Pengamat Hukum Kaltim Soroti Kasus yang Menjerat Ismunandar, Biaya Politik Pilkada Luar Nalar
Ismunandar) mengaku menerima sejumlah uang dari rekanan dan digunakan untuk membayar sisa beban pilkada 2015 serta biaya kontestasinya pilkada 2020
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Bupati Non-Aktif Kutai Timur Ismunandar memberikan kesaksiannya kemarin (Selasa, 6/10/2020) pada persidangan lanjutan dengan dua terdakwa Deki Arianto dan Aditya Maharani.
Kasus dugaan pemberian suap dilingkup Pemkab Kutim.
Persidangan digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi atau PN Tipikor Samarinda, Jalan M Yamin Samarinda, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, yang dilangsungkan secara virtual.
Dalam kesaksiannya Ismunandar mengaku menerima sejumlah uang dari rekanan dan digunakan untuk membayar sisa beban pilkada 2015.
Juga untuk biaya kontestasinya pada pilkada 2020, termasuk rencana pemberian mahar kepada partai politik.
Baca juga: Kronologi Tertangkapnya Ismunandar Cs, Pesan Tiket Pesawat ke Jakarta Rp 33 Juta untuk 10 Orang
Baca juga: TERUNGKAP, Ismunandar Terima Suap Rp 5 M dari Rekanan Swasta, Dipakai Bayar Utang dan Mahar Politik
Hal ini pun turut disorot oleh pengamat hukum dan pusat kajian anti korupsi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Kaltim, Herdiansyah Hamzah.
Ia menilai penyiapan uang mahar guna mendapat dukungan maju kembali di pilkada 2020, yang didapat dari rekanan Ini tidaklah mengherankan.
Penelitian litbang Kemendagri dan KPK menyebut jika biaya politik pilkada memang di luar nalar.
"Untuk tingkat kabupaten/kota membutuhkan rata2 Rp 20-30 miliar, sedangkan tingkat provinsi bisa mencapai Rp 100 miliar. Sementara harta kekayaan para calon, hanya rata-rata berkisar Rp 7-10 miliar.
Ini yang membuat celah korupsi terbuka lebar. Untuk menutupi selisih kekayaan dengan biaya pilkada itu, pasti dengan perampokan anggaran," bebernya Rabu (7/10/2020) siang.
Peran sang Bupati dan Ketua DPRD Kutim yang sangat sentral, terbukti beberapa Kepala Dinas yang terjerat seperti instansi Bapenda dan BPKAD, Musyafa serta Suriansyah alias Anto, dan Aswandini selaku Kepala Dinas PUPR Kutim.
Mereka disebut-sebut mengetahui rekanan yang bekerja di lingkup Pemkab Kutim, yang akhirnya merencanakan besaran ploting proyek yang diatur sesuai dengan keputusan Sang Bupati.
Baca juga: BREAKING NEWS Giliran Ismunandar Beri Keterangan, Sidang Lanjutan Dugaan Suap di Pemkab Kutim
Baca juga: NEWS VIDEO Mahasiswi Cantik Ikut Turun Ke Jalan Menuntut Pembatalan UU Omnibus Law di Samarinda
Musyafa dan Suriansyah juga akhirnya diberi akses lebih setelah bercerita pada atasannya terkait adanya celah meraup dana lebih kepada rekanan dengan 'memainkan' jumlah proyek di sejumlah SKPD lingkup Kutim.
Yang nantinya dimasukkan dalam rancangan anggaran berdasar pokok pikiran ( pokir ), itu juga yang nantinya berkaitan juga dengan peran Encek UR Firgasih selaku Ketua DPRD Pemkab Kutim.
Direncanakan pekan depan juga dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, dua terdakwa Aditya Maharani dan Deki Arianto.
"Justru tokoh kuncinya memang ada di Ismu dan istrinya. Mereka berdua yang punya akses penuh terhadap anggaran.
Sayangnya, dinasti politik memang melumpuhkan pengawasan, termasuk dalam pembahasan dan penentuan anggaran," tegas Castro, panggilan akrab Herdiansyah Hamzah.
(Tribunkaltim.co/ Mohammad Fairoussaniy)