Berita Samarinda Terkini
Berawal Temuan Banyaknya Piutang, Akuntan Publik Temukan Kejanggalan Pengelolaan Keuangan PT AKU
Dua terdakwa dihadirkan yaitu Yanuar mantan Direktur Utama (Dirut) dan Nuriyanto mantan Direktur Umum (Dirum) PT AKU.
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA- Sidang lanjutan perkara korupsi di tubuh perusahaan daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU) kembali bergulir secara virtual (daring) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur pada Senin (25/1/2021) hari ini.
Dua terdakwa dihadirkan yaitu Yanuar mantan Direktur Utama (Dirut) dan Nuriyanto mantan Direktur Umum (Dirum) PT AKU.
Keduanya saat ini sedang menjalani masa tahanannya di Rutan Klas II A Samarinda.
Baca juga: UPDATE Virus Corona di Balikpapan, Bertambah 102 Kasus Covid-19 Baru, 1 Pasien Masih Anak-anak
Baca juga: Kasus Covid-19 di Kaltim Meningkat, Psikolog Unmul Sebut Masyarakat tak Taat Prokes
Mantan pucuk pimpinan Perusda PT AKU ini didakwa melakukan tindakan rasuah, terkait penyalahgunaan dana penyertaan modal Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar.
Agenda persidangan kali ini masih pemeriksaan keterangan saksi.
Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kaltim, menghadirkan dua saksi kunci.
Keduanya ialah Akuntan Publik yang telah melakukan audit keuangan di Perusda PT AKU.
Saksi bernama Sukardi Hasan dan Henry.
Untuk saksi Sukardi Hasan diketahui telah melakukan audit internal secara independen di PT AKU pada 2008 lalu.
Sedangkan saksi Henry, melakukan tugas audit di 2009 hingga 2010.
Baca juga: Pengetap Bensin Diamankan, Kapolsek Balikpapan Barat Beber Adanya Gangguan Ketertiban di SPBU
Baca juga: Uji Coba Alat Setrum Listrik untuk Ikan, Pria di Samarinda Tewas, Tetangganya Dengar Meminta Tolong
Sejak persidangan kembali dibuka untuk umum, Majelis hakim yang diketuai Hongkun Ottoh dengan didampingi Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusmanta sebagai hakim anggota.
Majelis hakim langsung melempar sejumlah pertanyaan kepada mantan Akuntan Publik di Perusda PT AKU tersebut.
Secara bergantian, Sukardi Hasan dan Henry ditanya majelis hakim perihal tugas mereka sebagai Akuntan Publik.
Dijelaskan oleh masing-masing saksi, bahwa kala itu mereka diminta oleh kedua terdakwa untuk melakukan audit terkait pengelolaan keuangan secara internal di Perusda PT AKU.
Walau diminta untuk melakukan audit, namun kedua saksi mengaku tidak pernah bertemu ataupun mengenal kedua terdakwa.
"Melakukan auditnya di Kantor Perusda PT AKU. Saat itu saya hanya menurunkan tim sebanyak tiga orang. Proses audit ini berjalan selama satu bulan," jelas Saksi Sukardi Hasan menjawab pertanyaan Majelis Hakim, Senin (25/1/2021).
Ada sesuatu hal yang sempat membuat ganjal Ketua Majelis Hakim, dari keterangan yang terdapat di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) masing-masing saksi. Ditemukan ada nama staf dari kedua saksi yang sama.
Nama Staf yang turun langsung saat melakukan audit itu adalah Didi Setiadi.
Baca juga: Sidang Lanjutan PT AKU, Dua Saksi Kasus Rasuah Ungkapkan Ada Aset yang Kini tak Ditemukan
"Pak Sukardi dan Pak Henry. Kalian ini saling mengenal atau pernah punya kerja sama ?," tanya Ketua Majelis Hakim Hongkun Ottoh.
"Tidak pernah kenal pak," jawab kedua Saksi.
"Tapi ini ada nama yang sama di tim kalian. Apakah orangnya juga sama ?," lanjut Ketua Majelis Hakim.
Dijelaskan oleh kedua saksi, Didi Setiadi yang telah meninggal dunia pada empat tahun yang lalu itu, merupakan mantan pensiunan di Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) Kaltim.
Karena memiliki pengalaman yang baik dalam melakukan audit. Jasa almarhum kemudian digunakan untuk melakukan audit.
Dan diketahui juga, dari Didi Setiadi lah keduanya mendapatkan tugas mengaudit di PT AKU.
"Didi Setiadi ini orang yang di Samarinda Yang Mulia. Karena mantan BPK di Samarinda, saya minta bantuan jasanya," ungkap Henry.
Walau seperti itu, kedua saksi mengaku bahwa tugasnya sebagai akuntan publik tetap dilakukan secara independen. Ketua majelis hakim lalu mempertanyakan hasil dari Audit internal yang dilakukan oleh kedua saksi kala itu.
Masing-masing saksi sama-sama mengatakan, kalau hasil pengelolaan keuangan audit Perusda PT AKU saat itu Adalah Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP.
Baca juga: Sidang Lanjutan Perusda PT AKU, JPU Panggil Lima Saksi mulai Rekanan, Mantan Karyawan hingga ASN
"Lalu apa yang menjadi pertimbangan saksi, kenapa hasilnya kok bisa WTP ?," Tanya Ketua Majelis Hakim.
Kedua saksi sama-sama mengatakan, kalau proses Audit itu dilakukan dengan metode sampling.
"Lalu dinilai dari kewajarannya," jawab Henry.
Selain melakukan audit keuangan, Akuntan Publik ini juga melakukan pendataan aset-aset di Perusda PT AKU. Saat ditanya, apakah dalam proses audit itu dihadiri oleh kedua terdakwa. Kedua saksi sama-sama menjawab tak mengetahuinya. Pasalnya kala itu hanya stafnya saja yang turun dilapangan.
"Saya minta jawab jujur, jadi tidak ada bertemu dengan terdakwa saat mengaudit ini ?," saat ditanya kembali.
"Tidak ada yang mulia, tim saya saja yang melakukan audit, ada tiga orang," jawab Sukardi.
"Anda tau tidak, apa yang menjadi masalah dalam perkara ini," Timpal Hongkun Ottoh.
"Kalau saya baru taunya setelah dipanggil oleh JPU, Yang Mulia. Ada terjadi penyaluran dana yang tidak benar," ucap Henry.
"Baik, jadi saksi tau apa yang menjadi masalahnya ya," tegas Hongkun.
Ketua Majelis Hakim lalu kembali mempertanyakan hasil dari audit yang dilakukan oleh kedua Saksi. Keduanya sama-sama menjawab, bahwa ditemukan piutang yang sangat banyak di ke sembilan perusahaan.
"Kalau hutangnya?," ucap Ketua Majelis Hakim.
"Kalau hutangnya tidak terlalu banyak, Yang Mulia," jawab Henry.
Temuan Piutang dan Hutang dari kerjasama kesembilan perusahaan itulah yang kemudian menjadi dugaan atas tindakan rasuah yang dilakukan kedua terdakwa.
Akuntan Publik menilainya sebagai WTP, pengelolaan keuangan tersebut dianggap masih wajar, karena merupakan hasil kerjasama antara PT AKU dengan kesembilan perusahaan. Yang tak lain merupakan perusahaan bodong bentukan kedua terdakwa.
Baca juga: Mantan Dirum PT AKU Jalani Sidang Perdana Kasus Korupsi Penyertaan Modal, Pemprov Merugi Rp 29 M
Kedua Akuntan Publik saat melakukan Audit mengaku Tak Tahu Sembilan Perusahaan milik Dua Terdakwa
Kedua saksi yang merupakan Akuntan Publik juga mengaku tak mengetahui kalau ke sembilan perusahaan yang bekerjasama dengan PT AKU adalah bentukan kedua terdakwa.
Lantaran saat melakukan audit, kedua Akuntan Publik tidak melihat secara langsung akta pendirian dari kesembilan perusahaan yang telah dialiri uang dengan jumlah besar ini.
"Saksi ada melihat tidak, data dari sembilan perusahaan yang telah melakukan kerjasama dengan PT AKU itu," tanya Hongkun Ottoh.
"Saya hanya melihat ada berupa piutang di ke sembilan perusahaan itu," ujar saksi Sukarni.
"Kemudian, dari sembilan perusahaan ini, ada nggak yang dikonfirmasi oleh tim audit," saat kembali ditanya Ketua Majelis Hakim.
"Ada Yang Mulia. Tapi untuk akta pendirian perusahaan itu saya tidak melihat," jawab Sukardi.
"Saya hanya melihat akta Perusda yang saya audit saja Yang Mulia," sambung Henry.
Dijelaskan kedua saksi, bahwa saat tim mereka melakukan audit hanyalah sebatas konfirmasi terkait piutang tersebut.
Yang langsung pada kedua terdakwa sebagai direksi PT AKU yang telah mengucurkan dana.
"Saya tidak tau kalau direksinya kedua Terdakwa ini di sembilan perusahaan itu. Karena saya hanya mengkonfirmasi terkait piutang di Perusda saja," sebut saksi Henry.
Dari hasil Audit, kedua saksi juga mendapat laporan terkait setoran hasil dari PT AKU, yang diserahkan kepada Pemprov Kaltim.
"Ada, cuman tidak ingat lagi (berapa jumlahnya)," jawab Sukardi.
Kedua saksi membenarkan, bahwa mereka hanya sekedar memverifikasi hasil audit. Tetapi, tidak terjun langsung dalam proses audit tersebut.
"Jadi dalam artiannya, saksi ini tidak melakukan audit, namun hanya sekedar memverifikasi saja ya ?," ujar Ketua Majelis Hakim
"Iya benar Yang Mulia," dijawab oleh kedua Saksi.
"Jadi proses audit hanya sampling di Perusda PT AKU, tidak ada perusahaan lain yang diperiksa. Waktu tim saya mengaudit tidak ada ketimpangan," imbuh Henry.
"Yang meminta (mengaudit) itu Direktur Utamanya (Yanuar). Tapi saya tidak mengenal terdakwa, karena yang turun tim saya," disambung oleh Sukardi.
Penghujung pemeriksaan keterangan saksi, baik Sukardi maupun Henry juga membenarkan seluruh pernyataan yang mereka sampaikan di dalam BAP.
Keduanya turut membenarkan bahwa hasil audit yang dijadikan barang bukti didalam persidangan, adalah buatan mereka.
"Jadi seluruh keterangan di BAP dibenarkan semua ya," ungkap Hongkun Ottoh.
Setelah meminta keterangan dari kedua saksi yang telah dihadirkan.
Majelis hakim kemudian memberikan kesempatan bagi kedua terdakwa untuk menanggapi atas pernyataan yang telah disampaikan oleh para saksi.
Baca juga: Jadwal Dirut PT AKU Disidang di Pengadilan Tipikor Samarinda, Dugaan Korupsi Meminta Proposal
"Kedua terdakwa silahkan memberikan bila ingin memberikan pernyataannya ataupun keberatan kalau ada, silahkan," kata Ketua Majelis Hakim.
"Tidak ada Yang Mulia. Cukup," jawab kedua terdakwa.
"Jadi benar semua yang telah disampaikan saksi ya. Terkait proses audit, apakah kedua terdakwa tidak ada ditempat saat itu," tanya Hongkun sebelum mengakhiri persidangan.
"Benar Yang Mulia. Saya tidak ada ditempat saat dilakukan audit Yang Mulia," singkat Yanuar maupun Nuriyanto.
Setelah mendengar pernyataan dari kedua terdakwa maupun saksi, sidang kemudian ditutup oleh Majelis Hakim.
Sidang akan kembali dilanjutkan pada Senin (1/2/2021) mendatang.
"Senin depan itu, menghadirkan saksi ahli dari BPK, dan membacakan keterangan saksi dari mantan Ketua Dewan Pengawas," ungkap JPU Zaenurofiq dari Kejati Kaltim ketika dikonfirmasi usai persidangan, Senin (25/1/2021).
Dalam kesempatan itu, Rofiq, sapaan akrabnya juga menyampaikan hasil dari fakta persidangan.
Bahwa benar disetiap tahunnya, Perusda PT AKU telah membuat laporan keuangan.
Untuk proses audit pengelolaan keuangan penyertaan modal Pemprov Kaltim itu, dilakukan oleh kedua Akuntan Publik yang telah dihadirkan sebagai saksi dipersidangan.
"Dari PT AKU sendiri menunjuk Akuntan Publik untuk melakukan audit review terhadap laporan keuangan mereka. Ini terkait kas masuk dan keluar yang dilakukan oleh PT AKU, yang kemudian diverifikasi oleh Akuntan Publik," jelasnya.
Meski pun melakukan audit keuangan di Perusda PT AKU, namun dijelaskannya kalau Akuntan Publik tidak mengetahui secara detail uang yang dikucurkan digunakan untuk kepentingan apa saja.
"Dari kedua saksi ini melakukan Akuntan Publik di tahun 2008 dan 2009 hingga 2010. Kemudian prodak dari kedua Akuntan Publik itu bentuknya laporan keuangan. Jadi mereka ini tidak mengetahui secara detail uang itu digunakan untuk apa," ungkap Rofiq.
Baca juga: BREAKING NEWS Kejati Kaltim Lanjutkan Kasus PT AKU, Berkas Tersangka N Sudah Lengkap
"Mereka hanya mengetahui, bahwa uang yang dikelola oleh PT AKU ini kemudian dibuat kerjasama oleh pihak ketiga, atau sembilan perusahaan," lanjutnya.
Walau hasil dari audit adalah WTP, namun bukan berarti tidak ada penyimpangan, kata Rofiq.
Bahkan dari sinilah terungkap, bahwa sejumlah uang hasil dari penyertaan modal Pemprov Kaltim itu, digunakan untuk disalurkan ke kesembilan perusahaan.
"Terkait hasil WTP, bukan berarti tidak ada penyimpangan. Tugas mereka hanya menyampaikan, bahwa benar uang ini ada dipinjamkan atau disalurkan ke Pihak Ketiga untuk dikelola," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Perusda PT AKU yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian dan pengangkutan darat, mendapatkan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar pada medio 2003 hingga 2010. Anggaran itu disetorkan dalam tiga tahap.
Pada tahap awal, pemerintah menyetor Rp 5 miliar. Empat tahun kemudian, di 2007 kembali diserahkan Rp 7 miliar. Terakhir pada 2010, pemerintah kembali menyuntik PT AKU sebesar Rp 15 miliar.
Yanuar yang kala itu sebagai pucuk pimpinan Perusda PT AKU, bersama dengan rekannya, Nuriyanto selaku Direktur Umum PT AKU, menyalahgunakan penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim.
Keduanya melakukan praktik korupsi dengan modus investasi bodong. Dalam aksi keduanya, PT AKU dibuat seolah-olah melakukan kerja sama dengan sembilan perusahaan lain. Namun sembilan perusahaan tersebut adalah fiktif, yang tak lain adalah buatan mereka sendiri.
Investasi bodong yang dimaksud ialah, terdakwa dengan sengaja melakukan kerja sama perjanjian terhadap sembilan perusahaan buatannya tersebut, tanpa persetujuan Badan Pengawas dan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Anggaran yang didapatkan dari Pemprov Kaltim, diinvestasikan ke sembilan perusahaan. Kemudian mereka gunakan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan perusahaan buatan mereka dibuat seolah-olah bangkrut.
Dari sembilan perusahaan yang diajak kerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan palsu. Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp 24 miliar.
Baca juga: Kronologi Eks Dirut PT AKU Ditangkap Kejati Kaltim, Dugaan Penyelewengan Anggaran Penyertaan Modal
Terungkap, Nuriyanto tercatat sebagai Direktur PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan Yanuar selaku komisaris. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif.
Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama.
PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP 29 miliar.
Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar.
Atas perbuatannya itu, kedua terdakwa dijerat oleh JPU Kejati Kaltim dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 , Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Penulis: Mohammad Fairoussaniy/ Editor: Samir Paturusi