Demo Tolak UU Omnibus Law

Kisah Polisi Ganteng, Pertama Kalinya Amankan Lokasi Demo UU Cipta Kerja di Gedung DPRD Tarakan

Seorang polisi ganteng yakni Bripda Satria Syamsudin ikut amankan aksi unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara

Penulis: Risnawati | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/RISNAWATI
Bripda Satria Syamsudin saat lakukan pengamanan di aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di gedung DPRD Kota Tarakan, Senin (12/10/20) TRIBUNKALTARA.COM/RISNAWATI 

TRIBUNKALTIM.CO, TARAKAN - Seorang polisi ganteng yakni Bripda Satria Syamsudin ikut amankan aksi unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.

Anggota kepolisian Polda Kaltara ini mengaku, pengamanan ini merupakan pengamanan perdananya setelah menjadi anggota.

"Iya baru lulus tahun ini, ini pengalaman pertama," ungkapnya kepada Tribunkaltara.com, Senin (12/10/20)

Pria kelahiran Nunukan ini mengaku ada rasa grogi saat pengamanan.

Namun hal itu dapat ia atasi bersama rekan-rekannya yang lain.

Baca Juga: Tarif Tertinggi RT-PCR Rp 900 Ribu, Jubir Satgas Covid-19 Kaltara Agust Suwandy Angkat Bicara

Baca Juga: Hari Ini Demo Mahasiswa di Balikpapan Ricuh, Tuntut Pagar Duri Dibuka dan Tolak UU Cipta Kerja

"Pegamanan yang kami lakukan sudah kami persiapkan," ucapnya.

Pria kelahiran 2000 ini juga menyampaikan sebelum melakukan pengamanan dirinya menjaga daya tahan tubuhnya agar tetap prima selama menjalankan tugas.

"Minum vitamin, sekalian cegah covid-19 juga kan, terus juga tidur awal juga," sebutnya.

Dirinya berharap dalam aksi unjuk rasa dapat dilakukan tanpa tindakan anarkis, seperti aksi-aksi yang terjadi pada hari-hari sebelumnya.

"Baiknya aksi yang dilakukan berjalan dengan damai, jangan sampai ada tindakan anarkis yang dilakukan oleh massa," tutupnya.

Pandangan Pengamat Politik Demo Anti UU Cipta Kerja Rusuh

Berita sebelumnya. Analisis Pengamat Politik soal demo penolakan UU Cipta Kerja yang berakhir ricuh.

Aksi demonstrasi menolak disahkannya UU Cipta Kerja terjadi di berbagai daerah dalam beberapa hari terakhir.

Di sejumlah tempat, aksi tersebut berakhir dengan kericuhan dan bentrok antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan.

Pemerintah menuding aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat lain ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu.

Baca Juga: Jadwal Penerapan Sanksi Tidak Pakai Masker di Samarinda, Pelanggar akan Disidang Yustisi

Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku

Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia

Pengamat Politik Emrus Sihombing menilai, unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja beberapa hari yang lalu terkesan adanya aksi menunggangi satu sama lain.

Menurut dia, memang tidak semua aksi demonstrasi murni untuk menyampaikan aspirasi atau tuntutan belaka.

"Karena prinsipnya manusia itu saling menunggangi. Kalau saya mengatakan, di situ saling menunggangi antara satu pihak dengan pihak yang lain," kata Emrus kepada wartawan, Minggu (11/10/2020).

Namun, ia tidak bisa memastikan siapa aktor dominan yang menunggangi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja. Namun secara teoritis dan hipotesis, Emrus mengatakan, aktor politik yang berada di luar lapangan terlihat lebih dominan.

"Menurut saya perlu dilakukan kajian mendalam ihwal hal tersebut (siapa aktor dominan demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja)," ujarnya.

Di sisi lain, menurut pandangan Emrus, tidak ada pilihan bagi pemerintah untuk mengajak dialog, berkomunikasi, dan menampung aspirasi aktor di balik demonstrasi kemarin. Tentu, tidak semua aspirasi harus diakomodasi atau diterima. Semua harus dikompromikan.

Ia pun meminta agar akses masyarakat terkait isi atau substansi UU Cipta Kerja dapat segera dibuka seluas-luasnya. Dengan demikian diharapkan dapat menghilangkan keraguan dan pertentangan yang selama ini terjadi.

"Ketika sudah ada perbaikan, lebih cepat (akses masyarakat mendapatkan draf UU Cipta Kerja) lebih baik. Semua harus clean and clear," katanya.

Menurut Emrus, saat ini sangat diperlukan keterbukaan dan transparansi terkait seperti apa isi atau substansi pasal-pasal yang masih dianggap kontroversial oleh masyarakat.

Dengan demikian maka keraguan publik dapat segera diatasi dan meminimalisasi gejolak yang mungkin kembali terjadi.

Sebelumnya, Menteri Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, saat menjawab pertanyaan jurnalis Budiman Tanuredjo dalam acara Satu Meja The Forum KompasTV, Rabu (7/10/2020), menilai aksi menolak UU Cipta Kerja ditunggangi pihak tertentu.

Saat itu, Budiman bertanya apakah demo ditunggangi kepentingan politik di 2024.

"Jadi, menurut Pak Luhut, memang ada yang menunggangi ini untuk ambisi politik 2021 ya?" tanya Budiman sebagaimana dikutip dari TribunWow, Sabtu (10/10/2020).

Luhut pun mengiyakan. "Ya pasti ada lah, enggak usah orang pintar juga melihatnya ada. Ya kan pemerintah punya tools-nya juga untuk itung-itungan, apa sih susahnya itu?" kata Luhut.

Untuk itu, Luhut mengingatkan kepada semua pihak untuk tidak memanfaatkan situasi genting demi kepentingan pribadi atau golongan.

"Jadi jangan spirit tuh 'saya pengen kuasa, saya pengen pemerintah ini diganggu' jangan begitu."

"Nanti kalau mau menjadi pejabat, jadi presiden ya tahun 2024, itu kan sudah ada waktunya," ujar dia.

Demo Mahasiswa Bergejolak Ricuh

Jam 17.20 Wita, massa aksi serentak berdiri dan bergeser ke arah kanan. Sekira 10 menit kemudian, dari arah massa aksi melempar sejumlah botol air mineral ke arah gedung DPRD.

Selang sekian menit, massa aksi bertolak secara sporadis berlari membelakangi gedung DPRD, kocar-kacir.

Beberapa ke arah pasar klandasan, sebagian memasuki gang-gang warga. Sepantauan Tribunkaltim.co, satu demonstran tumbang dan terkapar di jalan.

"Tolongin! Kena tembak itu dia," seru demonstran lain.

Tak lama, di sekitar jam 18.00 Wita, demonstran kembali merusuh. Tembakan gas asap tak terelakkan.

Melalui pengeras suara, dari mobil aparat, diserukan perintah untuk membubarkan diri. Baik itu demonstran pun masyarakat lain.

Sekejap ditimpali dari pengeras suara masjid agung yang bersuara menyerukan agar demonstran dan aparat untuk membubarkan diri sebab akan dilaksanakan ibadah sholat maghrib.

Ketika ditemui awak media TribunKaltim.co, Kapolresta Balikpapan, Turmudi menyampaikan bahwa dalam demokrasi, wajar saja mereka menyampaikan tuntutannya.

"Kita pasti mengamankan. Kantor itu aset negara, tidak boleh didudukin. Mereka (massa aksi) maunya menduduki," ucapnya.

Dalam hal masa pandemi, sambung Turmudi, Balikpapan masih dalam zona orange.

"Jangan sampai ada klaster baru. Mari berpikir jernih," sebut Turmudi yang turut menjadi korban pelemparan benda keras di bagian kiri kepala.

(Tribunkaltara.com/Risnawati)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved