Nenek Sebatang Kara 40 Tahun Tinggal di Gubuk Beralas Tanah Penuh Sampah, Bersyukur Dibuatkan Rumah
Ruangan berukuran 4x2 itu nampak bersih. Wangi pewarna ruangan yang baru diaplikasikan sedikit menyengat.
Penulis: Heriani AM | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Ruangan berukuran 4x2 itu nampak bersih. Wangi pewarna ruangan yang baru diaplikasikan sedikit menyengat. Beradu tajam dengan aroma karpet plastik lantai.
Ada sekat penghubung antara kamar tidur dan kamar mandi. Meja dapur juga nampak mengkilap di sudut ruangan.
Meja panjang diletakkan di tengah. Untuk menjamu tamu yang hampir tak ada.
Sangat sederhana. Sebuah pigura tergantung di panel dinding beton cukup menarik perhatian.
Usut punya usut, sepasang gambar yang melekat pada pas foto itu bukanlah si empunya rumah. Melainkan foto anak pertama Mbah Sarni, juga kenangan terakhir yang bisa ia peluk secara visual.
Baca juga: NEWS VIDEO Sepasang Lansia Tinggal di Bekas Kandang Ayam Selama 23 Tahun
Baca juga: Kisah Sepasang Lansia Samarinda Tinggal di Gubuk Bekas Kandang Ayam, 23 Tahun Hidup Tanpa Listrik
Mbah Sarni ( 79) warga Jalan Mekar Sari Nomor 25, Gunung Sari Ilir, Balikpapan Tengah cukup beruntung.
Di usianya yang sudah senja, masih ada yang berbelas kasih padanya. Dengan membuatkannya rumah layak huni.
Ia hidup sebatang kara, sejak tahun 1972. Meski sepuh, ia masih mendengar dan berbicara dengan baik.
Bahkan mengingat dengan jelas memori mengapa ia bisa menetap di gubuk beralasan tanah dan penuh sampah selama lebih 20 tahun.
Waktu itu, ia yang asli Jawa merantau ke Balikpapan bersama sang suami.
Pernikahannya terbilang lancar hingga dikaruniai 5 orang anak. Namun orang ketiga hadir diantara kebahagiaan itu. Tak jauh, wanita idaman lain merupakan tetangga dekatnya.
Rumah tangga yang retak membuat Sarni memilih berpisah. Anaknya ikut sang ayah pindah ke tanah Jawa.
Membuat Sarni hidup seorang diri dan nestapa. Bertatap muka dengan sang anak pun tak pernah sejak itu.