Demo Tolak Omnibus Law
Solidaritas Demo Tolak UU Cipta Kerja di Samarinda, Kumpulkan Sampah dan Murni Inisiatif Sendiri
Ada bentuk gerakan solidaritas dalam demo tolak UU Cipta Kerja di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Ada bentuk gerakan solidaritas dalam demo tolak UU Cipta Kerja di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur.
Ada beberapa mahasiswa yang bergerak kumpulkan sampah bersihkan area unjuk rasa yang kotor sampah dan ini murni inisiatif sendiri.
Aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja ( Omnibus Law ) terus berlangsung.
Meskipun diguyur hujan, Rabu (7/10/2020) sore, para mahasiswa ini tetap bertahan.
Baca Juga: Serikat Buruh Bersama DPR Bentuk Tim Perumus RUU Cipta Kerja
Baca Juga: Buruh Menolak Keras Sistem Kejar Tayang RUU Cipta Kerja yang Dipaksakan Pemerintah dan DPR
Hujan mengguyur dalam beberapa menit, lalu reda, begitu terus selang beberapa saat.
Tidak hanya semangat menyampaikan aspirasinya, beberapa mahasiswa tampak membawa kantong plastik hitam ukuran besar.
Reza Indriyani, seorang mahasiswa mengatakan, pengumpulan sampah secara langsung ini sebagai bentuk solidaritas sesama mahasiswa yang melaksanakan aksi.
Sekaligus ia ingin menghindari dari kesan negatif mahasiswa usai demo dengan meninggalkan sampah berserakan.

"Inisiatif sendiri, setiap demo selalu membersihkan area. Takutnya nanti ada media yang melintir kegiatan kita," ucapnya.
Kegiatan bersih-bersih ini tidak masuk kegiatan konsolidasi sebelum aksi.
Jadi ini murni inisiatif dia dan temannya, Yuliani selama aksi. Hingga pukul 16.57 Wita kegiatan unjuk rasa masih berlangsung.
DPRD Kaltim Tidak Memilki Kekuatan
Diberitakan sebelumnya, ratusan mahasiswa dan buruh berunjuk rasa di simpang empat Mal Lembuswana Samarinda, Rabu (7/10/2020).
Mahasiswa yang tergabung di Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) bersama buruh menolak adanya UU Cipta Kerja, Omnibus Law.
M. Akbar, Humas Aliansi Mahakam mengatakan, aksi unjuk rasa kali ini menuntut pencabutan Omnibus Law yang disahkan Senin (5/10/2020).
Ia juga membeberkan alasannya demo di kawasan tersebut ketimbang di Kantor DPRD Kaltim.
Menurutnya, aksi di Kantor DPRD Kaltim ini tidak dapat menghasilkan keputusan apapun.
Bahkan ia menilai DPRD Kaltim pun tidak punya kekuatan untuk menolak UU tersebut.
"Sudah jelas yang mengesahkan Omnibus Law DPR RI dan juga itu atas permintaan Presiden Joko Widodo. Jadi jika kami aksi di DPRD provinsi sama saja bohong. Mereka tidak mungkin mencabut apa yang sudah disahkan," ucapnya.
Baca juga: Divonis Bebas, Terdakwa Tagih Utang Istri Kombes Pingsan di Ruang Sidang, Hakim Temukan Bukti Baru?
Baca juga: KISAH PILU Awalnya Hanya Benjolan Kecil di Gusi, Kini Pengaruhi Bentuk Wajah Jurni
Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 Masih di Bawah Rata-rata Dunia, Ini Kata Jubir Satgas
Ia meminta pemerintah mendengarkan suara mahasiswa yang turun ke lapangan.
Aliansi Mahakam ini merupakan gabungan dari organisasi mahasiswa di Kaltim. Selain itu mahasiswa dari Kukar juga turut dalam aksi tersebut.
Dari pantauan TribunKaltim.co, mahasiswa berkumpul membentuk barisan melingkar di tengah simpang empat Lembuswana.
Satu per satu mahasiswa berorasi di tengah jalan. Bahkan mereka membakar ban di tiap sudut jalan.
UU Cipta Kerja Memberi Banyak Manfaat
Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi disahkan menjadi Undang-undang Cipta Kerja ( UU Cipta Kerja ) melalui rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020) kemarin.
Payung hukum ini menuai banyak sekali kontroversi.
Mulai sejak direncanakan hingga di ketuk palu. Teriakan penolakan tak henti ditemui, baik secara langsung maupun ujaran di sosial media.
UU Cipta Kerja memuat 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya mengatur mengenai Ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Indonesia Hari Ini, 24 Jam Terakhir Tambah 4.007 Kasus Baru Covid-19
Baca Juga: Presiden Jokowi Tekankan Pentingnya Optimisme dan Keseimbangan Hadapi Pandemi Virus Corona
Namun dinilai banyak pasal kontroversial yang memicu amarah masyarakat.
Di antaranya pasal 59 tentang jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Dimana jangka waktunya, kegiatan pekerjaan dan perpanjangan diatur pemerintah.
Juga pasal 79 ayat (2) huruf (b) yang memberikan waktu libur sehari dalam sepekan, dimana sebelumnya 2 hari.
Menurut akademisi hukum di Kota Balikpapan, Piatur Pangaribuan, bagi orang yang tidak paham akan regulasi ini memang menjadikan undang-undang ramai dibahas.
"Saya ambil dari sisi makro, sekarang itu dalam menyelesaikan persoalan, harus lintas ilmu. Enam bulan lalu saya juga dari Belanda, di sana jika menyelesaikan persoalan, sangat efektif jika lintas sektoral," mulainya.
Baca Juga: Jadwal Penerapan Sanksi Tidak Pakai Masker di Samarinda, Pelanggar akan Disidang Yustisi
Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku
Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia
Menurutnya, lintas ilmu sangat penting untuk menyatukan beragam perspektif.
Ia mencontohkan, dalam menyelesaikan perkara peradilan, jika ngotot hanya satu UU saja, maka kasus tersebut akan jalan di tempat.
"Namun jika kita melihat titik temu dari simpul-simpul ini, akan jauh lebih efektif," imbuhnya.
Titik temu yang dimaksud adalah pengusaha, investor, buruh dan lainnya yang terkait. Oknum yang akan memutar roda sistem dengan lancar.
Menurutnya, selama ini sering terjadi ketidakselarasan antar pemberi kerja dan pekerja.
Untuk itu negara hadir. Jika tidak ada yang berani mencari konklusi, maka pihak tersebut akan jalan masing-masing.
Baca Juga: Plt Bupati Kukar Chairil Anwar Pimpin Rakor Aparatur, Persiapan Pilkada Kukar Kecamatan Loa Kulu
Baca Juga: Warga Karang Asam Ulu Samarinda Butuh Lampu Penerangan Jalan, Curhatan ke Calon Walikota Andi Harun
Tentu ada beberapa irisan yang negatif, tetapi irisan itu jauh lebih minim dampaknya daripada dampak besarnya.
"Jika kita melihat dari multi perspektif, kita akan bisa memahami bahwa lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya. Memang ada beberapa irisan, tapi itu minoritas dari mayoritas," urainya.
Ia melanjutkan, jika kondisi sebelum adanya UU Cipta Kerja berlangsung, perekonomian tidak akan berjalan sesuai harapan.
Secara otomatis APBD tidak akan terisi, baik APBD Kabupaten Kota hingga APBN.
"Bahkan mungkin pernyataan saya ini, banyak kawan-kawan yang tidak sepakat. Tapi bisa diuji nanti, satu dua tahun ke depan, apakah pertumbuhan ekonomi dan penanaman investasi tumbuh? Jawabannya menunggu waktu itu," pungkasnya.
(TribunKaltim.co/Jino Prayudi Kartono)