Demo Tolak UU Omnibus Law
Analisis Pengamat Politik soal Demo Penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Berakhir Ricuh
Analisis Pengamat Politik soal demo penolakan UU Cipta Kerja yang berakhir ricuh.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Analisis Pengamat Politik soal demo penolakan UU Cipta Kerja yang berakhir ricuh.
Aksi demonstrasi menolak disahkannya UU Cipta Kerja terjadi di berbagai daerah dalam beberapa hari terakhir.
Di sejumlah tempat, aksi tersebut berakhir dengan kericuhan dan bentrok antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan.
Pemerintah menuding aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat lain ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu.
Baca Juga: Tahun Ini Pengadilan Negeri Tenggarong Menerima Banyak Perkara Pengajuan Perceraian dari Wanita
Baca Juga: Kecelakaan Maut Daerah Taman Tiga Generasi Balikpapan, 1 Orang Tewas, Diduga Ada yang Tenggak Miras
Baca Juga: Kondisi Fasilitas Umum Dermaga Apung Sambaliung Berau Buruk, Bocor Nyaris Tenggelam di Dasar Sungai
Pengamat Politik Emrus Sihombing menilai, unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja beberapa hari yang lalu terkesan adanya aksi menunggangi satu sama lain.
Menurut dia, memang tidak semua aksi demonstrasi murni untuk menyampaikan aspirasi atau tuntutan belaka.
"Karena prinsipnya manusia itu saling menunggangi. Kalau saya mengatakan, di situ saling menunggangi antara satu pihak dengan pihak yang lain," kata Emrus kepada wartawan, Minggu (11/10/2020).
Namun, ia tidak bisa memastikan siapa aktor dominan yang menunggangi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja. Namun secara teoritis dan hipotesis, Emrus mengatakan, aktor politik yang berada di luar lapangan terlihat lebih dominan.
"Menurut saya perlu dilakukan kajian mendalam ihwal hal tersebut (siapa aktor dominan demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja)," ujarnya.
Di sisi lain, menurut pandangan Emrus, tidak ada pilihan bagi pemerintah untuk mengajak dialog, berkomunikasi, dan menampung aspirasi aktor di balik demonstrasi kemarin. Tentu, tidak semua aspirasi harus diakomodasi atau diterima. Semua harus dikompromikan.
Ia pun meminta agar akses masyarakat terkait isi atau substansi UU Cipta Kerja dapat segera dibuka seluas-luasnya. Dengan demikian diharapkan dapat menghilangkan keraguan dan pertentangan yang selama ini terjadi.
"Ketika sudah ada perbaikan, lebih cepat (akses masyarakat mendapatkan draf UU Cipta Kerja) lebih baik. Semua harus clean and clear," katanya.
Menurut Emrus, saat ini sangat diperlukan keterbukaan dan transparansi terkait seperti apa isi atau substansi pasal-pasal yang masih dianggap kontroversial oleh masyarakat.
Dengan demikian maka keraguan publik dapat segera diatasi dan meminimalisasi gejolak yang mungkin kembali terjadi.
Sebelumnya, Menteri Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, saat menjawab pertanyaan jurnalis Budiman Tanuredjo dalam acara Satu Meja The Forum KompasTV, Rabu (7/10/2020), menilai aksi menolak UU Cipta Kerja ditunggangi pihak tertentu.
Saat itu, Budiman bertanya apakah demo ditunggangi kepentingan politik di 2024.
"Jadi, menurut Pak Luhut, memang ada yang menunggangi ini untuk ambisi politik 2021 ya?" tanya Budiman sebagaimana dikutip dari TribunWow, Sabtu (10/10/2020).
Luhut pun mengiyakan. "Ya pasti ada lah, enggak usah orang pintar juga melihatnya ada. Ya kan pemerintah punya tools-nya juga untuk itung-itungan, apa sih susahnya itu?" kata Luhut.
Untuk itu, Luhut mengingatkan kepada semua pihak untuk tidak memanfaatkan situasi genting demi kepentingan pribadi atau golongan.
"Jadi jangan spirit tuh 'saya pengen kuasa, saya pengen pemerintah ini diganggu' jangan begitu."
"Nanti kalau mau menjadi pejabat, jadi presiden ya tahun 2024, itu kan sudah ada waktunya," ujar dia.
Demo Mahasiswa Bergejolak Ricuh
Jam 17.20 Wita, massa aksi serentak berdiri dan bergeser ke arah kanan. Sekira 10 menit kemudian, dari arah massa aksi melempar sejumlah botol air mineral ke arah gedung DPRD.
Selang sekian menit, massa aksi bertolak secara sporadis berlari membelakangi gedung DPRD, kocar-kacir.
Beberapa ke arah pasar klandasan, sebagian memasuki gang-gang warga. Sepantauan Tribunkaltim.co, satu demonstran tumbang dan terkapar di jalan.
"Tolongin! Kena tembak itu dia," seru demonstran lain.
Tak lama, di sekitar jam 18.00 Wita, demonstran kembali merusuh. Tembakan gas asap tak terelakkan.
Melalui pengeras suara, dari mobil aparat, diserukan perintah untuk membubarkan diri. Baik itu demonstran pun masyarakat lain.
Sekejap ditimpali dari pengeras suara masjid agung yang bersuara menyerukan agar demonstran dan aparat untuk membubarkan diri sebab akan dilaksanakan ibadah sholat maghrib.
Ketika ditemui awak media TribunKaltim.co, Kapolresta Balikpapan, Turmudi menyampaikan bahwa dalam demokrasi, wajar saja mereka menyampaikan tuntutannya.
"Kita pasti mengamankan. Kantor itu aset negara, tidak boleh didudukin. Mereka (massa aksi) maunya menduduki," ucapnya.
Dalam hal masa pandemi, sambung Turmudi, Balikpapan masih dalam zona orange.
"Jangan sampai ada klaster baru. Mari berpikir jernih," sebut Turmudi yang turut menjadi korban pelemparan benda keras di bagian kiri kepala.
UU Cipta Kerja Memberi Banyak Manfaat
Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi disahkan menjadi Undang-undang Cipta Kerja ( UU Cipta Kerja ) melalui rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020) kemarin.
Payung hukum ini menuai banyak sekali kontroversi.
Mulai sejak direncanakan hingga di ketuk palu. Teriakan penolakan tak henti ditemui, baik secara langsung maupun ujaran di sosial media.
UU Cipta Kerja memuat 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya mengatur mengenai Ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Indonesia Hari Ini, 24 Jam Terakhir Tambah 4.007 Kasus Baru Covid-19
Baca Juga: Presiden Jokowi Tekankan Pentingnya Optimisme dan Keseimbangan Hadapi Pandemi Virus Corona
Namun dinilai banyak pasal kontroversial yang memicu amarah masyarakat.
Di antaranya pasal 59 tentang jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Dimana jangka waktunya, kegiatan pekerjaan dan perpanjangan diatur pemerintah.
Juga pasal 79 ayat (2) huruf (b) yang memberikan waktu libur sehari dalam sepekan, dimana sebelumnya 2 hari.
Menurut akademisi hukum di Kota Balikpapan, Piatur Pangaribuan, bagi orang yang tidak paham akan regulasi ini memang menjadikan undang-undang ramai dibahas.
"Saya ambil dari sisi makro, sekarang itu dalam menyelesaikan persoalan, harus lintas ilmu. Enam bulan lalu saya juga dari Belanda, di sana jika menyelesaikan persoalan, sangat efektif jika lintas sektoral," mulainya.
Baca Juga: Jadwal Penerapan Sanksi Tidak Pakai Masker di Samarinda, Pelanggar akan Disidang Yustisi
Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku
Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia
Menurutnya, lintas ilmu sangat penting untuk menyatukan beragam perspektif.
Ia mencontohkan, dalam menyelesaikan perkara peradilan, jika ngotot hanya satu UU saja, maka kasus tersebut akan jalan di tempat.
"Namun jika kita melihat titik temu dari simpul-simpul ini, akan jauh lebih efektif," imbuhnya.
Titik temu yang dimaksud adalah pengusaha, investor, buruh dan lainnya yang terkait. Oknum yang akan memutar roda sistem dengan lancar.
Menurutnya, selama ini sering terjadi ketidakselarasan antar pemberi kerja dan pekerja.
Untuk itu negara hadir. Jika tidak ada yang berani mencari konklusi, maka pihak tersebut akan jalan masing-masing.
Baca Juga: Plt Bupati Kukar Chairil Anwar Pimpin Rakor Aparatur, Persiapan Pilkada Kukar Kecamatan Loa Kulu
Baca Juga: Warga Karang Asam Ulu Samarinda Butuh Lampu Penerangan Jalan, Curhatan ke Calon Walikota Andi Harun
Tentu ada beberapa irisan yang negatif, tetapi irisan itu jauh lebih minim dampaknya daripada dampak besarnya.
"Jika kita melihat dari multi perspektif, kita akan bisa memahami bahwa lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya. Memang ada beberapa irisan, tapi itu minoritas dari mayoritas," urainya.
Ia melanjutkan, jika kondisi sebelum adanya UU Cipta Kerja berlangsung, perekonomian tidak akan berjalan sesuai harapan.
Secara otomatis APBD tidak akan terisi, baik APBD Kabupaten Kota hingga APBN.
"Bahkan mungkin pernyataan saya ini, banyak kawan-kawan yang tidak sepakat. Tapi bisa diuji nanti, satu dua tahun ke depan, apakah pertumbuhan ekonomi dan penanaman investasi tumbuh? Jawabannya menunggu waktu itu," pungkasnya.
(Tribunkaltim.co/Mohammad Zein Rahmatullah)