Virus Corona
Terungkap Darurat Sipil Bisa Berbahaya Jika Diterapkan Presiden Jokowi, Begini Penjelasan Pakar
darurat sipil bisa berbahaya jika diterapkan Presiden Jokowi, pakar hukum Refly Harun sebut Pemerintah bisa represif hingga membatasi akses internet
TRIBUNKALTIM.CO - Ternyata darurat sipil bisa berbahaya jika diterapkan Presiden Jokowi, pakar hukum Refly Harun sebut Pemerintah bisa represif hingga membatasi akses internet.
Wacana darurat sipil yang sempat disinggung Presiden Jokowi, ternyata bisa berbahaya bagi masyarakat Indonesia andai diterapkan Pemerintah.
Seperti diketahui, darurat sipil menjadi opsi Presiden Jokowi untuk mengatasi persebaran Virus Corona di Indonesia.
Namun darurat sipil rupanya bisa berbahaya jika benar-benar diterapkan Presiden Jokowi.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun memberi penjelasan terkait kewenangan Pemerintah saat negara dalam status darurat sipil.
Bahkan Pemerintah dibenarkan untuk bertindak represif termasuk membatasi internet, andai darurat sipil diterapkan Presiden Jokowi.
• Darurat Sipil Bukan Opsi Utama, Jubir Presiden Jokowi Ungkap Tak Ingin Kacau Seperti Lockdown India
• Darurat Sipil Disinggung Jokowi, Tito Karnavian dan Prabowo Bisa Jadi Pembantu Utama Presiden
• Haris Azhar Kritik Anies Baswedan & Presiden Jokowi Soal Imbauan Virus Corona, Sebut Buang Anggaran
Menurut Refly Harun, pengerahan aparat keamanan dan cara-cara represif sangat mungkin ditempuh saat negara dalam status darurat sipil.
"Intinya senjata sudah di tangan.
Artinya Pemerintah penguasa darurat sipil itu memiliki kewenangan yang diberikan oleh peraturan Pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959," kata Refly kepada Kompas.com, Senin (30/3/2020).
Menurut Refly Harun, dengan situasi darurat sipil, dibenarkan bagi Pemerintah membatasi pertunjukkan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, bahkan menutup akses internet.
Kondisi tersebut juga memberikan kewenangan bagi Pemerintah untuk menggunakan segala cara untuk melarang warga keluar dari rumah.
Hak-hak lainnya diatur dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Menetapkan Keadaan Bahaya.
Tujuan utama dari penetapan situasi darurat sipil ini sebenarnya adalah untuk menciptakan tertib sosial.
"Padahal ini kan tidak ada masalah dengan tertib sosialnya, yang justru terkesan pemerintahnya yang ragu-ragu mengambil langkah untuk penanganan covid-19 ini, bukan masyarakatnya," ujar Refly Harun.
Refly Harun menilai, alih-alih menerapkan kondisi darurat sipil, akan lebih tepat jika Pemerintah menerapkan kondisi darurat kesehatan.

• Jokowi Berencana Terapkan Darurat Sipil untuk Cegah Penyebaran Corona, Apa Maksudnya?
Pemerintah dianggap perlu untuk segera memulihkan kondisi kesehatan masyarakat akibat pandemi covid-19 dan bukan memulihkan pemerintahan atau tertib sosial.
Menurut Refly Harun, untuk menerapkan kondisi darurat kesehatan pun Indonesia telah memiliki landasan hukum yang cukup.
"Karena darurat kesehatan ini ya undang-undang kesehatan dan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan kan sudah bisa memadai," kata dia.
Presiden Joko Widodo menyebutkan, kebijakan pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran Virus Corona covid-19 perlu dilakukan dengan skala lebih besar.
Ia juga meminta pembatasan sosial yang dikenal dengan sebutan physical distancing ini didampingi kebijakan darurat sipil.
"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan covid-19, lewat video conference dari Istana Bogor, Senin (30/3/2020).
"Sehingga tadi sudah saya sampaikan, bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," tuturnya.
Jokowi pun meminta jajarannya segera menyiapkan payung hukum untuk menjalankan pembatasan sosial skala besar ini sebagai pegangan bagi Pemerintah daerah.
"Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar saya minta agar segera disiapkan aturan pelaksanaan yang jelas sebagai panduan provinsi, kabupaten dan kota sehingga mereka bisa bekerja," ucap Jokowi.
Penjelasan tentang darurat sipil
Darurat sipil merupakan keadaan bahaya yang ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang di seluruh atau sebagian wilayah NKRI.
• Jika Lockdown Jakarta Disetujui Jokowi, Anies Baswedan Sebut Pekerja di 5 Sektor Ini Tak Ikut Libur
Dalam Pasal 1, disebutkan bahwa keadaan darurat sipil berlaku apabila keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terncam oleh pemberontak, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.
Berikut ini bunyi Pasal 1:
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila :
1. Keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
2. Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
3. Hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa penguasa tertinggi keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi selaku penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat.
Berikut ini badan yang akan membantu Presiden dalam keadaan darurat sipil :
1. Menteri Pertama;
2. Menteri Keamanan/Pertahanan;
3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
4. Menteri Luar Negeri;
5. Kepala Staf Angkatan Darat;
6. Kepala Staf Angkatan Laut;
7. Kepala Staf Angkatan Udara;
8. Kepala Kepolisian Negara.
• Gugus Tugas covid-19 Ungkap Fakta Baru Soal Disinfektan: Tak Efektif Tangkal Corona, Malah Berbahaya
Pada Bab II mulai dari Pasal 8 hingga Pasal 21, dijelaskan mengenai keadaan darurat sipil, termasuk kewenangan-kewenangan dari Penguasa Darurat Sipil Pusat dan Daerah.
Penguasa Darurat Sipil Daerah yang dimaksud yakni kepala daerah serendah-rendahnya kepala daerah tingkat II (bupati/wali kota).
Kepala Daerah tersebut akan dibantu oleh Komandan Militer tertinggi daerah, Kepala Polisi daerah, serta Pengawas/Kepala Kejaksaan daerah.
Namun, meski sempat disinggung Jokowi, penerapan darurat sipil disebut merupakan langkah terakhir yang akan diambil Pemerintah.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman.
Penerapan darurat sipil saat ini masih dalam tahap pertimbangan.
"Penerapan Darurat Sipil adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus covid-19," kata Fadjroel dalam keterangan tertulis, Senin (30/3/2020), mengutip dari Kompas.com.
(*)
IKUTI >> Update Virus Corona