempersiapkan tambahan tenaga terdiri dari satgas, dari komisi perlindungan anak, hingga psikolog handal.
"Sehingga mampu mengubah psikologi anak pascakonflik," imbuh Ridlwan. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul BREAKING NEWS: Pemerintah Putuskan Tolak Wacana Pemulangan 689 WNI Eks ISIS, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/02/11/breaking-news-pemerintah-putuskan-tolak-wacana-pemulangan-689-wni-eks-isis?page=all.