Sidang Praperadilan Dua Mahasiswa Samarinda Masuki Babak Akhir, Ini Agendanya
Kedua mahasiswa tersebut ditahan usai gelaran aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 5 November 2020 lalu, yakni FR dan WJ
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Samir Paturusi
Ketika proses hukum sedang berjalan, kedua mahasiswa ini ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Samarinda.
Jalur praperadilan ditempuh tim pendamping hukum keduanya karena menganggap mengalami cacat formil prosedur.
Polisi dianggap mengkambing hitamkan kedua mahasiswa tersebut.
Atas dasar itulah, dua tersangka melalui kuasa hukumnya, memilih menempuh jalur praperadilan.
Dikonfirmasi usai persidangan, Indra, Kuasa Hukum Tersangka WJ, menyampaikan apa saja inti dari isi berkas kesimpulan yang diserahkan ke Hakim Tunggal Yoes Hartyarso.
Baca juga: Usai Debat Publik, Mahasiswa Unmul Berikan Kontrak Politik Buat Ketiga Paslon
Baca juga: Usai Debat Publik, Mahasiswa Unmul Berikan Kontrak Politik Buat Ketiga Paslon
Baca juga: Usai Debat Publik, Mahasiswa Unmul Berikan Kontrak Politik Buat Ketiga Paslon
"Begini, pada intinya kami menanggapi alat bukti yang telah disampaikan oleh pihak termohon kepolisian. Termasuk memberikan kesimpulan atas fakta persidangan, yang kami nilai dari alat bukti yang telah dikemukakan pihak termohon," jelas Indra, (16/12/2020) hari ini.
Dia juga menyebutkan, dari sejumlah alat bukti yang telah dibeberkan termohon Polresta Samarinda di dalam persidangan, tidaklah sempurna.
Maka dari itu, penetapan kliennya yakni WJ yang dilakukan pihak kepolisian dianggap belum memenuhi bukti permulaan yang cukup.
Atau terpenuhinya alat bukti yang sesuai didalam Pasal 184 KUHAP.
Sementara, dikonfirmasi terpisah, Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Bernard Marbun selaku kuasa hukum tersangka FR menjabarkan, pada persidangan ini, dia tak jadi menghadirkan saksi ahli.
Dan langsung melanjutkan ke persidangan yang beragendakan kesimpulan.
Ada tiga poin penting yang ia sampaikan ke Hakim Tunggal didalam berkas kesimpulannya.
Point pertama, pemohon menyampaikan, bahwa FR tidak bisa dikategorikan tertangkap tangan.
Seperti yang telah dituduhkan pihak termohon Polresta Samarinda.
"Jadi alasannya, karena kategori kasus FR ini tidak masuk didalam pasal 1 butir 16 KUHAP. FR saat itu sedang tidak melakukan tindak pidana, ataupun dipergoki oleh orang lain. Dan senjata tajam itu tidak dalam kuasa FR," jelas Bernard Marbun.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/sidang-praperadilan-pada-wj-dan-fr-di-pn-kota-samarinda.jpg)