Berita Nasional Terkini
Millenial Disasar Teroris jadi 'Pengantin', Politisi PDIP: Deradikalisasi Gagal, Anggaran Triliunan?
Millenial disasar teroris jadi 'Pengantin', politisi PDIP: deradikalisasi gagal, anggaran triliunan.
TRIBUNKALTIM.CO - Terorisme jadi momok dalam pembangunan Indonesia.
Berbagai teror demi teror dilancarkan mereka setidaknya dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini.
Bahkan intensitas mereka beraksi belakangan ini semakin tinggi.
Bayangkan saja, hanya dalam kurun 4 hari, pelaku aksi teror sudah beraksi di 2 tempat berbeda.
Bahkan yang diuji bukan sembarang tempat, apalagi kalau bukan markas besar institusi kepolisian ( Mabes Polri) Indonesia.
Ironisnya, aktor teror di Mabes Polri merupakan mahasiswi yang bisa dibilang muda alias masuk kategori millenial.
Salah satu politisi PDIP yang duduk di Senayan, TB Hasanuddin mengatakan arah gerakan terorisme saat ini turut menyasar kaum millenial.
Masa pencarian jati diri kaum millenial bisa dimanfaatkan kelompok teroris untuk memberikan doktrin radikal.
Kaum millenial disasar kelompok teroris untuk jadi 'pengantin' sebutam bomber atau pelaku teror di lapangan seperti yang sudah-sudah.
Baca juga: Bom Gereja Makassar & Teror Mabes Polri Punya Kemiripan, Pengamat Sebut Istana Negara Harus Waspada
Bahkan anak buah Megawati Soekarnoputri itu dengan tegas menyatakan program deradikalisasi pemerintah gagal.
Padahal ia mengetahui betul, anggaran yang dikucurkan untuk program tersebut tak main-main besarnya.
Program Radikalisasi dianggarkan negara mencapai triliunan rupiah.
TB Hasanuddin menganggap ada kegagalan metode dan teknik operasi dalam program deradikalisasi.
Sebab itu diperlukan evaluasi dan penyesuain dengan kondisi dan perkembangan situasi dewasa kini.
Baca juga: TERKUAK Wasiat Teroris Sebelum Serang Mabes Polri di IG & WA, Kapolri Listyo Sigit: Ada Bendera ISIS
Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin menilai program deradikalisasi di Indonesia gagal.
Akibatnya, paham radikalisme dan terorisme di Indonesia masih menyebar dengan masif.
Bahkan, dalam satu minggu terakhir aksi teroris terjadi di Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri.
"Saya sepakat operasi deradikalisasi di Indonesia itu gagal. Padahal, saya catat anggaran deradikalisasi itu mencapai triliunan rupiah," kata Hasanuddin kepada wartawan, Kamis (1/4/2021).
Menurut Anggota Fraksi PDI Perjuangan itu, salah satu penyebab kegagalan operasi deradikalisasi itu adalah metode dan teknik yang dilakukan tersebar di Kementerian dan lembaga bahkan di beberapa organisasi kemasyarakatan.
Sehingga, deradikalisasi yang dilakukan tidak terarah dan kerap terjadi duplikasi.
"Kita harus rombak cara dan tehnik deradikalisasi. Jangan lagi memposisikan seperti menggurui dengan mengatakan kalian yang radikal dan kami yang benar. Kita harus bisa masuk di antara mereka, bergaul dengan mereka dan bicara dari hati ke hati," ucapnya.
Baca juga: VIRAL Surat Wasiat Pelaku Bom Bunuh Diri Gereja Katedral Makassar, Pamit ke Ibu Lewat Secarik Kertas
Hasanuddin juga mengungkapkan rasa keprihatinannya lantaran penyebar paham radikalisme kini menyasar kaum milenial yang notabene masih dalam proses pencarian jati diri.
Kaum milenial, lanjut Hasanuddin, adalah korban dari kampanye hitam segelintir orang demi kepentingan politik praktis.
"Ironis, banyak kaum milenial yang terpengaruh dengan provokator dahsyat yang mengatasnamakan agama. Menggerakkan kaum muda menjadi 'pengantin', menjadi bomber dengan janji surga. Sementara para provokator duduk manis menikmati kehidupan dunia. Kenapa tidak mereka saja yang duluan memberi contoh masuk surga?," ucapnya.
Hasanuddin menambahkan, banyak orang menganggap bahwa teroris itu bisa tumbuh dan bergerak sendiri atau lone wolf.
Namun menurut dia, istilah lone wolf kurang tepat, karena teroris tidak tumbuh dengan sendirinya secara otomatis.
"Dia akan tumbuh di tempat yang situasinya mendukung, berkembang karena komunikasi sosial yang khusus dengan orang-orang tertentu. Dia tumbuh karena ada yang membina bahkan dia punya idola sendiri. Bahwa dia bergerak sendiri (lone) ya ini kebutuhan taktis saja," kata dia.
Baca juga: Sikapi Aksi Teror di Mabes Polri, PBNU Ingatkan Keragaman jadi Kekuatan dalam Peradaban Bangsa
Kendati demikian, Hasanuddin mengapresiasi kinerja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terutama Densus 88 yang telah bekerja optimal.
"Tapi mengatasi masalah teroris tidak bisa hanya segelintir orang yang bekerja. Pemberantasan paham radikalisme dan terorisme harus menjadi program nasional dan melibatkan seluruh komponen bangsa," pungkasnya.
Bom Bunuh Diri Gereja Makassar dan Teror Mabes Polri Mirip
Aksi teror bom bunuh diri Gereja Katedral Makassar dan baku tembak terduga teroris Mabes Polri punya kemiripan.
Salah satu pengamat Terorisme asal Universitas Indonesia (UI), Ridwan Habib bahkan menyebut Istana Negara harus waspada.
Pasalnya, potensi pelaku teror melancarkan serangan beruntun masih terbuka lebar.
Ya, hanya dalam kurun waktu 4 hari saja dua aksi teror bikon heboh masyarakat Indonesia.
Pertama aksi bom bunuh diri pasangan suami istri Muh Lukman HS/Lukman (26) dan Yogi Sahfitri Fortuna (YSF) alias Dewi di pintu gerbang masuk Gereja Katedral Makassar, Minggu 28 Maret 2021.
Kedua aksi teror ZA (26) yang nekat menerobos Mabes Polri, Rabu 31 Maret 2021.
Pada kedua aksi teror tersebut memiliki kemiripan, yakni merupakan aksi bunuh diri.
Kendati teror di Gereja Katedral Makassar menggunakan bom, sementara yang di Mabes Polri menggunakan senjata api.
Ya, pelaku teror yang juga mahasiswi berinisial ZA ini tinggal di Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur.
Ia terlibat baku tembak dengan polisi, sebelum tewas dilumpuhkan di Mabes Polri.
Baca juga: TERKUAK Wasiat Teroris Sebelum Serang Mabes Polri di IG & WA, Kapolri Listyo Sigit: Ada Bendera ISIS
Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib, berpendapat, aksi penyerangan di Mabes Polri pada Rabu (31/3/2021) sore merupakan aksi bunuh diri.
Menurut Ridwan, pelaku penyerangan sadar akan risiko yang ia hadapi dengan menyerang kantor pusat kepolisian itu.
“Pertama ini jelas aksi istishad (bunuh diri) karena otomatis penyerang memahami risikonya ketika dia menyerang Mabes Polri,” ujar Ridwan kepada Kompas TV, Rabu.
Terduga teroris, ditambahkan Ridwan, secara psikologis telah siap untuk mati karena hanya bermodalkan senjata api ketika menyerang Mabes Polri.
“Apalagi dengan senjata api, maka risiko dia adalah mati. Karena itu kita meyakini, secara psikologis pelaku sudah mempersiapkan diri untuk mati,” tambah Ridwan seperti dikutip dari kompas.com.
Dia lantas memperingatkan pemerintah untuk lebih waspada.
Pasalnya, aksi di Mabes Polri berpotensi ditiru pihak lain yang ingin menebar teror.
Menurut Ridwan, serangan teroris tersebut bisa terjadi beruntun mengingat aksi penembakan di Mabes Polri hanya berselang tiga hari dari bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan.
“Jadi saya kira ini menjadi alarm merah bagi semua institusi, termasuk dalam hal ini Istana Presiden saya kira juga harus segera diantisipasi,” kata Ridwan.
“Karena kita meyakini, serangan teroris model-model seperti ini biasanya mereka beruntun,” tambahnya.
Baca juga: NEWS VIDEO Terkuak Wasiat Teroris Sebelum Serang Mabes Polri di IG & WA
Alasan lain mengapa aksi terorisme di Mabes Polri bisa menginspirasi adalah adanya dugaan pelaku berjenis kelamin perempuan.
Menurut Ridwan, bila terbukti pelakunya perempuan, para laki-laki yang juga ingin menebar teror tertantang untuk melakukan hal serupa.
Kediaman pelaku teror di Mabes Polri, Rabu (31/3/2021) sore, didatangi aparat kepolisian.
Pengamatan Kompas.com, Rabu pukul 20.19 WIB, rumah yang terletak di Gang Taqwa, bilangan Ciracas, Jakarta Timur itu telah dipasangi garis polisi.
Di dalam rumah, aparat kepolisian dari Polres Metro Jakarta Timur tengah memeriksa pihak keluarga pelaku.
Pemeriksaan sempat dipantau oleh Kepala Polres Metro Jakarta Timur Kombes (Pol) Erwin Kurniawan.
Namun, Erwin meninggalkan lokasi pada pukul 20.00 WIB.
Pemeriksaan pun dilanjutkan oleh penyidik.
Pihak Ketua RT, Ketua RW dan pimpinan Satpol PP Kelurahan Ciracas tampak mendampingi pemeriksaan itu.
Baca juga: Kapolri Listyo Sigit Bongkar Cara Identifikasi Penyerang Mabes Polri, Ideologi ISIS dan DO Kuliah
Pantauan TribunJakarta.com, suasana di lokasi kediaman terduga teroris telah mendapatkan penjagaan ketat dari aparat kepolisian.
Sedari Gang Taqwa, tampak polisi bersenjata lengkap telah berjaga dan akan bertanya kepada siapapun yang hendak masuk.
Sementara untuk areal kediaman terduga teroris telah dipasangi oleh garis polisi atau police line.
(*)
Berita tentang Teror Mabes Polri
Berita tentang Bom Bunuh Diri Gereja Katedral
Editor: Muhammad Fachri Ramadhani