OTT KPK di Kutai Timur
Sempat Ditunda, Sidang Dugaan Suap Bupati Kutim Ismunandar Digelar Lagi, Hadirkan 5 Saksi
Sidang yang ditunda kembali digelar, sebanyak lima saksi dihadirkan dalam persidangan kasus dugaan suap terkait pekerjaan infrastruktur.
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Sidang yang ditunda kembali digelar, sebanyak lima saksi dihadirkan dalam persidangan kasus dugaan suap terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur ( Pemkab Kutim ), tahun anggaran 2019-2020, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur pada Selasa Sore (29/9/2020).
Lima saksi ini yaitu Sekretaris Daerah (Sekda) Kutim Irawansyah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab Kutim HM Edward Azran, Hendra Ekayana dan Ahmad Firdaus, keduanya selaku staf di Bappeda Pemkab Kutim.
Terakhir ialah Panji Asmara, selaku Kasi Program di Bapenda Pemkab Kutim, kembali dihadirkan dalam persidangan setelah sebelumnya ditunda akibat gangguan pada jaringan internet Senin (28/9/2020) kemarin.
Persidangan yang digelar secara virtual melalui aplikasi zoom meeting ini beragendakan pemeriksaan saksi-saksi.
Baca Juga: BERITA FOTO Prosesi Pemakaman Bupati Berau Muharram di TPU Km 15 Balikpapan
Baca Juga: BERITA FOTO Prosesi Pelepasan Sampai Penguburan Almarhum Bupati Berau Muharram di Balikpapan
Dalam persidangan tersebut kedua Terdakwa Aditya Maharani dan Deki Aryanto yang tengah ditahan di Rumah Tahanan KPK Jakarta, juga turut hadir.
Ruangan sidang PN Tipikor Samarinda hanya dihadiri Agung Sulistiyono sebagai ketua Majelis Hakim, dengan didampingi Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo selaku hakim anggota, Penasehat Hukum terdakwa Deki Ariyanto serta beberapa rekan media lain yang turut hadir menyimak jalannya persidangan.
Diawal persidangan, Hakim ketua persidangan Agung Sulistiyono langsung melemparkan sejumlah pertanyaan kepada Irawansyah yang menjabat sebagai Sekda Kutim, sekaligus Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di Pemkab Kutim.
Irawansyah diminta penjelasan terkait peran dan tugas sebagai Ketua TAPD. Agar dapat menyampaikan proses tahap masuknya dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kutim ke dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Kepada majelis hakim, Irawansyah mengungkapkan, terkait proyek yang akan dikerjakan oleh rekanan swasta itu, sudah lebih dulu di akomodir dan dibahas bersama antara DPRD serta SKPD Pemkab Kutim di dalam Forum.
"Setelah itu baru dibahas dalam rapat koordinasi pembangunan Kabupaten (Rakorbang)," ungkapnya dalam persidangan.
Baca Juga: DPRD PPU Sampaikan Pandangan Umum Fraksi Atas APBD Penajam Paser Utara Tahun 2020
Baca Juga: Jadwal Liga 1 2020, Live Indosiar, Ada Madura United vs Borneo FC, Barito Putera vs Persebaya
Baca Juga: Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini, 29 September 2020, Tengah Malam Hujan, Arah Angin dari Barat
Beberapa pertanyaan juga diajukan, hingga pada sesi akhir, Sekda Kutim itu mengatakan selama ini hanya bertemu dua kali dengan terdakwa Deki dan Aditya Maharani.
"Tapi saya tidak tahu kalau mereka rekanan swasta pemkab kutim. Kalau terkait proyek penunjukan langsung dan lelang, pasti ada. Karena menyesuaikan anggaran untuk penanganan barang dan jasa," ucapnya.
Usai mendengar keterangan Irawansyah, saksi selanjutnya yang dimintai keterangan, Panji Asmara, selaku Kasi Program di Bapenda Pemkab Kutim.
Ia dihadirkan sebagai saksi, karena tugasnya yang selalu berkaitan erat dengan tersangka bernama nama Musyaffa, yang tak lain adalah Kepala Bapenda Kutim
Panji memberi keterangan bahwa sempat diminta Musyaffa menukarkan sejumlah uang US Dollar untuk dirupiahkan.
"Saya diminta untuk tukarkan uang rupiah ke 1000 dolar. Waktu menukar, saya hubungi teman saya yang ada di Samarinda. Tapi saya tidak diperintahkan untuk memberikan uang kepada pak Bupati (Ismunandar)," katanya.
Setelah peristiwa itu, Panji juga mengatakan beberapa hari kemudian, menghadiri pertemuan sejumlah Pejabat Pemkab Kutim di Hotel Mesra, Samarinda, untuk mendampingi Musyafa.
Saat ia juga diminta Musyaffa, menyerahkan sebuah amplop cokelat seukuran kertas folio, kepada pemimpin di Kutim tersebut.
"Tapi saya tidak tahu isi dari amplop itu apa, setelah saya kasih ke bapak (Bupati), saya langsung pergi," ucap Panji.
Baca Juga: Pria di Tulungagung yang Dikenal Sering Membuat Resah, Dikeroyok Warga Hingga Tewas
Baca Juga: Hasil Rapat Pleno, Inilah Nomor Urut Peserta Cabup Cawabup Kutim dalam Pilkada Serentak 2020
JPU juga turut mempertanyakan kepada Panji, yang juga telah menerima uang sebesar 100 juta dari Musyafa.
"Uang itu dikasih untuk biaya berobat saya. Saya sakit maag akut. Beliau meminta saya berobat. Uang diberikan secara bertahap, tidak sekaligus. Saya juga tidak tahu uangnya berasal dari mana," sebutnya.
Panji juga mengakui mendengar Ismunandar yang berucap pada Irawansyah dan Edward Azran, agar anggaran dana proyek Ismunandar sebesar Rp 250 miliar, jangan diganggu gugat.
"Iya (dengar), tetapi sepengetahuan saya saat itu, ucapan jangan diganggu gugat, bermaksud agar proyek tersebut tidak asal dikerjakan sebelum semuanya pasti dan jelas," terangnya.
Ada Dana Aspirasi Milik Bupati Kutim
Setelah mendapat keterangan Panji, giliran saksi Ahmad Firdaus yang dimintai keterangan.
Bertugas sebagai Kasubbid pembangunan dan pengkajian daerah Bappeda Kutim, Ahmad Firdaus menjelaskan tugas TAPD meresap Pokir DPRD Kutim hingga akhirnya masuk ke dalam rancangan APBD.
Dari aspirasi DPRD itulah, dirinya kemudian bertugas untuk membuat daftar Pokir tersebut.
Dirinya, hanya bertugas menyortir tanpa bisa menggangu rancangan yang ada serta tidak mengetahui kontraktor yang akan mengerjakan proyek pokir dari DPRD.
"Dari rancangan yang ada, saya pernah mendapatkan list pokir yang telah di revisi Ketua DPRD Kutim (Encek UR Firgasih). Saga dapat dari Lina (staf Encek), yang khusus mengatur pokir milik Encek. Lina menyampaikan, bahwa adanya revisi dari Ketua DPRD. Revisi itu kemudian disampaikan kepada kepala Bappeda Kutim," jelas Ahmad Firdaus.
Dihadapan Majelis Hakim yang terhormat, Ahmad Firdaus juga mengaku mengetahui ada dana aspirasi milik Bupati Kutim ( Ismunandar ) terkait pembangunan masjid, semenisasi jalan, pembangunan gereja dan pengadaan mobil ambulans.
"Namun saya tidak mengetahui yang mulia, rincian dana aspirasi. Saya hanya menghitung keseluruhan yang nilainya Rp 16 Miliar. Yang disampaikan oleh atasan, Edward Azran (Kepala Bappeda)," tegasnya.
Firdaus juga diminta untuk memasukan titipan paket anggaran sebesar Rp1 miliar untuk ditahun 2020.
Baca Juga: Inilah Para Kepala Daerah di Indonesia Korban Covid-19, Ada dari Kalimantan Timur Sampai Meninggal
Baca Juga: Satu Negara di Asia Tenggara Tidak Ada Penularan Covid-19 dalam Dua Minggu, Simak Cara Atasi Corona
Dalam daftar pokir tersebut ada paket titipan yang diberikan kepada Edward Azran dan Hendra. Sehingga total keseluruhan paket senilai Rp 20 miliar.
Paket tersebut dianggarkan lebih kepada proyek di Dinas Pendidikan Kutim.
"Keseluruhan paket anggaran RP 20 miliar itu, saya kelola (Susun Daftar) yang kemudian saya berikan kepada saudara Deki," ungkapnya.
Kemudian, Edward Azran yang dihadirkan turut menyampaikan kesaksiannya.
Dirinya mengaku tak berdaya menghadapi pokir DPRD, hingga semua usulan aspirasi dimasukan kedalam daftar sesuai permintaan.
Terlebih sebelumnya ada pembicaraan jika pokir DPRD Kutim tidak boleh diganggu yang disampaikan langsung oleh Ketua DPRD Kuitm, Encek. Dasar itulah menjadikan Edward beranggapan bahwa seluruh usulan Pokir tersebut harus dipenuhi.
Diketahui total alokasi anggaran penanganan Covid-19 di Kutim sebesar Rp106 miliar.
Jumlah itu merupakan potongan 35 persen dari belanja modal dan barang milik Pemkab Kutim.
"Ketua DPRD (Encek) meminta pokir jangan dipotong. Sehingga anggaran yang ada dipindahkan ke 2021 dengan tidak mengurangi jatah pokir yang sudah ada," pungkasnya.
Dirasa cukup memintai seluruh keterangan saksi, sidang pun ditutup oleh Agung Sulistiyono dan akan kembali dilanjutkan pada Senin (5/10/2020) nanti.
"Baik, keterangan yang telah disampaikan tidak ada yang disanggah. Dengan demikian sidang kita lanjutkan pada pekan depan. Masih dengan agenda yang sama. Dengan ini sidang ditutup," tegas Agung sembari mengetuk palu.
Memuluskan Proyek Puluhan Miliar
Seperti diketahui, Aditya Maharani dan Deki Aryanto didakwa telah memberikan suap demi memuluskan pengerjaan sejumlah proyek bernilai puluhan miliar. Uang sogokan belasan miliar yang diberikan oleh kedua terdakwa itu, mengalir ke sejumlah pejabat tinggi di Pemkab Kutim.
Nama Bupati Kutim nonaktif Ismunandar, serta istrinya, Encek Unguria Riarinda Firgasih selaku Ketua DPRD Kutim, ikut terseret. Kemudian ada pula nama Musyaffa selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Suriansyah alias Anto sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Aswandhinie Eka Tirta sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutim.
Aditya Maharani, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa serta Deki Aryanto, Direktur CV Nulaza Karya, didakwa JPU KPK lantaran terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.
Dengan dakwaan kedua, Deki maupun Maharani didakwa melanggar pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP. Deki didakwa menyogok Ismunandar dan Encek, melalui Musyaffa serta Anto dengan total uang Rp 8 miliar.
(Tribunkaltim.co/ Mohammad Fairoussaniy)