Berita Internasional Terkini

Kisah Dramatis Negosiasi Jurnalis dengan Intelejen Israel Sebelum 2 Kantor Media di Jalur Gaza Dibom

Kisah dramatis negoisasi jurnalis dengan intelejen Israel sebelum kantor media Al Jazeera dan Associated Press di Jalur Gaza dibom.

POOL PHOTO/MAHMUD HAMS via AP
Api ledakan di kantor media Al Jazeera dan Associated Press di Gaza, setelah serangan udara Israel pada Sabtu (15/5/2021). Serangan itu dilakukan Israel setelah memberi waktu satu jam bagi penghuni gedung untuk mengevakuasi diri. 

“Di gedung kami, kami memiliki banyak keluarga yang kami kenal selama lebih dari 10 tahun, kami bertemu satu sama lain setiap hari dalam perjalanan keluar-masuk kantor,” katanya

Baca juga: NEWS VIDEO Penampakan Hancurnya Permukiman Jalur Gaza akibat Perang Israel Palestina

Presiden dan CEO Associated Press Gary Pruitt memperkuat penjelasan itu. Selama 15 tahun berkantor di bangunan itu, Ap tidak merasa ada kehadiran kelompok Hamas.

Wartawan AP, Fares Akram, mengenang momen penghancuran gedung itu bercerita, dia tidur di kantor setelah malam yang panjang melelahkan meliput pengeboman Israel.

Tiba-tiba teman-temannya berteriak, “Evakuasi! Pengungsian!". Akram mengambil apa yang dia bisa bawa. Laptop, beberapa barang elektronik, dan beberapa barang dari mejanya.

Drone dan Tiga Jet Tempur F-16 Hajar Gedung Al Jalaa

Ia berlari menuruni tangga, melompat ke mobilnya, lalu kendaraannya menderu menjauh dari bangunan itu.

Ketika dia sudah cukup jauh, Akram menghentikan mobilnya dan keluar untuk melihat kembali ke menara.

Dia mengatakan dia menyaksikan serangan pesawat tak berawak menghantam gedung, diikuti tiga serangan lebih kuat dari jet tempur F-16.

“Awalnya, itu tampak seperti lapisan dari sesuatu yang runtuh. Saya memikirkan semangkuk keripik kentang, dan apa yang mungkin terjadi jika Anda menghantamkan tinju ke dalamnya,” katanya memberi gambaran.

“Kemudian asap dan debu menyelimuti segalanya. Langit bergemuruh. Bangunan yang menjadi rumah bagi beberapa orang, kantor bagi orang lain dan keduanya bagi saya menghilang dalam selubung debu,” tulis Akram menceritakan kisahnya.

Al-Sayed, yang telah meliput pemboman Israel untuk Al Jazeera dan telah bekerja untuk AP, mengatakan dia tidak dapat memahami ancaman apa yang dapat ditimbulkan oleh sebuah bangunan yang menampung keluarga dan kantor pengacara, dokter, dan pekerja media.

“Di mana Hamas atau anggota militer lainnya yang mungkin berada di gedung ini? " tanya warga Gaza itu.

“Orang-orang di sini, para penghuni, semuanya saling kenal. Lima lantai pertama adalah untuk kantor yang (tutup) selama masa eskalasi ini. Jadi pada dasarnya yang (masih di sini) adalah dua kantor media Al Jazeera dan AP dan tempat tinggal,” bebernya.

Namun, pada pukul 3.12 sore waktu setempat (12:12 GMT), serangan Israel pertama datang.

Lima menit kemudian, menara Al Jalaa runtuh dihantam tiga rudal.

“Kenangan bertahun-tahun, bertahun-tahun bekerja di gedung ini, tiba-tiba semuanya menjadi puing-puing,” kata al-Kahlout, tentang menara yang atapnya sering ia pancarkan. "Lenyap begitu saja," imbuhnya.

Islam az-Zaeem, seorang pengacara yang bekerja di gedung itu, sedang berada di rumah ketika sepupunya, pemilik gedung Johara yang diratakan pada 13 Mei, mengetuk pintu rumahnya.

Ia memberitahu al-Jalaa akan dihancurkan. "Saya berlari ke gedung dan melihat penghuni dan karyawan lainnya berkumpul di luar," kata az-Zaeem kepada Al Jazeera.

“Saya masuk ke dalam dan naik tangga karena listrik padam dan elevator tidak berfungsi. Saya histeris, dan jatuh beberapa kali dalam kegelapan, berteriak dan menangis," kenangnya.

Az-Zaeem, yang mengatakan 9 partner pengacara dan 4 tenaga magang bekerja di lantai yang disewanya, meninggalkan gedung lima menit sebelum diratakan.

“Bahkan setelah gedung itu runtuh, saya terus berteriak saya lupa mengunci pintu kantor saya,” katanya. "Bayangkan itu," pekiknya emosional.

Bangunan itu, dibangun pada pertengahan 1990-an, adalah salah satu gedung tinggi tertua di Kota Gaza.

Fares al-Ghoul, Direktur Eksekutif Mayadeen Media Group, mengatakan perusahaannya sebelumnya berbasis di gedung Shorouq, yang dihancurkan rudal Israel pada 13 Mei.

"Lantai atas Shorouq menjadi sasaran perang 2014," katanya.

“Pada 2019, kami memindahkan perusahaan ke gedung al-Jalaa karena menurut kami akan lebih aman, karena menampung kantor-kantor agensi media internasional.”

“Sekarang keduanya telah dihancurkan,” katanya.

Baca juga: Akhirnya Jokowi Tak Tinggal Diam Lihat Palestina Terus Digempur Israel, Sudah Bicara dengan Erdogan

Usaha Israel Menutup Liputan di Jalur Gaza

Pemboman al-Jalaa, yang secara luas dikutuk sebagai upaya untuk membungkam wartawan yang meliput serangan Israel, terjadi hanya beberapa jam setelah serangan udara Israel ke kamp pengungsi Shati menewaskan 10 anggota keluarga yang sama.

Ada 8 anak, dua wanita yang merayakan Idul Fitri, tewas akibat serangan itu. Laporan terkini, setidaknya 145 warga Palestina, termasuk 39 anak-anak, tewas di Jalur Gaza sejak serangan udara Israel dimulai Senin lalu.

Sekitar 950 lainnya terluka. Kekerasan terjadi setelah rencana Israel untuk secara paksa memindahkan keluarga Palestina dari Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur.

Konflik disusul bentrok yang meluas ke kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, Tepi Barat yang diduduki, dan di dalam Israel.

Hamas yangberkuasa di Jalur Gaza, menembakkan ratusan roket ke Israel sebagai tanggapan atas tindakan keras Israel itu. Sedikitnya sembilan orang juga tewas di Israel.

Sesudah menara Al Jalaa hancur lebur, keluarga dan jurnalis yang semula berkantor di bangunan itu, mendekati reruntuhan.

Berharap bisa menyelamatkan beberapa barang mereka yang terkubur di bawah reruntuhan.

“Satu orang kembali untuk mencari beberapa lukisan yang dibuat oleh putrinya karena lukisan-lukisan ini membawa banyak kenangan,” kata al-Kahlout.

Jurnalis ini melanjutkan laporannya dari jalan-jalan di daerah kantong yang dibombardir.

“Kami pindah ke luar dan sekarang menerapkan rencana darurat kami untuk pelaporan. Kami mencoba untuk aman. Tidak ada tempat yang aman di Gaza tetapi kami berusaha melakukan yang terbaik,” katanya.

Beberapa jurnalis lain, termasuk Al Sayeed, berusaha menuju Rumah Sakit al-Shifa di Jalur Gaza, yang diyakini jadi tempat aman untuk menyiarkan.

“Saya bekerja di tempat itu dan hati saya hancur melihatnya runtuh. Itu tragis. Di setiap tempat baik kami bekerja atau tinggal, kami memiliki kenangan yang luar biasa, ”tambahnya.

“Di Gaza, bukan hal mudah mendapatkan apartemen, dan sekarang hanya dalam hitungan menit, mereka kehilangan segalanya,” kata al Sayeed.

“Kata-kata tidak dapat menggambarkan jumlah kehancuran, tidak dapat menggambarkan tragedi yang dialami orang-orang itu,” imbuhnya.

(*)

Berita tentang Israel

Berita tentang Palestina

Editor: Muhammad Fachri Ramadhani

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Israel Beri Peringatan 1 Jam Sebelum Hancurkan Kantor Media Al Jazeera & Associated Press,

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved