Berita Kaltim Terkini
Sidang Dugaan Korupsi Tangki Timbun dan Terminal BBM, Pembacaan Tanggapan Eksepsi dari JPU
Persidangan dugaan kasus korupsi yang menjerat eks Direktur Utama PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM), Iwan Ratman.
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
Terdakwa Iwan Ratman yang saat ini menjalani masa penahanannya di Rumah Tahanan (Rutan) Polresta Samarinda, terlihat hadir di sambungan virtual.
Persidangan dipimpin oleh Hasanuddin selaku Ketua Majelis Hakim, dengan didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai Hakim Anggota, kini beragendakan pembacaan eksepsi dari terdakwa, yang diwakili oleh Kuasa Hukumnya bernama Sudjanto.
"Sidang dengan nomor perkara 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr, dengan ini kembali dibuka secara umum," kata Ketua Majelis Hakim Hasanuddin ketika membuka persidangan dengan ketukan palu sebagai tanda dimulai.
Baca juga: NEWS VIDEO Kejati Kaltim Bertolak Ke Jakarta, Geledah Aset Iwan Ratman, Mantan Dirut Perusda PT MGRM
Ketua Mejelis Hakim lalu mempersilahkan Kuasa Hukum Iwan Ratman membacakan sanggahan atas dakwaan yang sebelumnya disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Emanuel Ahmad.
Kuasa Hukum Iwan Ratman menyampaikan tiga poin penting dalam eksepsi didalam persidangan.
"Yang pertama, terkait sengketa perdata. Participacing Interest (PI) itu, bukan berasal dari uang negara. PI itu uang kontraktor swasta, yang diberikan kepada Persero. Jadi banyak orang yang salah paham disini," sebut Sudjanto.
Disampaikan dalam dakwaan JPU pada persidangan sebelumnya. Bahwa anggaran yang digunakan PT MGRM untuk proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM itu berasal dari Deviden Pertamina Hulu Mahakam sebesar 10 persen.
Dari jumlah tersebut, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen. Sisanya mengalir ke Pemprov Kalimantan Timur.
Dana hasil migas sebesar Rp 70 miliar yang diterima oleh Pemkab Kukar ini, kemudian dikelola oleh PT MGRM.
Dari Rp 70 miliar, Rp 50 miliar diperuntukkan membangun tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon.
Berdasar ini, Kuasa Hukum terdakwa menyebut, bahwa anggaran yang dikelola oleh PT MGRM, bukanlah uang negara. Melainkan pemasukan deviden dari Persero kepada Pemkab Kukar melalui Pemprov Kaltim.
"Jadi, kalau disebut uang negara, kenapa PI ini tidak dikasih masuk ke Pemkab. Karena PI tidak boleh dikasih masuk ke Pemkab. Itu akan batal dan akan ditarik ke pemilik Perusahaan Kontraktor. Dan uang itu bukan masuk ke PT MGRM, tapi masuknya ke tingkat provinsi. Dari provinsi 10 persen dibagi dua. Untuk 60 sekian persen masuk ke Provinsi. 33 persen masuk ke Pemkab," jelas Sudjanto.
Anggaran yang diterima PT MGRM guna membangun tangki timbun serta terminal BBM, rupanya sebesar Rp 50 miliar dialirkan ke PT Petro TNC Internasional. Yakni tak lain, merupakan perusahaan bentukan terdakwa bersama keponakannya.
Dana sebesar itu dialirkan ke PT Petro TNC Internasional, dalam rangka pelaksanaan perjanjian kerjasama proyek pembangunan.
"Yang kedua. Menurut kami jaksanya (juga) harus cermat. Apakah ini dia sendiri mengaku disitu ditulisnya perdata perjanjian. Kalau perdata perjanjian kenapa masuk ke ranah tindak pidana," bebernya.
Sudjanto menyebut alasan dibalik sanggahannya, dakwaan yang diberikan kepada Iwan Ratman dianggap tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukan kliennya.
"Ketika tindakan itu dilakukan, disitulah akan dia didakwa. Misalnya mengambil uang orang, atau transfer orang. Kenapa ini larinya (didakwakan) kesini," sebutnya.
"Kalau dia mengambilnya (didakwakan) kesini, berarti menurut undang-undang 40 tahun 2007. Karena itu kan Persero. Nah kalau Persero berartikan perdata. Sekira itu saja yang saya sampaikan," imbuh Sudjanto. (*)