Berita Nunukan Terkini

Kisah Guru Honorer di Nunukan Tidak Lulus PPPK, Tetap Pilih Mengajar meski Berjalan Kaki

Masih ingat dengan cerita Beth Lun, peserta tertua pada seleksi PPPK Fungsional Guru tahun 2021 di Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara

Editor: Budi Susilo
HO/DAUD
Situasi siswa di perbatasan RI-Malaysia saat belajar di ruangan kelas, belum lama ini di Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. 

TRIBUNKALTIM.COM, NUNUKAN - Masih ingat dengan cerita Beth Lun, peserta tertua pada seleksi PPPK Fungsional Guru tahun 2021 di Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.

Dia dinyatakan tidak lulus passing grade dengan nilai 278.

Meski begitu Beth Lun Lembudud (53) masih tetap mau mengajar sebagai guru kelas di SDN 013 Krayan Barat, Kabupaten Nunukan.

Dirinya 18 tahun menjadi guru honorer di perbatasan RI-Malaysia merupakan bentuk pengabdian yang seharusnya mendapat apresiasi dari pemerintah.

Baca juga: Kisah Guru Honorer di Wilayah Perbatasan RI-Malaysia yang Lulus PPPK, Sempat 5 Kali Gagal Tes CPNS

Baca juga: Kisah Guru Honorer di Nunukan Lulus Tes PPPK, Sempat Batal Ujian karena Hasil Swab Antigen Reaktif

Baca juga: NEWS VIDEO Sukses Jual Udara Las Vegas, Laku Rp 210 Juta, Uangnya Akan Diberikan ke Guru Honorer

Beth Lun menyampaikan tahun ini merupakan kali ketiga dirinya mengikuti ujian seleksi masuk ASN (Aparatur Sipil Negara).

Dengan harapan tahun ini bisa lolos PPPK namun keberuntungan belum memihak padanya.

Tak mudah menjadi guru di daerah perbatasan, lantaran sebuah serba terbatas baik jaringan internet, infrastruktur, termasuk sumber daya manusia.

Namun itu semua tidak membuat semangat mengajar Beth Lun luntur. Bahkan, Beth Lun nyaris tak bisa mengikuti seleksi PPPK tahun ini hanya karena terkendala jaringan internet saat mendaftar.

Baca juga: Guru Honorer Negeri tak Ikut Tandatangan Surat Peryataan, Masih Bisa Ikut PPPK Guru di Tarakan

Tak hanya itu, faktor terbatasnya fasilitas komputer di sekolahnya membuat Beth Lun tidak terbiasa menggunakan komputer.

Hingga pada saat tes PPPK, ia terpaksa meminta bantuan kepada panitia seleksi.

Beth Lun sempat merasa kecewa saat mengetahui dirinya tak lulus PPPK. Hingga dia mengobati rasa kecewanya itu dengan tidak mengajar selama dua hari.

"Memang sempat kecewa waktu pulang dari tes. Saya sempat tidak turun mengajar dua hari. Tapi karena memikirkan anak-anak sekolah, jadi setelah itu saya turun. Kasian juga anak-anak, karena guru di sini terbatas," kata Beth Lun kepada TribunKaltara.com, Rabu (24/11/2021) sore.

Baca juga: Guru Honorer di Perbatasan Nunukan Ingin Tes Seleksi PPPK Diberi Dispensasi

Lebih lanjut Beth Lun sampaikan guru yang berstatus PNS di tempatnya hanya 3 orang termasuk kepala sekolah. Sementara yang honorer ada 5 orang.

"Siswa di sini hanya 20-an lebih. Sudah seminggu ini belajar tatap mulai mulai normal kembali. Saya mengajar hanya empat siswa saja," katanya.

"Tadi siswa yang hadir hanya dua orang. Kalau di sini hujan, banyak guru yang tidak masuk ngajar, karena banjir," ucapnya.

Ibu empat anak itu mengaku, selama satu tahun ini, ia baru mendapat gaji dua kali, sebesar Rp200 ribu.

Baca juga: Guru Honorer Masih Miliki Kesempatan Ikut Tes CPNS Kaltim 2021, Berikut Tahapan yang Harus Dilalui

"Gaji kami kan dari dana BOS yang mana tergantung jumlah siswa. Siswa di sini kurang. Baru tiga bulan lalu saya terima gaji yang kedua," ujarnya.

Dengan gaji sebesar itu, kata Beth Lun tidak bisa mencukupi kebetulan hidup di perbatasan yang notabene semua serba mahal.

Jalan Kaki ke Sekolah

Selain itu, Beth Lun menuturkan dirinya setiap hari berjalan kaki ke sekolah.

"Saya pulang pergi ke sekolah jalan kaki hampir setengah jam. Sekolah masuk pukul 07.30 Wita, pulang pukul 11.00 Wita," tuturnya.

Untuk menambah pendapatan keluarga, sepulang mengajar Beth Lun membantu suami di sawah.

Tak hanya itu, Beth Lun juga menjual sayur keliling kampung demi anaknya yang masih sekolah.

Baca juga: NEWS VIDEO Fakta Viral Guru Honorer Ikut Ujian PPPK dalam Kondisi Stroke hingga Digendong ke Ruangan

"Suami saya petani sawah dan petani kebun juga. Beberapa hari lalu sudah nanam padi. Kalau sudah tidak nanam, ya bekebun sayur. Sebagian untuk makan, sebagian di jual. Anak saya yang bungsu SD, satunya lagi kuliah," katanya. 

"Anak pertama dan kedua sudah selesai kuliah dan bekerja," ungkapnya lagi. (*)

Sumber: Tribun kaltara
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved