Sepekan, Ada 1.012 Kasus Pelanggaran Protokol Covid di Balikpapan, Temuan Terbanyak Cafe dan Resto

Selama sepekan sosialisasi Perwali Nomor 23 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Protokol Kesehatan covid-19, ada 1.012 kasus pelanggaran terjadi di Balikpa

TRIBUNKALTIM.CO/MIFTAH AULIA ANGGRAINI
Kepala Bidang Keamanan dan Penegakan Hukum Gugus Covid-19 Balikpapan, Zulkifli mengatakan, hasil temuan terbanyak pelanggaran protokol kesehatan covid-19 di lapangan tidak terlepas dari pelaku usaha, seperti cafe dan resto yang tidak menjaga jarak. 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN- Selama sepekan sosialisasi Perwali Nomor 23 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Protokol Kesehatan covid-19, ada 1.012 kasus pelanggaran terjadi di Balikpapan, paling tinggi terjadi di Kecamatan Balikpapan Utara.

Kasus pelanggaran ini tentunya diimbangi dengan angka kasus covid-19 itu sendiri.

Dari ribuan kasus pelanggaran ini, temuan terbanyak di lapangan justru dilakukan para pemilik cafe dan restoran atau rumah makan yang tidak menerapkan aturan protokol kesehatan, salah satunya menjaga jarak.

Paling tidak, pemilik cafe dan resto hanya menerima pengunjung 50 persen dari kapasitas tempatnya.

Genap satu pekan sosialisasi penerapan Perwali Nomor 23 tahun 2020 terkait penerapan protokol kesehatan covid-19 diberlakukan dengan teguran.

Dari evaluasi yang didapat, rupanya jumlah kasus pelanggaran yang mencapai angka 1.012 di seluruh wilayah Balikpapan memiliki hubungan dengan angka kasus.

Kepala Bidang Keamanan dan Penegakan Hukum Gugus Tugas Covid-19 Kota Balikpapan, Zulkifli mengatakan wilayah pelanggaran tertinggi pertama di Balikpapan Utara.

"Ranking kedua wilayah Selatan selanjutnya Kota. Setelah saya tanya ternyata ada hubungannya dengan angka kasus di wilayah itu," katanya kepada TribunKaltim, Senin (31/8/2020).

"Makin banyak kasus ternyata pelanggaran makin tinggi. Di Utara paling banyak," ujarnya.

Sementara itu, hasil temuan terbanyak di lapangan memang tidak terlepas dari pelaku usaha, seperti cafe dan resto yang tidak menjaga jarak.

Diakui Zulkifli, penerapan denda kepada para pelaku usaha memang tampak relatif kecil, yakni Rp 250 ribu.

Namun jika denda dikenakan secara berulang akan menjadi besar.

Sementara, ia pun mengingatkan kepada para pelaku usaha bahwa ada sanksi lain mengenai penutupan sementara kegiatan.

"Keputusan soal penutupan di gugus tugas. Yang terancam penutupan itu yang melakukan pelanggaran tidak jaga jarak, karena yang lain rata-rata sudah terpenuhi," tuturnya.

Mekanismenya, saat pemeriksaan razia, penyidik akan menerbitkan Surat Tanda Bukti Pelanggaran (STBP). Pelaku usaha akan diberikan formulir model C.

"Di form itu akan ada pasal yang dilanggar beserta sanksi yang akan diberikan," katanya.

Zulkifli menuturkan, dikarenakan perihal jaga jarak berkaitan dengan jumlah kunjungan.

Maka ia menyarankan kepada para pelaku usaha untuk bisa memakai 50 persen dari tempatnya.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved