Virus Corona di Samarinda
Acungkan Jari Tengah ke Petugas Satgas, Pakar Hukum dari Unmul Samarinda: Bisa Dijerat Pasal 316
Pengamat Hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, angkat bicara terkait adanya acungan jari tengah.
Penulis: Muhammad Riduan | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Pengamat Hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, angkat bicara terkait adanya acungan jari tengah dari pemiliki kafe terhadap petugas saat operasi yustisi Kota Samarinda, Selasa 27 Juli 2021 malam.
Castro, biasa disapa Herdiansyah Hamzah, menuturkan bahwa.
Sebenarnya mereka yang menghina seorang pegawai negeri pada saat melaksanakan tugasnya secara sah.
Tentu dapat dikenakan delik pidana berdasarkan ketentuan Pasal 316 KUHP.
Baca juga: Petugas Imbau soal Prokes ke Kafe Milik Anak Anggota DPRD Samarinda, Mendapat Respon tak Terpuji
Namun dalam kasus ini, harus dibuktikan terlebih dahulu apakah gestur mengacungkan jari tengah itu dikualifikasikan penghinaan terhadap petugas atau tidak.
"Sebab mengacungkan jari tengah itu kan merupakan gestur yang tidak senonoh, yang sudah jadi penanda dalam kehidupan sehari-hari. Isyarat jari tengah itu serupa pesan penghinaan," ungkapnya Rabu (28/7/2021).
Castro melanjutkan, tapi membawa kasus ini ke ranah pidana, agak berlebihan.
Namun bukan juga berarti pelaku tidak merasa bersalah dan menyadari kesalahannya.
Baca juga: Bukan Tanggungjawab Pemkot Semata, Komisi I DPRD Samarinda Ajak Seluruh Warga Lawan Covid-19
Terlebih orang tua pelaku adalah anggota DPRD Samarinda, yang seharusnya memberi teladan.
"Orang pertama yang mesti kita jadikan role model, bagaimana etika itu dijunjung tinggi. Bukan malah sebaliknya," katanya.
Apalagi sampai mengatakan tindakan mengacungkan jari tengah, adalah tindakan yang biasa saja.
Itu sama saja dengan membenarkan gestur penghinaan macam itu.
Baca juga: Komisi I DPRD Samarinda Tanggapi Penyebab Kenaikan Kasus Covid-19
"Bahayanya, itu akan ditiru oleh yang lain. Apa susahnya sih minta maaf, dan menyadari kesalahan? Itu kan jauh lebih terpuji," pungkasnya.
Tanggapan Orangtua Anak
Tim gabungan yang terdiri dari TNI-Polri, Satpol PP, dan BPBD Samarinda, serta Kelurahan dan Kecamatan, melakukan operasi Yustisi Penagakan Protokol Kesehatan Covid-19 pada Selasa 27 Juli 2021 malam.
Saat itu, operasi yustisi gencar memberi imbauan untuk melakukan protokol kesehatan dalam PPKM level 4 atau darurat, sesuai intruksi dari Walikota Samarinda, Andi Harun.
Namun saat berlangsung operasi, petugas Yustisi malah mendapatkan respon tak sepantasnya oleh salah seorang pemilik kafe, di kawasan Voorvo, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
Respon tak sepantasnya itu, yakni petugas diacungkan jari tengah.
Baca juga: Ketua Tim Pansus Covid-19 DPRD Samarinda Sebut Penanganan Covid-19 Mengacu pada Peningkatan Imun
Spontan, aksi tersebut pun tertangkap oleh kamera petugas pada waktu malam itu.
Setelah ditelusuri ternyata pemilik kafe yang acungkan jari tengah tersebut, yakni anak dari Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Abdul Rafik.

Merespon kejadian tersebut, Abdul Rofik menuturkan, seharusnya Satpol PP itu bertindak persuasif, tidak masuk atau datangnya berkerumunan seperti itu.
Karena, katanya PPKM level 4 itu, ada sedikit kelonggaran bagi kafe-kafe pemula.
Apalagi mereka masih mahasiswa, itu sesuai dengan Visi-Misi Walikota yang akan membentuk 10 ribu UMKM.
"Jadi seaharusnya mereka itu dibina," ungkapnya sewaktu diwawancarai TribunKaltim.co melalui sambungan teleponnya, Rabu (28/7/2021).
Baca juga: Komisi IV DPRD Samarinda Dukung Penambahan Sekolah PTM di Samarinda karena Ringankan Beban Orangtua
Kemudian lanjutnya, pada PPKM Level IV terkait jam operasional juga tidak ditentukan, lantaran biasanya pada pukul 21.00 Wita sudah off.
Akan tetapi yang menjadi perhatian adalah jaga jarak, jangan sampai menciptakan kerumunan.
Juga tetap memakai masker, dalam artian menerapkan protokol kesehatan.
"Adapun makan sampai 20 menit itupun toleransi. Jangan terlalu kaku juga, apalagi anak muda," ujarnya.
Baca juga: Cerita Dokter Asal Samarinda, Membandingkan Suasana Sebelum dan Saat Pandemi Covid-19
Pada waktu kejadian tersebut, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut juga sedang berada di rumahnya, yang halamannya adalah kafe yang dikelola oleh anaknya.
Menurutnya kejadian itu, terlalu berlebihan pasalnya dirinya yang tidur dalam keadaan sakit.
Lalu terbangun dan langsung mengecek keluar untuk memastikan apa yang terjadi.
"Jadi pada saat itu kan petugas masuk ke dalam rumah, itu masuk kategori pidana pelanggaran aturan, masuk tanpa izin, apalagi membuat gaduh, saya dalam keadaan tidur," ujarnya.
Hanya Dibesar-besarkan Saja
Lanjutnya, bahwa terkait anaknya yang mengacungkan jari tengah tersebut, dirinya sendiri tidak mengetahui artinya apa.
Hanya saja menurutnya hal tersebut hanya dibesar-bedarkan saja.
"Jadi itu cuma dibesar besarkan saja. Kecuali dalam kamus bahasa Indonesia dikategorikan itu sebuah pelanggaran. Kan biasa saja itu anak-anak," imbuhnya.
Dirinya pun menegaskan, bahwa protokol kesehatan di kafe itu telah dijalankan dan sebenarnya Satpol PP lah yang bergerombol, yang datang dengan beberapa truk.
Sehingga, siapa sebenarnya yang membuat kerumunan itu.
"Seharusnya katanya ada etika persuasif, mereka bukan penjahat, itukan mengikuti pemerintah. Adapun, ada kekeliruan dikasih tahu lah," ucapnya. (*)