Penertiban Ruko di Samarinda
Legowo Saat Ditertibkan, Salah Satu Pelaku Usaha Tekstil di Citra Niaga Samarinda Memilih Pindah
Usai sudah kegiatan pengamanan aset daerah yang dilakukan oleh Satpol PP dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
Penulis: Rita Lavenia | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Usai sudah kegiatan pengamanan aset daerah yang dilakukan oleh Satpol PP dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Samarinda, Kamis (3/6/2021).
Namun bagi para pemilik ruko mengaku bingung dengan keputusan pengosongan oleh pihak Pemerintah Kota Samarinda tersebut.
Pasalnya, menurut Livia (24), salah seorang anak dari pelaku usaha tekstil di kawasan Citra Niaga Selatan tersebut mengaku.
Pihaknya sudah menang saat sengketa tersebut di bawah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Memiliki Nilai Ekonomis, BPKAD Samarinda Berikan Keringanan Waktu Bagi Pedagang di Citra Niaga
"Waktu itu kita minta supaya biaya retribusi bisa dikurangi. Dan Mahkamah Agung mengabulkan dan Pemkot Samarinda diminta mengurangi biaya HGBnya," kata Livia.
"Jadi kita tuh mau bayar tapi sampai sekarang besaran biaya yang harus kami bayar belum diserahkan Pemkot Samarinda," jelas gadis cantik ini kepada Tribunkaltim.
Meski begitu, Livia dan keluarganya mengaku tetap mengikuti aturan pemerintah saerah yang berlaku dan akan pindah dari ruko yang sudah mereka tempati puluhan tahun tersebut.
"Buat kami pembayaran di Samarinda enggak normal. Beda sama saerah lain xontohnya Surabanya. Di sana HGB cuma 2 jutaan. Di sini puluhan juta dikalihkan lagi sama luas bangunan," katanya.
Baca Juga: Menggali PAD di Citra Niaga Samarinda, Bapenda Sebut Usaha Kuliner untuk Terdaftar Wajib Pajak
Baca Juga: NEWS VIDEO Menyisir Kawasan Citra Niaga dan Muso Salim Samarinda, Tim Gabungan Turunkan 80 Orang
"Padahal Presiden Jokowi sudah bilang kalau Perda yang memberatkan harus dihapuskan. Jadi sudahlah, kami pindah saja daripada disuruh bayar 20 tahun sekaligus jelas berat," tutupnya.
Menanggapi hal tersebut Kepala Sub Bagian Hukum dan HAM Pemkot Samarinda, Asran Yunisran menegaskan bahwa penertiban tersebut tidak berhubungan dengan Surat Keputusan (SK) yang telah dikeluarkan PTUN.
Melainkan SK Walikota Samarinda terkait permintaan pengosongan bangunan.
Karena Hak Guna Bangunan (HGB) mereka sudah habis sejak 2010. Ada juga yang 2012.