Beri Suap Kepada Mantan Bupati Ismunandar, 2 Terdakwa Rekanan Pemkab Kutim Dituntut Dua Tahun

Sidang lanjutan terkait dugaan suap yang dilakukan dua rekanan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Provinsi Kalimantan Timur, kembali digelar har

TRIBUNKALTIM.CO/ MOHAMMAD FAIROUSSANIY
Suasana jalannya persidangan teleconference yang menghadirkan dua terdakwa rekanan swasta yang didakwa memberi sejumlah uang pada Ismunandar dan beberapa pejabat di lingkup Kutai Timur. Sidang kali ini beragendakan pembacaan tuntutan oleh JPU, Senin (16/11/2020). TRIBUNKALTIM.CO/ MOHAMMAD FAIROUSSANIY 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Sidang lanjutan terkait dugaan suap yang dilakukan dua rekanan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Provinsi Kalimantan Timur, kembali digelar hari ini, Senin (16/11/2020).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pada Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda agar menyatakan terdakwa atas nama Aditya Maharani Yuono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, telah melakukan tindak pidana korupsi seperti yang telah didakwakan.

Pernyataan disampaikan oleh JPU pada persidangan yang berlangsung via teleconference (daring), Senin (16/11/2020). 

Tuntutan yang dibacakan JPU sendiri pada  Majelis Hakim merupakan hasil dari fakta serangkaian agenda persidangan yang telah dilangsungkan sebelumnya. 

Terdakwa Aditya Maharani Yuono, selaku Direktur PT Turangga Triditya Perkasa, terbukti memberikan hadiah berupa uang ataupun barang kepada Mantan Bupati Kutim Ismunandar serta beberapa pejabat tinggi lainnya di lingkup Pemkab Kutim.

Dan ini juga diperkuat oleh keterangan yang disampaikan sejumlah saksi maupun terdakwa pada persidangan sebelumnya. 

Sejumlah uang atau gratifikasi (sogokan) yang diberikan terdakwa, guna mendapatkan proyek pekerjaan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim tahun anggaran 2019-2020. 

Dalam perkara ini, terdakwa Aditya Maharani Yuono dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Menuntut agar terdakwa diberikan hukuman pidana 2 tahun kurungan penjara, disertai denda Rp 250 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka hukuman diganti dengan kurungan selama 6 bulan," sebut salah satu JPU membacakan amar tuntutannya.

JPU turut memberikan beban biaya persidangan kepada terdakwa sebesar Rp 10 ribu. 

Tuntutan yang dijatuhkan JPU ini merupakan hasil dari sejumlah pertimbangan. 

Hal lain yang memperberatkan terdakwa, lantaran perbuatannya tidak mendukung program pemerintah yang bersih dari tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). 

Sementara hal lain yang meringankan terdakwa, yaitu selama menjalani persidangan berlaku sopan dan terus terang mengakui semua perbuatannya.

Diungkapkan dalam persidangan sebelumnya, terdakwa Aditya Maharani Yuono mengakui atas perbuatannya memberikan suap atau gratifikasi kepada Mantan Bupati Kutim Ismunandar, Musyaffa selaku Kepala Bapenda dan Suriansyah alias Anto Kepala BPKAD Pemkab Kutim.

Terdakwa mengaku memberikan sejumlah uang dan barang senilai Rp 6,1 miliar, yang terbagi sebesar Rp 5 miliar di Oktober-Desember 2019 dan Rp 1,1 miliar dari pemberian sepanjang Februari hingga Juni 2020.  

Sebagai imbalan, terdakwa mendapatkan puluhan pekerjaan berupa proyek penunjukan langsung (PL) di lingkungan Pemkab Kutim. 

Khusus untuk di anggaran Tahun 2019-2020, sedikitnya terdakwa menerima 19 proyek PL dan 6 proyek lelang di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Kutim. 

Semua pengerjaan proyek itu tak terlepas dari hasil campur tangan kakak beradik, yakni Musyaffa dan Suriansyah yang diperintahkan oleh sang Bupati Ismunandar.

Selama mengerjakan puluhan proyek PL, diketahui terdakwa menggunakan bendera perusahaan yang berbeda-beda.

Hal ini dikarenakan, setiap perusahaan dibatasi hanya mendapatkan 5 hingga 7 proyek.

Selasai JPU membacakan amar tuntutan, Ketua Majelis Hakim Agung Sulistiyono yang didampingi hakim anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo, melanjutkan persidangan atas perkara terdakwa Deki Aryanto.

"Sidang kita lanjutkan ke perkara terdakwa Deki Aryanto. Dengan ini sidang dibuka untuk umum," tegas Ketua Majelis Hakim sambil mengetuk palu menandakan sidang dibuka.

"Baik silakan untuk penuntut umum membacakan tuntutannya," timpal Ketua Majelis Hakim.

Usai dipersilakan, JPU dari KPK langsung membacakan amar tuntutan atas perkara yang menjerat terdakwa Deki Aryanto selaku Direktur CV Nulaza Karya. 

Rekanan swasta dari Pemkab Kutim ini didakwa lantaran telah memberikan suap berupa uang maupun barang kepada sejumlah pejabat tinggi di lingkup Kutim, senilai senilai Rp 8 miliar.

Kurang lebih sama halnya dengan terdakwa Aditya Maharani Yuono, demi memuluskan rencananya mendapatkan proyek pekerjaan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim, tahun anggaran 2019-2020. 

Rentetan fakta persidangan juga membuktikan bahwa terdakwa Deki Aryanto mengakui bahwa memberikan uang sebesar Rp 5 miliar kepada Musyaffa sesuai permintaan Ismunandar.

Sejumlah uang tersebut, digunakan Ismunandar guna membiayai kampanye di Pilkada. 

Terdakwa Deki Aryanto tak hanya memberikan uang pada sang Bupati.

Namun diketahui, juga memberikan uang serta barang pada Encek UR Firgasih, istri sang Bupati yang menjabat sebagai Ketua DPRD Kutim.

Langkah ini ia akui guna mendapat sejumlah proyek pengerjaan yang bersumber dari pokok pikiran (pokir) milik Encek di DPRD Kutai Timur.

Dengan nilai per proyeknya mencapai Rp 100-200 juta.

Dari pengerjaan proyek itu, Deki Aryanto menyisihkan uang sebagai komisi untuk Encek UR Firgasih

Tak hanya itu disebutkan pada persidangan sebelumnya, ia juga menerima pengerjaan berupa proyek PL di Dinas pendidikan sebesar Rp 45 milliar.

Totalnya ada sebanyak 407 proyek, dengan nilai Rp 150-175 juta per kegiatannya.

Proyek ini didapatkan dari hasil campur tangan Musyaffa dan Suriansyah.

Proyek PL sebanyak itu dikerjakan oleh terdakwa sama seperti Aditya Maharani Yuono yang menggunakan bendera perusahaan berbeda-beda. 

Hal ini dikarenakan setiap satu perusahaan kontraktor hanya diperbolehkan memegang lima proyek. 

Atas perbuatannya itu, JPU meminta kepada Majelis Hakim agar menyatakan terdakwa Deki Aryanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Baca juga: Mantan Waketum Gerindra Bicara Kemungkinan Pasangan Prabowo-Habib Rizieq Maju Pilpres 2024

Baca juga: Perempuan Muda Diduga Pelajar Ditemukan Tewas di Hotel Frieda, Semarang, Ada Buku Paket SMA

Baca juga: Jumlah Pasien Covid-19 yang Meninggal Dunia di Kukar Capai 54 Orang, Terakhir Warga Tenggarong

Dengan dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP atau kedua Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Menuntut agar terdakwa dipidana 2 tahun 6 bulan kurungan penjara, disertai denda Rp 250 juta. Apabila terdakwa tidak mampu membayar, maka diganti dengan kurungan penjara 6 bulan," sebut salah satu JPU.

Sama seperti pada terdakwa sebelumnya, JPU turut membebankan biaya persidangan kepada terdakwa sebesar Rp 10 ribu.

Usai membacakan amar tuntutannya, Majelis Hakim kemudian menutup persidangan. 

Sidang dengan agenda pledoi akan kembali dilanjutkan pada Senin (23/11/2020).

"Tadi tuntutan sudah dibacakan. Nantinya, untuk pembelaan terdakwa bisa disampaikan di persidangan selanjutnya. Sidang kita tunda dan dilanjutkan di tanggal 23 November 2020. Dengan ini sidang ditunda," ucap Agung Sulistiyono sembari mengetuk palu tanda ditutupnya persidangan.

(TribunKaltim.co/Mohammad Fairoussaniy)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved