Virus Corona
Kabar Mengejutkan, WHO Beber Virus Corona Bisa Menginfeksi Seseorang Berulang Kali, Simak Analisanya
Ada kabar mengejutkan, WHO beber Virus Corona bisa menginfeksi seseorang berulang kali, simak analisanya
TRIBUNKALTIM.CO - Ada kabar mengejutkan, WHO beber Virus Corona bisa menginfeksi seseorang berulang kali, simak analisanya.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyebut orang yang dinyatakan sembuh dari covid-19, masih bisa terinfeksi Virus Corona kembali.
Diketahui, biasanya seseorang yang sudah sembuh dari infeksi virus memiliki antibodi.
Hal yang sama juga diyakini pada pasien yang sudah dinyatakan sembuh dari Virus Corona, akan memiliki kekebalan dari covid-19.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa tidak ada bukti kuat pasien yang pernah terinfeksi Virus Corona akan kebal pada virus itu.
• Mahfud MD Peringatkan Institusi Idham Azis, Imbas Penangkapan Ravio Patra dan WhatsApp yang Diretas
• Rocky Gerung Salahkan Najwa Shihab saat Jokowi Bedakan Istilah Mudik & Pulang Kampung di Mata Najwa
• Kabar Gembira, Yayasan Ini dan PLN Beri Diskon Tarif Listrik 900 VA dan 1.300 VA, Siapkan Syarat Ini
Pernyataan WHO menyoal gagasan penerbitan sertifikat kepada orang-orang yang sudah sembuh dari covid-19.
Surat ini diasumsikan bahwa penerimanya dinyatakan kebal dari infeksi ulang SARS-CoV-2, sebagaimana dilaporkan Guardian.
Sejatinya surat atau sertifikat semacam ini sudah dilakukan sejumlah negara, salah satunya Inggris.
Dimana pemerintah membuat terobosan ini menjadi solusi masalah sosial akibat lockdown.
Akan tetapi catatan ilmiah WHO menyatakan bahwa saat ini tidak ada bukti orang pulih dari covid-19 akan memiliki antibodi dan terlindungi dari infeksi kedua.
Sebaliknya, sertifikat ini bisa menimbulkan resiko kesehatan lebih lanjut.
Sebab jaminan itu tidak pasti dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Pada titik ini dalam pandemi, tidak ada cukup bukti tentang efektivitas kekebalan yang dimediasi-antibodi untuk menjamin akurasi 'sertifikat imunitas' atau 'sertifikat bebas risiko'," kata catatan itu.
"Orang yang berasumsi bahwa mereka kebal terhadap infeksi kedua karena mereka telah menerima hasil tes positif dapat mengabaikan saran kesehatan masyarakat."
"Oleh karena itu, penggunaan sertifikat semacam itu dapat meningkatkan risiko transmisi lanjutan," ungkap catatan itu.
TNI Polri di Calon Lokasi Ibu Kota Negara Bagikan Makanan Buka Puasa ke Warga Penajam Kurang Mampu
• Jalan Utama Masuk ke Medan dari Siantar, Karo dan Binjai Ditutup Mulai Hari Ini, Wajib Putar Arah
Padahal di Korea Selatan dan China marak terjadi mantan pasien covid-19 kembali terinfeksi virus yang sama.
Ada beberapa kemungkinan penjelasan untuk hasil tersebut.
Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC), Jeong Eun-kyeong mengatakan mungkin virus itu aktif kembali.
Artinya bukan pasien yang menerima infeksi lagi, tetapi virus yang ada beraksi kembali.
Kemungkinan lainnya adalah hasil tesnya yang kurang akurat.
Atau bisa jadi masih ada sisa-sisa virus yang tertinggal di sistem tubuh pasien, tetapi tidak membahayakan tubuh atau beresiko menulari.
Sejatinya sejumlah ahli sudah memperingatkan bahwa sertifikat semacam ini justru akan memperburuk kondisi perekonomian karena resiko penularan tinggi.
Bisa saja orang-orang dengan sertifikat itu atau mereka yang sudah putus asa pergi bekerja dan berakhir dengan terinfeksi Virus Corona.
Sementara itu, gagasan untuk memisahkan orang sesuai status kekebalan tubuhnya di AS memiliki sejarah yang kelam.
• Rocky Gerung Kritik Upaya Jokowi Atasi Wabah Corona, Sebut Pemerintah Lepas Kendali dan Sudah Mentok
Sejauh ini, satu-satunya negara yang sudah meluncurkan skema sertifikat kekebalan ini adalah Chili.
Sedangkan di tempat lainnya ada kekhawatiran bahwa sertifikat itu tidak berfungsi banyak bila hanya sebagian kecil populasi yang terinfeksi.
WHO mengatakan pihaknya terus meninjau bukti tentang reaksi antibodi terhadap virus.
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa orang yang pulih dari infeksi memiliki antibodi terhadap virus, tetapi tidak apakah jelas antibodi itu memberikan perlindungan.
"Pada 24 April 2020, tidak ada penelitian yang mengevaluasi apakah keberadaan antibodi untuk SARS-CoV-2 memberikan kekebalan terhadap infeksi selanjutnya oleh virus ini pada manusia," jelas sebuah surat kabar.
Dalam waktu empat bulan sejak kemunculannya di Wuhan, Virus Corona sudah menginfeksi 2,9 juta orang.
Per-Minggu (26/4/2020) sebanyak 203.289 orang meninggal dunia.
Sedangkan angka kesembuhan mencapai 836.978.
Hingga saat ini, belum ada negara yang diyakini memiliki populasi luas dengan antibodi yang kuat.
Di tengah pandemi ini, masyarakat tentu berharap antivirus Remdesivir yang sedang dikembangkan dapat digunakan untuk mengatasi virus corona.
Namun sayangnya, harapan tersebut nampak belum dapat terealisasi untuk saat ini dikarenakan laporan terbaru BBC News seperti yang dilansir Tribunkaltim, Jumat (24/4/2020), menyatakan bahwa terjadi kegagalan dalam percobaan pertama yang dilakukan secara acak terhadap penggunaan antivirus tersebut.
Remdesivir sendiri merupakan antivirus yang sedang diteliti oleh perusahaan bioteknologi Gilead Sciences
dan dianggap memiliki potensi untuk menangani pandemi covid-19.
Antivirus ini memiliki spektrum yang luas dan sempat diteliti untuk memastikan efektivitas serta keamanannya dalam mengatasi infeksi virus seperti Ebola, MERS, dan SARS.
Namun, berdasarkan keterangan dokumen yang secara tidak sengaja diterbitkan oleh World Health Organization ( WHO ), menunjukan bahwa uji coba yang dilakukan oleh China terhadap antivirus tersebut tidak berhasil.
Antivirus itu diketahui gagal memulihkan kondisi pasien dan bahkan tidak mengurangi jumlah patogen dalam aliran darah pasien.
“Dari hasil percobaan, dapat dikatakan Remdesivir tidak memiliki manfaat klinis maupun virologi,” tulis WHO dalam postingan tersebut.
• Update Ada 11 Kasus Covid-19 di Kaltim, Terbanyak Ada di Kabupaten Kutai Barat
• Enam dari Tujuh Tambahan Pasien Covid-19 di Kutai Barat Masuk dalam Kluster Gowa
• BREAKING NEWS Wabup Edyanto Arkan Umumkan Kasus Covid-19 di Kutai Barat Bertambah 7 Orang
Sebelumnya, berita tentang kegagalan uji coba Remdevisir menyebar setelah WHO memposting rincian tentang database hasil uji klinis dari antivirus tersebut.
Menanggapi hal itu, perusahaan Amerika yang menjadi pengembang antivirus ini mengatakan bahwa WHO telah melakukan kesalahan dalam penafsiran dokumen terkait studi pengembangan antivirus tersebut.
Sejak konfirmasi itu, WHO sendiri telah menghapus hasil uji coba tersebut dari laman websitenya.
Uji coba ini meliputi 237 orang pasien, di mana pemberian antivirus itu diberikan kepada 158 pasien dan 79 pasien lainnya menerima pengobatan dengan metode plasebo.
Plasebo sendiri merupakan pengobatan yang tidak berdampak atau penanganan palsu yang bertujuan untuk menguji apakah suatu obat memiliki efek menyembuhkan.
Singkatnya, dalam sebuah uji coba, sebagian subjek penelitian akan diberi "obat kosong" sementara sisanya akan diberi obat yang sedang diteliti.
Sehingga di akhir penelitian, akan tampak apakah obat tersebut benar-benar memiliki efek menyembuhkan atau tidak.
• Kluster Gowa Dominasi Penambahan Kasus Covid-19 di Kaltim, Jubir Beber Hari Ini Ada 9 Kasus Lagi
• Peneliti di Indonesia Mulai Temukan Senyawa Antivirus Covid-19, Sudah Ada Obat Virus Corona?
• Kabar Gembira! Prof Taruna Ungkap Antivirus Ebola Ternyata Cocok Atasi Corona, Hasilnya Mengejutkan
"Dari hasil penelitian tersebut, 13,9 persen pasien yang diberi antivirus meninggal sedangkan pasien meninggal setelah diberi metode pengobatan plasebo berjumlah 12,8 persen," tambah WHO.
Hal ini berarti efek pasien yang diberi antivirus sama dengan efek yang diterima oleh pasien yang diberi pengobatan palsu. Percobaan tersebut kemudian akhirnya dihentikan lebih awal.
"Kami yakin WHO mengklaim kegagalan pengembangan antivirus tersebut tidak dengan karakterisasi studi yang sesuai.
Lagipula penghentian uji coba tersebut disebabkan oleh sedikitnya jumlah relawan, sehingga statistik tersebut tidak dapat dijadikan bukti mutlak kegagalan uji coba ini," kata juru bicara Gilead Sciences.
Ia pun menambahkan bahwa hasil penelitian tersebut tidak dapat digunakan sebagai kesimpulan akhir dan masih dibutuhkan uji coba berkala untuk dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai penggunaan antivirus tersebut.
IKUTI >> Update Virus Corona
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul WHO Tegaskan Tidak Ada Garansi Kebal Corona Sekalipun sudah Pernah Terinfeksi, https://www.tribunnews.com/internasional/2020/04/26/who-tegaskan-tidak-ada-garansi-kebal-corona-sekalipun-sudah-pernah-terinfeksi?page=all.