Berita Nasional Terkini
Jabar Peringkat 1 Penyumbang Kasus Korupsi, Ketua KPK Ingatkan Anggota DPRD soal Titik Paling Rawan
Ketua KPJK Firli Bahuri mengungkapkan Jawa Barat menjadi provinsi penyumbang kasus korupsi terbanyak di Indonesia.
TRIBUNKALTIM.CO - Jawa Barat menjadi provinsi penyumbang kasus korupsi terbanyak di Indonesia.
Hal ini diungkapkan langsung Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri di hadapan 120 legislator Jawa Barat dalam rapat koordinasi program pemberantasan korupsi terintegrasi, bertempat di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Rabu (8/9/2021).
Firli Bahuri mengungkapkan, berdasakan data korupsi yang ditangani KPK pada 2004-2020, terdapat 26 dari 34 provinsi terjadi kasus korupsi.
Dari data tersebut, Firli Bahuri menyebut provinsi Jawa Barat sebagai penyumbang terbanyak kasus korupsi.
Baca juga: Akun Medsos Diduga Milik Tersangka Korupsi Budhi Sarwono Buat Postingan, KPK tak Tinggal Diam
Baca juga: Spanduk Terima Kasih KPK Muncul di Banjarnegara, Usai Bupati Budhi Sarwono Jadi Tersangka Korupsi
Baca juga: Rita Widyasari Terseret Dugaan Suap Mantan Penyidik KPK, Ini Deretan Kasus Mantan Bupati Kukar
“Dari sepuluh besar kasus korupsi di daerah yang ditangani KPK, Jawa Barat di peringkat satu dengan jumlah 101 kasus,” katanya, seperti dilansir Tribunnews.com dengan judul Ketua KPK Sebut Jawa Barat Peringkat Satu Penyumbang Kasus Korupsi Terbanyak.
Firli mengingatkan kepada seluruh jajaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat agar tidak melakukan korupsi.
Ia juga meminta kepada anggota dewan yang hadir untuk mewaspadai titik rawan korupsi khususnya dalam pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD terkait penganggaran.
“Ada empat tahapan dalam tugas dewan terkait penganggaran. Dari empat tahapan tersebut, semua rawan korupsi. Mulai dari penyusunan, persetujuan dan pengesahan ada kerawanan. Pelaksanaannya juga ada, terakhir pengawasannya ada kerawanan juga,” ujar Firli.
Lebih lanjut, Firli menyampaikan bahwa modus yang paling banyak dilakukan adalah pemerasan, gratifikasi, dan penyuapan.
Baca juga: Ditunjuk KPK Jadi Narasumber, Ganjar Beberkan Proses Menjadikan Jateng Terbaik Dalam Pelaporan LHKPN
Dalam kesempatan tersebut, Firli juga mengingatkan peran dan tanggung jawab DPRD dalam mewujudkan tujuan nasional pada konteks pemberantasan korupsi.
Dia mengajak peserta yang hadir sebagai anak bangsa untuk berkontribusi dalam mewujudkannya, melalui pemerintahan yang baik dan bersih dari korupsi.
“Perlu diingat, dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi APBD, eksekutif dan legislatif merupakan mitra. Bukan saling berkompetisi,” tegasnya.
Namun, lanjut Firli, tugas KPK tidak hanya penindakan.
Sebagaimana amanat undang-undang, Firli menjelaskan satu persatu tugas KPK lainnya terkait pencegahan, koordinasi, monitoring, supervisi dan penindakan serta eksekusi.
Dalam kesempatan itu, Firli juga menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan tugas pencegahan dan koordinasi, komitmen KPK untuk terus mendorong upaya perbaikan di daerah sekaligus mengingatkan kepada seluruh jajaran eksekutif di pemda, legislatif dan badan usaha agar tidak terjerumus dalam perbuatan korupsi.
Baca juga: NEWS VIDEO KPK Tahan 17 Tersangka Kasus Jual Beli Jabatan di Probolinggo
“Saya meyakini kawan-kawan dipilih oleh rakyat. Untuk itu pegang teguh kepercayaan rakyat. Jangan lewatkan masa pengabdian lima tahun karena korupsi,” kata Firli.
Apa yang disampaikan Firli dalam pertemuan tersebut merespon harapan jajaran DPRD Provinsi Jawa Barat, sebagaimana disampaikan Ketua DPRD Taufik Hidayat dalam sambutannya.
Dia berharap KPK melakukan pendampingan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD.
“Mudah-mudahan kedatangan KPK ini sebagai bagian dari upaya menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih. Kami berharap pendampingan dari KPK khususnya dalam fungsi penganggaran agar APBD yang efektif dan efisien yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat kami susun dengan sebaik-baiknya,” kata Taufik.
Ratusan anggota DPR RI Belum Laporkan Harta Kekayaan
Ratusan anggota DPR RI disebut belum melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hampir separuh dari jumlah anggota DPR RI yang hingga pekan pertama September 2021 belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.
Dari 569 kewajiban laporan, anggota DPR RI yang sudah melaporkan diri sebanyak 330, sisanya 239 belum lapor.
Hal itu, diketahui dari hasil penelitian dan evaluasi KPK terhadap upaya-upaya pencegahan korupsi yang salah satu indikatornya adalah ketaatan dan kepatuhan penyampaian LHKPN.
Seperti dilansir dari Kompas.com, Ketua KPK Firli Bahuri menyinggung soal LHKPN.
"Tercatat pada 6 September 2021, anggota DPR RI dari kewajiban laporan 569, sudah melaporkan diri 330 dan belum melaporkan 239 atau tingkat presentasi laporan baru 58 persen," ujar Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam webinar KPK, Selasa (7/6/2021).
Padahal, ketika menuju pemilihan legislatif, 100 persen para calon anggota dewan tersebut patuh melaporkan LHKPN.
Menurut Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, anggota legislatif patuh melaporkan LHKPN saat akan mengikuti pemilihan umum sebagai syarat pencalonan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Untuk legislatif ternyata menurut drastis, legislatif dulu 100 persen DPR dan DPRD, sekarang yang itu jatuh," ujarny adalam konferensi pers capaian Kinerja Bidang Pencegahan dan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) KPK pada semester I 2021, Rabu (18/8/2021).
Diatur Undang-undang Firli pun mengingatkan bahwa dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ada perintah untuk melaporkan harta kekayaan penyelenggara negara.
Setidaknya, ujar dia, ada 1 pasal yang mengatur soal kewajiban itu, yaitu Pasal 5 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa penyelenggara negara wajib memberikan laporan tentang harta kekayaan negara baik sebelum, selama, dan setelah melakukan atau menduduki jabatan.
Firli menyebutkan, kepatuhan dan ketaatan terhadap pembuatan dan pemberian LHKPN memiliki 3 indikator.
Pertama, penyelenggara negara patuh dan taat membuat laporan lHKPN sebelum menduduki jabatan.
Kedua, kepatuhan dan ketaan membuat LHKPN selama jabatan, dan yang terakhir di akhir masa jabatannya penyelenggara negara membuat laporan harta kekayaan.
"Kami sungguh mengajak rekan-rekan penyelenggara negara untuk membuat dan melaporkan harta kekayaannya, kenapa? Karena tujuan mengendalikan diri supaya tidak melakukan praktek-praktek korupsi," ujar Firli.
Selain itu, menurut dia, melaporkan LHKPN juga merupakan bentuk pertanggungjawaban publik terhadap rakyat yang memilih.
"Kita sebagai warga negara, anak bangsa yang memiliki komitmen untuk melakukan pemberantasan dan tidak ramah dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme," tutur Firli.
Tak ada sanksi
Dalam kesempatan itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menilai, minimnya kepatuhan para penyelanggara negara dalam penyampaian LKHPN kepada KPK akibat tidak adanya sanksi.
"Mungkin karena tidak ada konsekuensi yang tidak diberikan kepada anggota atau pejabat negara yang terlambat atau tidak melaporkan LKHPN kecuali hanya dibutuhkan dan merasa diperbutuhkan," ujarnya, Selasa.
Bamsoet pun mendorong kepada seluruh pihak, khususnya para pimpinan lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif untuk menyusun sanksi untuk membangun kesadaran dalam penyampaian LKHPN.
"Menurut saya perlu juga dipikirkan cara-cara bagaimana mendorong kesadaran dengan tindakan atau peringatan atau aturan yang membuat mereka pasti melaporkan harta kekayaan," ucapnya.
DPR misalnya, kata dia, membuat sanksi untuk anggota dewan yang tidak tertib melaporkan LHKPN.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat menyambangi redaksi Tribunnews di Palmerah, Jakarta Pusat, Rabu (24/1/2018). (Fitri Wulandari)
Sanksi disusun melalui pimpinan fraksi dan pimpinan partai politik.
Bamsoet pun meminta KPK untuk membuka komunikasi kepada para pimpinan partai, baik ketua fraksi di parlemen maupun para ketua umum partai politik.
Hal itu, menurut dia, diperlukan untuk membahas soal sanksi jika ada anggota yang tidak patuh melaporkan harta kekayaannya.
"Kalau pimpinan partai atau ketum partai politik memerintahkan tanggat sekian, kalian tidak melaporkan harta kekayaan sesuai ketentuan, akan diberikan sanksi, hukuman terberatnya adalah PAW (pergantian antar waktu)," ujarnya.
"Cara-cara seperti itu barang kali lebih efektif. Artinya Pak Pahala (Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK) cukup berkoordinasi dengan 9 orang yang ada di republik ini, 9 ketum partai politik, selesai urusan di parlemen," ucap dia.
Alasan pandemi
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, alasan banyaknya anggota DPR belum menyampaikan LHKPN karena terhambat oleh kebijakan work form home (WFH).
Sebab, menurutnya, para anggota dewan biasanya dibantu oleh staf dan tenaga ahlinya untuk melaporkan LHKPN, tetapi hal itu terhambat karena para staf dan tenaga ahli (TA) menerapkan WFH.
"Itu LHKPN kan harus dimasukkan pada saat-saat pandemi, nah mereka kan biasanya dibantu oleh TA, oleh staf, nah ini kan kita WFH semua sehingga staf yang membantu itu rata-rata juga pada WFH," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/9/2021), dikutip dari keterangan video.
Politikus Partai Gerindra itu menegaskan, banyaknya anggota DPR yang tidak melaporkan LHKPN itu murni karena masalah teknis di atas.
"Masalah teknis, karena kalau yang tahun sebelumnya kan bagus itu," ujar Dasco.
Dasco mengatakan, pimpinan DPR akan meminta para ketua fraksi untuk mengimbau anggota-anggotanya agar segera melaporkan LHKPN.
"Kita akan minta kepada ketua-ketua fraksi untuk menyampaikan kepada para anggotanya untuk segera memasukkan LHKPN," kata dia.
Baca juga: NEWS VIDEO Sebelum Ditangkap KPK, Suami Bupati Probolinggo Rutin Memberi Beras kepada Tukang Becak
Baca juga: KABAR Harun Masiku Tersangka Korupsi Belum Berhasil Ditangkap KPK, Interpol Terbitkan Red Notice
Baca juga: Pimpinan KPK Buka-bukaan ke Karni Ilyas Bongkar Alasan Rekrut Eks Koruptor jadi Penyuluh Antikorupsi