Virus Corona

Jokowi Dapat Vaksin Pertama, Herdiansyah Hamzah Keras Menanggapi Ancaman Sanksi dari Wamenkum HAM

Herdiansyah Hamzah (Castro) menanggapi ancaman bagi yang menolak disuntuik vaksin yang disampaikan Wamenkum HAM Edward Omar Sharif

KOMPAS.COM/TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNKALTIM.CO
Presiden RI Joko Widodo merupakan orang pertama di Indonesia yang mendapatkan dosis vaksin Covid-19 di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (13/1/2021) pagi. Ini sekaligus menandai pelaksanaan vaksin bagi ratusan juta rakyat di seluruh Indonesia. Insert adalah Herdiansyah Hanafiah dari FH Unmul, dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif. 

Herdiansyah Hamzah dalam akun facebooknya mendapat mention dari netizen, Isal Wardhana. "Aku agak gagal paham dengan "statement" Wamenkumham ini, yang kupelajari itu Hukum Lingkungan. Kira-kira bisakah aku diberi pencerahan kamerad Herdiansyah Hamzah? Sebagai salah satu pakar hukum progresif di Kaltim..." Castro -- begitu Herdiansyah biasa disapa -- sehari-hari adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda.

Isal juga menyertakan gambar Wamen dengan kutipan: Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: "Jika ada warga negara tidak mau divaksin bisa kena sanksi piana. Bisa denda. Bisa penjara. Bisa juga kedua-keduanya". 

Menurut Castro, pernyataan Wamen itu bisa dipastikan berdasarkan norma dalam Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Pasal itu menyebut, "Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam UU ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya 1 juta".

"Tapi pak wamen lupa kalau terdapat norma lain yang mestinya jadi pertimbangan. Cilakanya, kedua norma tersebut saling bertentangan (conflict of norm). Pasal 5 ayat (3) UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang memberikan keleluasaan bagi setiap orang untuk secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya," kata Castro.

Jadi semestinya, lanjutnya, vaksin itu sifatnya opsional karena dikualifikasikan sebagai hak. Ia melihat ada dua hal yang bisa dicermati dari polemik ini.

"Pertama, norma yang saling bertentangan ini pertanda adanya problem pada kualitas legislasi kita. Hal macam ini mestinya sudah bisa diprediksi saat UU disusun."

"Kedua, kalau kita mengkualifikasikan vaksin itu sebagai hak dasar yang melekat pada diri seseorang, maka semestinya itu tidak bersifat imperatif, tapi fakultatif selayaknya makna dasar hak, bisa diambil bisa tidak," jelas Castro.

Karena itu Castro menyatakan ketidaksetujuannya dengan ancaman pidana tersebut. Ada dua alasan yang ia soorkan. Pertama, hukumtidak boleh dilihat sebatas kacamata kuda yag enggan meilhat lainnya.

"Kita jangan lupa ada norma lain yang mestinya jadi pertimbangan. Pasal 5 ayat (3) UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang memberikan keleluasaan bagi setiap orang untuk secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya."

Kedua, Castro minta pemerintah melihat ke hulu persoalannya kenapa muncul isu penolakan vaksin ini. Karena tidak ada rasa aman yang mampu dihadirkan pemerintah terhadap vaksin tersebut. Jadi wajar kalau kemudian masyarakat menjadi ragu. 

"Akar persoalan inilah yang mestiya diselesaikan," tandasnya.

Mending Saya Bayar Sanksi

Anggota Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning di Gedung DPR.
Anggota Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning di Gedung DPR. (TRIBUNNEWS.COM)

Meski ada ancama sanksi macam itu, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning tetap tegas menolak divaksin Covid-19. Penegasannya itu disampaikan langsung dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Selasa (12/1/2021).

Menurut Ribka, belum ada satupun pihak yang dapat memastikan keamanan vaksin Covid-19 asal perusahaan China, Sinovac. Ribka pun rela membayar jika ada sanksi bagi para pihak yang menolak untuk divaksin.

"Kalau persoalan vaksin, saya tetap tidak mau divaksin, mau pun sampai yang 63 tahun bisa divaksin. Saya sudah 63 nih, mau semua usia boleh tetap (saya tolak). Misalnya saya hidup di DKI, semua anak cucu saya dapat sanksi 5 juta mending saya bayar, saya jual mobil kek," kata Ribka di Ruang Rapat Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved