Anak Rentan Stres Selama Belajar Daring, Presentase Anak Perempuan Lebih Tinggi
belajar daring tak hanya membuat orangtua stres, karena merasa kewalahan mendampingi anak belajar, tapi juga membuat anak-anak jenuh dan stres.
Penulis: Heriani AM | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Sejak pandemi covid-19 terus bertambah dan anak-anak tergolong kelompok rentan, maka sistem pembelajaran dialihkan melalui virtual daring.
Masalahnya, belajar daring tak hanya membuat orangtua stres, karena merasa kewalahan mendampingi anak belajar, tapi juga membuat anak-anak jenuh dan stres.
Ketua Perhimpunan Sarjana dan Ahli Kesehatan Masyarakat (Persakmi), yang juga Koordinator Komite Sekolah kota Balikpapan, Andi Surayya Mappangile mengatakan, setelah pandemi melanda, anak nyaris menghabiskan waktu 24 jam di dalam rumah.
Baca juga: Tahun Depan, Hotel dan Restoran di Balikpapan jadi Primadona, Ibu Kota Negara Turut Beri Andil
Baca juga: Kasus Corona Melonjak, Ruang ICU Covid di Semua RS Balikpapan Penuh, Rencana Siapkan Tenda Darurat
Baca juga: Gadis 14 Tahun Dirudapaksa Pacar, Ibu Korban Lapor Polisi Setelah Lihat Bekas Ini di Tubuh Putrinya
Lewat data Save the Children 2020, ia membandingkan perasaan anak-anak selama pandemi covid-19 dibanding sebelum.
Diklasifikasikan anak dengan rumah tangga pendapatan kehilangan pendapatan di atas 50 persen, lebih cemas, lebih sedih, dan merasa kurang aman.
Dibandingkan dengan anak dengan rumah tangga tidak kehilangan pendapatan sampai 50 persen.
Masih dari sumber yang sama, perasaan orang tua rumah tangga miskin lebih kesepian, yakni 17 persen dibanding rumah tangga non miskin 16,5 persen. Pun dengan lebih hilang harapan 17,8 persen.
Baca juga: Bukan Tanggungjawab Pemkot Balikpapan, Ganti Rugi Lahan Jalan Pendekat Pulau Balang Lewat APBN
Baca juga: Dewan Pendidikan Balikpapan Minta Seluruh Guru Harus Rapid Test Sebelum Sekolah Tatap Muka
Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, ASN Balikpapan Kembali WFH, Bagaimana Perusahaan Swasta?
"Kondisi psikososial banyak terjadi. Diantaranya kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap anak. Beriring pandemi, permasalahan lainnya juga makin meningkat," ujarnya, Selasa (29/12/2020).
Situasi dan kondisi perlindungan anak saat ini, ternyata hasil dari survei yang dilakukan KPPA tahun 2020, sebelum pandemi kondisinya berimbang antara perannya di sekolah, keluarga hingga di luar sekolah dan rumah.
Pada pembelajaran daring tahap 1 pada Maret 2020, 58 persen menyatakan perasaan tidak menyenangkan selama menjalani program belajar dari rumah, 49 persen menyatakan bahwa program belajar dari rumah membebani anak dengan tugas yang banyak.
Sebanyak 32 persen menyatakan yang didampingi orang tua selama belajar dan berkegiatan di rumah, serta 31 persen menyatakan bahwa orang tua memberikan alternatif kegiatan lain untuk mengusir kejenuhan.
"Saya juga turut merasakan fenomena ini, dimana saya juga memiliki anak yang masih bersekolah," jelasnya.
Lalu tahap 2 di Juli 2020, diidentifikasi adanya kecenderungan depresi. Sebanyak 13 persen mengalami gejala-gejala yang mengarah pada gangguan depresi ringan hingga berat. Yakni 4 persen ringan, 8 persen sedang, dan 1 persen berat.
Baca juga: Satu-satunya di Kaltim, Balikpapan Dapat Dana Tambahan Insentif Tenaga Medis Rp 12,7 Miliar
Baca juga: Kadisdikbud Balikpapan Sebut Ada Perubahan Angket Orangtua dari Tatap Muka ke Pembelajaran Daring
Baca juga: Angka Covid di Balikpapan Terus Melonjak, Kasus Baru Capai 53 Orang, Ruang Isolasi RS Nyaris Penuh
Gejala emosi yang paling banyak dirasakan anak yakni merasa sedih dan mudah marah sebanyak 42 persen.
Sebanyak 41 persen gejala kognitif yang paling banyak dirasakan anak adalah menyalahkan diri sendiri dan tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.
Serta 42 persen gejala fisik yang dirasakan anak yaitu mudah lelah dan mengalami gangguan tidur.
"Presentase anak perempuan dengan gejala-gejala yang mengarah pada gangguan depresi, lebih tinggi dibanding anak laki-laki," pungkasnya.
(TRIBUNKALTIM.CO/HERIANI)
