Berita Balikpapan Terkini
Solar Subsidi di Balikpapan Diduga Dijual Lagi hingga Mengalir ke Tambang Ilegal
Solar subsidi diketahui mengalami kelangkaan, terutama di daerah Jawa.
Penulis: Mohammad Zein Rahmatullah | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Solar subsidi diketahui mengalami kelangkaan, terutama di daerah Jawa.
Sebagian besar SPBU mulai menerapkan batas maksimal untuk pembelian khususnya solar bersubsidi.
Sementara di Provinsi Kalimantan Timur sendiri, Pertamina belum mengeluarkan pernyataan soal kelangkaan tersebut.
Adapun semata menyampaikan bahwa ada kelebihan kuota yang disalurkan.
Baca juga: Kabar Solar Susah Dicari, Pertamina Pastikan Kebutuhan BBM Seiring Turunnya Level PPKM
Baca juga: NEWS VIDEO Viral Mobil Tangki Siluman Beli Solar Hingga Rp 2 Juta Setiap Kali Pengisian
Baca juga: Kelangkaan Solar, Asosiasi Angkutan Logistik Minta Solusi Walikota Samarinda
Diberitakan TribunKaltim.co, sebelumnya, pada periode Bulan Januari hingga September 2021 silam, Pertamina menggelontorkan solar subsidi atau Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) sebesar 158.342 kiloliter dari batas kuota 157.489 kiloliter.
"Sehingga terjadi penyaluran melebihi kuota yang ditetapkan mencapai 1-2 persen," ujar Unit Manager Communication dan CSR Pertamina Marketing Operation Regional (MOR) Kalimantan, Susanto August Satria.
Kelebihan penyaluran tersebut ditengarai permintaan solar yang cukup tinggi. Padahal seperti diketahui, sejumlah SPBU di Balikpapan pun telah membatasi batas pembeliannya.
Adapun berdasarkan Peraturan Presiden No. 191 tahun 2014, penggunaan solar bersubsidi pun turut dibatasi.
Baca juga: Kendaraan Pengetap Solar Terindikasi Ikut Antri di SPBU, Polisi Berjanji Lakukan Lidik
Sehingga untuk penggunaan skala besar, diarahkan untuk menggunakan solar non subsidi, seperti Dex Lite atau Pertamina Dex.
Namun berdasarkan penelusuran Tribun Kaltim di lapangan, pemanfaatannya tak sesuai dengan regulasi alias cenderung bergeser.
Mulai dari penyelundupan hingga penggunaan yang tak sesuai peruntukkannya.
Misalnya, digunakan untuk diperjualbelikan kembali secara ilegal maupun aktivitas tambang liar di sejumlah titik di Kalimantan Timur.
Baca juga: Dugaan Korupsi Pengadaan Solar Cell Rp 90,7 M di DPMPTSP Kutim, Kejaksaan Negeri Periksa 35 Saksi
Hal tersebut diketahui saat awak Tribun Kaltim berbincang dengan salah satu pengemudi truk yang sering ikut antrian di salah satu SPBU di kawasan Balikpapan Utara.
Sebut saja, Iwan (43), bukan nama sebenarnya. Pada Tribun Kaltim, ia mengakui truk yang dikendarainya semata untuk membeli solar bersubsidi kemudian diperjualbelikan kembali.
Pria pengendara truk roda 6 tersebut mengklaim, dari solar subsidi yang dibeli seharga Rp 5.150, kemudian dijual kembali seharga Rp 8.000 di kawasan Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara.
Perbuatan itu, ia tak seorang diri. Banyak yang kemudian menerapkan modus serupa untuk mendulang keuntungan.
"Kalau yang beli, biasanya supir truk yang bawa-bawa muatan. Apalagi kalau rame yang mau diantar. Mereka kan dipekerjakan saja, bukan punya pribadi. Dikejar waktu lah mereka, nggak sempat mau antri-antei," jelas Iwan.
Demikian, kata Iwan, sering menjadi faktor yang paling sering ia temui saat melayani pembeli solar. Dimana ia sendiri pun merasa paham betul, bagaimana harus mengantre demi bisa membawa pulang ratusan liter solar subsidi.
Bicara soal mengantri, sejumlah SPBU di Balikpapan yang menyediakan solar bersubsidi sering terpantau dipadati barisan truk dan kendaraan diesel. Panjangnya bahkan hingga ratusan meter.
Pantauan Tribun Kaltim malam tadi, sekitar pukul 22.15 Wita, Selasa (19/10/2021), antrian truk dimulai dari radius sekitar 230 meter sebelum SPBU di Jalan Mayjend Sutoyo, Gunung Sari Ilir, Balikpapan, dari lajur yang mengarah ke utara.
Kemudian antrian terpisah pada jarak sekitar 5 meter. Dan berlanjut pada radius 180 meter yang kemudian antrian terputus kembali setelah radius 80 meter sebelum SPBU.
Sebaliknya, lajur yang mengarah ke selatan, antrian truk dimulai pada radius 160 meter dari SPBU tersebut. Adapun antriannya, cenderung terputus dengan rata-rata 8 meter jaraknya.
Pada kesempatan itu, Tribun Kaltim mencoba berinteraksi dengan salah seorang pedagang makanan yang kerap berjualan di malam hari. Dodok (39), namanya.
Ia mengatakan, antrian tersebut sudah menjadi kebiasaan yang sudah berlangsung sejak lama. Bahkan saat ia memulai berjualan pada tahun 2013 lalu, fenomena antrian truk tersebut sudah ia jumpai.
Terkait persoalan antrian truk, ia memiliki dua sisi. Baginya, keberadaan truk berdampak positif dan negatif secara bersamaan.
"Misal kalau pas lagi rame truk-truk itu, kita kadang untung. Karena mereka banyak juga yang makan disini. Cuma gitu, karena banyak truk, orang mau parkir jadi bingung kemana," jelas Dodok. Pengamatan Dodok, antrian tersebut seperti tak kenal waktu. Baik siang atau malam, katanya, seolah tak ada ujungnya.
"Orang pagi-pagi saya mau belanja itu masih ada kok. Mana supir itu kadang nggak mau tau, kita nggak dikasih jalan buat lewat," sebut Dodok kesal.
Antrian yang mengular tersebut juga dapat ditemui di SPBU yang berlokasi di kawasan Karang Joang, Balikpapan Utara. Seperti pantauan Tribun Kaltim malam tadi, sekitar pukul 23.15 Wita, setidaknya panjang antrian mencapai 200 meter. Seluruh panjangnya sekitar 350 meter yang terpisah oleh SPBU-nya itu sendiri.
Salah satu supir truk, Deni (43), mengatakan sudah menunggu hampir 24 jam. Demikian lantaran ia pada malam sebelumnya, datang cukup telat, sehingga tidak kebagian solar bersubsidi.
"Padahal saya datang kemarin itu jam 5 subuh. Masih nggak kebagian," ujar Deni. Ia bahkan membeberkan trik untuk mendapatkan solar subsidi. Kuncinya, tegas Deni, "Rela menginap!"
"Disini kan enaknya beli itu nggak dibatasi kalau liter-literannya. Cuma infonya kalau beli, sehari bolehnya sekali aja. Tapi saya sih nggak pernah nekat bawa kendaraan lain buat beli solar lagi, capek antrinya," cuap Deni terkekeh.
Lebih lanjut, Deni mengungkapkan bahwa sering habisnya suplai solar subsidi tersebut lantaran dugaan upaya penimbunan oleh sejumlah oknum. Kata dia, dari 8 ton solar jatah SPBU, dijual kembali hanya 5 ton.
Meski begitu, ia mengaku demikian hanya menjadi perbincangan di kalangan supir semata. Soal kebenarannya, Deni sendiri pun enggan membenarkan.
Namun tidak pada aliran solar subsidi yang mengalir pada aktivitas tambang ilegal. Deni membenarkan. Demikian ia alami saat tengah mengantri solar subsidi sebelum melakukan pengangkutan batu bara pada salah satu wilayah di Tenggarong, Kukar.
Beragam nasib solar subsidi yang nyaris tak termanfaatkan sesuai peruntukannya, pihak Pertamina sendiri masih hendak menyusuri.
"Kami masih mendalami supaya bisa jadi dasar untuk segera kami tindak langsung," ujar Susanto, saat dikonfirmasi Tribun Kaltim.
Namun begitu, pihaknya akan memberi sanksi jika ditemukan cukup bukti terhadap penyalahgunaan solar subsidi. Termasuk SPBU yang menyalurkan solar subsidi tak sesuai peruntukannya.
Susanto mengatakan, dalam aturan jelas tidak boleh. Menurutnya, untuk skala tambang legal pun dilarang mengkonsumsi solar JBT.
“Apalagi yang ilegal, tambah-tambah tidak boleh. Sektor pertambangan harus menggunakan solar industri sebagaimana aturannya," imbuhnya.
Karenanya, ia pun satu sisi menyerahkan pula terhadap penegak hukum lainnya jika memiliki temuan atas penyalahgunaan solar subsidi.
Pada intinya, lanjut Susanto, Pertamina mendukung penuh aparat berwajib untuk menindak apabila terbukti adanya penyelewengan.
"Pertamina akan memberikan sanksi tegas kepada SPBU bila terbukti tidak beroperasi sebagaimana mestinya. Masyarakat yang ingin memberikan laporan terkait penyelewengan yang dilakukan oleh pihak SPBU dapat menghubungi call center pertamina di 135," tukas Susanto.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yusuf Sutejo mengatakan, ia belum menerima data terkait adanya penyelundupan solar subsidi, baik untuk dijualkembali maupun digunakan untuk tambang ilegal.
"Kita harus lakukan penyelidikan ke Pertamina. Solar itu peruntukannya kepada siapa, nanti akan kita tindaklanjuti juga melalui proses penyelidikan," tegasnya.
Dirinya menegaskan, terkait peruntukkan ke tambang ilegal, pelaku yang diamankan nantinya kemudian akan dijerat dengan UU Minerba.
"Tapi kita tetap mencoba mencari berupaya kita temukan kalo memang ada," tukas Yusuf. (*)