Fahri Hamzah Tuding UU Omnibus Law Cipta Kerja Beracuan pada China, Jokowi Sudah Diingatkannya
Fahri Hamzah tuding UU Omnibus Law Cipta Kerja beracuan kapitalisme China, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) sudah diingatkannya
TRIBUNKALTIM.CO - Fahri Hamzah tuding UU Omnibus Law Cipta Kerja beracuan kapitalisme China, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) sudah diingatkan.
Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai Undang-Undang Cipta Kerja tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga merampas hak-hak individu.
Selain itu, undang-undang tersebut juga merampas hak berserikat atau berkumpul dan memberikan kewenangan luar biasa kepada lahirnya kapitalisme baru.
"Tradisi demokrasi yang demokratis selama ini, falsafahya akan diganti dengan nilai-nilai kapitalisme baru yang merampas hak-hak individual dan berserikat atau berkumpul," ujar Fahri dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (15/10/2020).
"Mereka juga diberikan kewenangan untuk memobilisasi dana, tanpa dikenai peradilan. Ini anomali yang berbahaya sekali," sambung Fahri.
Menurutnya, UU Omnibus Law Cipta Kerja itu diadopsi pemerintah dan DPR dari sistem komunis China, yang melihat kapitalisme baru ala China lebih menjanjikan ketimbang kapitalisme konservatif model Amerika dan Eropa.
Baca juga: BREAKING NEWS Tolak Omnibus Law, PMII Samarinda Gelar Istighosah Perlawanan di Depan DPRD
Baca juga: Masih Tunggu Arahan Soal Omnibus Law, Disnaker Balikpapan Harap tak Ada Buruh Mogok Kerja
Baca juga: Ada 2 Penyusup Dalam Aksi Demo Mahasiswa Tolak Omnibus Law Jilid III di Depan DPRD Balikpapan
Baca juga: Marak Aksi Demo Mahasiswa Tolak Omnibus Law, Kapolda Kaltim: Utamakan Tindakan Persuasif dan Humanis
"Dari situ diambil kesimpulan, kita harus mengambil jalan mengikuti pola perkembangan ekonomi kapitalisme China yang sebenarnya tidak cocok dengan kita. China dikendalikan dengan sistem komunis, sementara Indonesia dikendalikan dengan sistem demokrasi," katanya.
Ia menilai, pemerintah dan DPR ternyata tidak mampu memahami madzab atau falsafah dibelakang UU Cipta Kerja secara utuh, di mana ketidakpahaman terhadap madzab tersebut juga dialami seluruh partai politik.
Hal itu terlihat, kata Fahri, dari seluruh partai politik terlibat secara aktif melakukan sosialisasi dan pembahasan, termasuk partai yang diujungnya menolak, karena ingin mengambil keuntungan dari peristiwa ini saja.
"Jangan lupa dibalik keputusan ini, ada persetujuan lembaga DPR dan proposal dari pemerintah, banyak hal yang diabaikan tiba-tiba disahkan, ini menjadi pertanyaan besar."
Baca juga: BIG MATCH Liga Italia, Inter Milan vs AC Milan, Rossoneri Punya Rekor Buruk, Donnarumma Sesumbar
Baca juga: AC Milan & Real Madrid Makin 'Mesra', Pioli Inginkan 2 Pemain El Real, Januari Berseragam Rossoneri
Baca juga: LIGA ITALIA Crotone vs Juventus, Ronaldo & Dybala Absen, Pirlo Turunkan Trisula Baru, Debut Chiesa
Baca juga: Jadwal & Klasemen Liga Inggris: Everton vs Liverpool, Klopp Turunkan Skuad Terbaik, Ujian Ancelotti
"Disinilah, saatnya kita harus melakukan reformasi terhadap partai politik dan lembaga perwakilan," paparnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu pun mempertanyakan untuk kepentingan siapa, sebenarnya UU Cipta Kerja tersebut yang dipaksakan keberadaannya.
Sebab, para investor dari Amerika dan Eropa justru ramai-ramai mengirimkan surat ke pemerintah Indonesia menolak UU Cipta Kerja, karena tidak diangggap tidak bersahabat dengan investor.
"Ini akan menjadi problem tersendiri, karena madzab UU Omnibus Law Cipta Kerja ini tidak berasal dari pemikiran negara demokrasi seperti Perancis, yang menghargai demokrasi dan tidak merusak lingkungan, serta tidak merampas hak individu dan berserikat."
Baca juga: Rudapaksa Adik Ipar yang Masih di Bawah Umur, Pria di Samarinda Dilaporkan Mertua ke Polisi
Baca juga: UPDATE Virus Corona di Kaltara, Sentuh Angka 687 Kasus, Ada 14 Kasus Baru di Bulungan dan Tarakan
Baca juga: Jadwal Pencairan BLT Karyawan Gelombang 2, Link Cek Nama Apakah Masih Terima di Website Kemnaker
Baca juga: NEWS VIDEO MotoGP 2020 Jadi Musim Terburuk Valentino Rossi Sepanjang Karier
"Undang-undang ini, madzabnya dari kapitalisme China," paparnya.
Fahri mengaku sejak awal sudah mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak membuat UU Omnibus Law Cipta Kerja yang menggabungkan 79 UU menjadi 1.200 pasal, karena akan memicu gelombang demontrasi rakyat besar-besaran dan ujung-ujungnya akan dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
"Duduklah satu meja dengan konstituen dan stakeholder, apa yang mau dipercepat, misalkan perizinan, kepastian dalam berusaha dan akuisisi lahan, pakai saja undang-undang yang ada."
"Di sinkronisasi saja, lalu buatlah peraturan pemeritahnya, PP-nya," ujarnya. (*)