Akhirnya Ada juga yang "Digigit" karena Korupsi Dana Corona

SAYA pernah menulis artikel dengan judul Awas "digigit" kalau korupsi dana corona, yang dimuat di Antara, Senin 22 Juni 2020, online pukul 12.40 WIB.

Editor: Tohir
Tribunnews/Jeprima
Ilustrasi. Seorang karyawan saat menghitung mata uang dalam bentuk pecahan Rp 50.000 dan pecahan Rp 100.000 di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa (24/4/2018). Baru, berikut ini link cek bansos Kemsos selain cekbansos.siks.kemensos.go.id, penerima bantuan sosial tunai ( BST ) klik https://dtks.kemensos.go.id 

Sejatinya penanganan Covid-19 sudah diatur dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 sekaligus dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan  Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu 1/2020 ini sempat menimbulkan polemik, terutama Pasal 27 ayat (1, 2 dan 3).

Kita lihat bunyi Perppu 1/2020 Pasal 27 ayat (1) Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

Pada ayat (2), Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara (PTUN).

Kata-kata bukan merupakan kerugian negara ayat (1), tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan ayat (2) dan tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara (PTUN) ayat (3), tidak menjamin bahwa mereka kebal hukum.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, ketika Perppu ini diundangkan mengatakan tidak ada istilah kebal hukum dalam pelaksanaan Perppu 1/2020, pelaku korupsi tetap akan ditindak sesuai aturan hukum berlaku. Pasal 27 pada Perppu tersebut tidak berarti menghapus delik korupsi. Pasal 27 hanya memberi jaminan agar pelaksana Perppu No 1/2020 tidak khawatir dalam mengambil keputusan karena kondisi saat ini memerlukan keputusan yang cepat.

Perppu 1/2020 tidak membuat Penyelenggara Negara kebal hukum. Perlindungan hukum yang diberikan kepada pejabat pelaksana Perppu 1/2020 harus dipahami sebagai koridor dan batasan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Pemerintah tidak melindungi mereka yang melaksanakan tugas dengan itikad tidak baik dan tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam menjalankan tugasnya tentu saja setiap pejabat menjalankan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundangan. Dalam Pasal 50 KUHP disebutkan bahwa "Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana", sementara dalam pasal 51 ayat 1 KUHP disebutkan bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. Dengan demikian koridor dalam pelaksanaan Perppu ini jelas bahwa tidak boleh melanggar ketentuan perundangan.

Iktikad baik

Payung hukum Perppu 1/2020, bermakna dan sekaligus bisa untuk menggambarkan dan membuktikan bahwa pengelolaan anggaran yang begitu besar, mencapai Rp 677,2 triliun, dalam keadaan darurat Covid-19 benar-benar digunakan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan, kesejahteraan dan keselamatan rakyat Indonesia menghadapi pandemi corona.

Harapan kita semua pengelola dan pengguna anggaran mencapai Rp 677,2 triliun, tanpa ragu-ragu, gamam dan mantap tidak ketakutan tetapi mereka memiliki iktikad baik untuk tidak menyalahgunakan wewenang dan penyelewengan uang Negara. Sasaran harus tepat, prosedur harus sederhana dan tidak berbelit-beli, output (keluaran) dan outcome-nya (hasilnya) harus maksimal bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia.

Kalau tidak memiliki iktikad dan niat baik, masih ada yang bandel untuk korupsi, ada mens rea, maka aparat penegak hukum dipersilakan “menggigit” dengan keras. Uang negara harus diselamatkan. Iktikad baik dan niat baik barus betul-betul menjadi rujukan dan dasar filosofi menggelola dan menggunakan uang Negara. Tapi jangan “menggigit” orang yang tidak salah. Jangan “menggigit” yang tidak ada mens rea, dan jangan tebarkan ketakutan pada pelaksana dalam melaksanakan tugasnya. Tugas pokok, fungsi dan wewenang KPK sudah tepat “menggigit” aparat yang melakukan tindak pidana korupsi dana corona.(antara)

Oleh: Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si
Pengamat Kebijakan Publik, Fungsionaris Asosiasi Ilmu Politik Indnesia (AIPI) Semarang

Tags
Opini
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Maraknya Fenomena Sound Horeg

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved