Jurnalis Bontang Gelar Aksi Solidaritas di Polres, Kecam Tindakan Represif Aparat pada Profesi Pers
Puluhan jurnalis Bontang melakukan aksi solidaritas di Mapolres Bontang, Rabu (14/10/2020)
TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Puluhan jurnalis Bontang melakukan aksi solidaritas di Mapolres Bontang, Rabu (14/10/2020).
Mereka mengenakan pakaian serba hitam. Perlambang duka atas terjadinya kekerasan dan pelecehan profesi jurnalis oleh oknum polisi.
Aksen lakban yang menempel persis pada masker para pencari berita Bontang, merupakan wujud protes atas pembungkaman kerja-kerja jurnalis saat bertugas di lapangan.
Setidaknya hal itulah yang disampaikan Korlap Aksi Solidaritas Jurnalis Bontang, Romi saat pimpin jalannya aksi damai di Mapolres Bontang.
Baca Juga: Diet Air Putih Selama 5 Tahun, tak Makan di Tengah Malam, Lihat Perubahan Tubuh Pelawak Yadi Sembako
Baca Juga: Kiat Khusus Shin Tae-yong Jelang Timnas U19 Indonesia vs Makedonia Utara, Garuda Muda Bakal Garang
"Kami mengecam tindakan represif kepolisian terhadap rekan-rekan kami yang bertugas di lapangan. Apalagi sampai melakukan pelecehan terhadap profesi jurnalis," ungkapnya.
Aksi bungkam awak media Bontang juga disertai dengan penaruhan kartu pers di teras depan Mapolres Bontang.
Hal itu dilakukan sebagai bentuk dukungan dan solidaritas kepada rekan-rekan jurnalis yang jadi korban tindakan represif oknum kepolisian di Indonesia.
Aksi solidaritas itu mendapat respon Kapolres Bontang AKBP Hanifa Martunas Siringoringo. Awak media diberikan ruang untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya di dalam aula pertemuan Mapolres Bontang.
Salah satu peserta aksi, Edwin membeberkan dari data Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menyebut selama rentetan aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Indonesia.
Setidaknya ada 7 jurnalis yang jadi korban perlakuan represif aparat kepolisian. Lima orang di antaranya di Samarinda.
Baca Juga: Kepala DP3A Kukar Imbau Orangtua Dampingi Anaknya Saat Bermain Smartphone
Baca Juga: BREAKING NEWS Hari Ini SPSI Berau Demo UU Cipta Kerja, Gelar Audiensi dengan DPRD dan Pemkab
Sejak 2009 tercatat ada 53 kasus kekerasan jurnalis yang dilaporkan ke AJI Indonesia.
"Tindak kekerasan tak hanya sebatas fisik. Merebut atau meminta video dan foto termasuk dalam tindakan kekerasan terhadap jurnalis," ujar Edwin yang juga Ketua Forum Jurnalis Bontang (FJB).
Profesi jurnalis dilindungi UU 40/1999, meski tampak remeh namun upaya menghapus segala bentuk dokumentasi jurnalis saat bertugas di lapangan termasuk kekerasan terhadap insan pers.
"Terkesan kecil, tapi masuk ranah kekerasan jurnalistik. Kami berharap jangan sampai di tahun 2020 kepolisian mempertahankan gelarnya sebagai musuh besar kebebasan pers," tegasnya.
Kendati sampai sejauh ini tak ada rekam jejak digital benturan insan pers dengan awak kepolisian Bontang, Fitri salah satu peserta aksi solidaritas membeberkan bahwa tindakan represif itu pernah dialami jurnalis Bontang.
"Sebenarnya ada rekan kami, ponsel dirampas. Dipaksa dihapus file-filenya. Itu jelas tidak elok. Ponsel adalah privasi kami," katanya.
Baca Juga: Tahun Ini Pengadilan Negeri Tenggarong Menerima Banyak Perkara Pengajuan Perceraian dari Wanita
Baca Juga: Kecelakaan Maut Daerah Taman Tiga Generasi Balikpapan, 1 Orang Tewas, Diduga Ada yang Tenggak Miras
Baca Juga: Kondisi Fasilitas Umum Dermaga Apung Sambaliung Berau Buruk, Bocor Nyaris Tenggelam di Dasar Sungai
"Biarkan wartawan itu menghapus. Bukan polisi yang mengambil, itu namanya perampasan," serunya.
Sementara perwakilan AJI, Kartika Anwar menyebut kekerasan terhadap jurnalis banyak disebabkan karena mereka merekam aksi kekerasan terhadap demonstran.
“Yang terjadi di lapangan, terkadang aparat lupa kalau kita adalah mitra,” ungkapnya.
“Profesi jurnalis rentan mengalami kekerasan. Memang tidak ada jejak digital (kekerasan terhadap jurnalis) di Bontang. Tapi pernah ada handphone rekan kami yang diambil lalu dihapus rekaman videonya. Masalah itu kami selesaikan di lapangan,” tuturnya.
Jangan Ada Lagi Kekerasan
Fachri Mahayupa, salah satu peserta aksi meminta Kapolres Bontang untuk menyampaikan aspirasi rekan-rekan jurnalis Bontang, tak hanya pada level pimpinan di atas, melainkan juga kepada anggota dan jajaran Polres Bontang.
"Bila di lapangan ada wartawan yang mengangkat kartu pers, kemudian memperkenalkan dirinya, tolong dihargai profesi yang melekat pada dirinya. Jangan sampai terjadi lagi tindakan kekerasan, apalagi pelecehan profesi terhadap wartawan oleh oknum kepolisian," ujarnya.
Setelah mendengar beragam aspirasi awak media Bontang, Kapolres Bontang AKBP Hanifa Martunas Siringoringo menyatakan keprihatinannya terhadap insan pers yang jadi korban represif oknum kepolisian saat aksi unjuk rasa belakangan ini.
"Saya turut prihatin. Oknum kepolisian yang melanggar kewenangannya saat bertugas bakal diproses sesuai aturan dan hukum yang berlaku," ungkap mantan Kasubbid Penmas Humas Polda Kaltim.
Dalam kesempatannya, perwira 2 bunga di pundak tersebut mengaku menghargai dan menghormarti kerja-kerja pers. Terlepas ada insiden di lapangan, hal itu memang tak bisa dihindarkan.
Namun, Hanifa menegaskan apabila ada anggota Polri yang melakukan hal di luar wewenangnya maka institusi tak bakal segan menjatuhkan sanksi atau hukuman sesuai aturan yang berlaku.
"Anggota Polri punya aturan yang berlaku secara internal, apabila anggota polri berbuat atau melakukan pelanggaran, pasti akan diproses secara aturan hukum yang ada," tegasnya.
Ia berharap jalinan kemitraan pers dan Polri yang terbangun selama ini bisa dijaga dengan baik.
"Terima kasih atas sumbang saran, masukan, terkait dengan pelaksanaan tugas kami ke depan. Ini akan kami jadikan motivasi. Untuk kami lebih baik lagi. Khususnya di Polres Bontang," ungkapnya.
Untuk diketahui adapun poin tuntutan Aksi Damai Solidaritas Jurnalis Bontang yang tertuang dalam surat pernyataan, sebagai berikut:
1.Polres Bontang Berkomitmen Untuk Selalu Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Jurnalis Saat Menjalankan Kerja-Kerja Jurnalistik Sesuai Ketentuan Undang-undang.
2.Menyatakan Sikap Untuk Ikut Mengecam Seluruh Tindakan Represif Kepada Jurnalis Saat Bertugas
3.Meminta Polres Bontang Untuk Patuh Pada Ketentuan Undang-Undang Perlindungan Pers dan Nota Kesepahaman antara POLRI dan DEWAN PERS
Kendati demikian saat korlap aksi, Romi meminta Kapolres menandatangani surat pernyataan tersebut. AKBP Hanifa Siringoringo enggan melakukannya. Ia berdalih hal tersebut mesti dikonsultasikan lebih lanjut kepada pimpinan. Terutama perihal dokumen yang ditandatangani harus seizin atasan.
Namun, ia berjanji bakal menandatangani surat pernyataan tersebut usai melakukan proses konsultasi tersebut.
Romi mengatakan peserta aksi solidaritas tersebut sepakat meninggalkan surat pernyataan tersebut di Polres Bontang.
Pihaknya bakal kembali menangih surat itu usai Kapolres konsultasi dengan pimpinan lebih tinggi.
(Tribunkaltim.co)