Mata Najwa
Di Mata Najwa, Aditya Soetanto Ungkap Tidak Enaknya Jadi Anak Kapolri Hoegeng, Polisi Jujur
Hoegeng Iman Santoso hingga sekarang sosoknya masih dijadikan teladan sebagai pejabat dan penegak hukum yang jujur, sederhana dan anti korupsi.
TRIBUNKALTIM.CO - Hoegeng Iman Santoso hingga sekarang sosoknya masih dijadikan teladan sebagai pejabat dan penegak hukum yang jujur, sederhana dan anti korupsi.
Berbagai jabatan penting pernah diembannya mulai dari Kepala Jawatan Imigrasi , Menteri Iuran Negara, Sekretaris Kabinet hingga menjadi orang nomor satu di Institusi Bhayangkara.
Dari semua jabatan itu, harusnya berdampak besar bagi keluarga besar agar bisa menikmati semua fasilitas dan lain-lainnya dari negara.
Namun, cerita tersebut tidak berlaku bagi Hoegeng dan keluarga di dalam keseharian.
Baca juga: Mata Najwa Terbaru Malam Ini Live Trans 7: Bahas Hoegeng yang Pernah jadi Guyonan Gus Dur
Baca juga: Iwan Bule Bocorkan Tayangan Mata Najwa Buat Wasit Liga 1 Kena Sanksi Sosial, Ada Indikasi Settingan?
Baca juga: Reaksi Kemenkumham DIY, Eks Napi Lapas Yogyakarta Blak-blakan di Mata Najwa, Ngaku Disiksa
Diakui Aditya Soetanto saat menjadi bintang tamu di Acara Mata Najwa bahwa teman dan sahabatnya sempat mengatakan kalau berteman dengan tidak menyenangkan.
"Sahabat-sahabat saya pernah menyampaikan sama saya 'Dit nggak ada enak-enaknya main ama lu' katanya.
Ya saya bilang nggak apa-apa kalau misalnya nggak enak, ya nggak apa-apa.
Tapi begitulah kita," kata Aditya Soetanto dikutip dari kanal Youtube Najwa Shihab, Kamis (25/11/2021).
"Jadi tadi mbak nanya enaknya apa jadi anak (bapak)?
Nggak ada enaknya mbak," lanjut Aditya Soetanto.
Anak kedua Hoegeng itu juga mengaku tidak merasakan enaknya menjadi anak pejabat lantaran tidak diperbolehkan menggunakan fasilatas apapun dari kantor.
Bahkan untuk meminta bantuan kepada ajudan Hoegeng pun itu tidak diperbolehkan.
"Kalau misal minta tolong (ajudan), marah dia.
Karena itu bukan wewenang kita.
Sama sekali nggak boleh," beber Aditya Soetanto.
Baca juga: TERBONGKAR di Mata Najwa, Eks Napi Lapas Yogyakarta Ngaku Disiksa Sampai Dipaksa Minum Urine Sendiri
Jangankan diberikan fasilitas mewah layaknya anak pejabat pada umumnya, menurut Aditya Soesanto sepeda saja tidak berikan apalagi motor.
Ia tidak menampik, walaupun mempunyai keinginan untuk memilki barang-barang tersebut, tapi diakui Aditya Soetanto tidak ingin melukai tugas ayahnya yang begitu berat atas egonya sendiri.
Saking tegasnya, Hoegeng kemudian memberikan batasan-batasan dari yang kecil sampai besar di keluarganya.
Seperti diungakapkan Aditya Soetanto jika merayakan ulang tahun pun tidak dibenarkan oleh Hoegeng.
Kembali Aditya Soetanto mengenang saat sedang berulang tahun di umur yang ke-7 tahun, tetangganya memberikan sebuah hadiah yaitu kapal mainan.
Baca juga: Mata Najwa Terbaru Malam Ini, Pro Kontra Kebijakan Nadiem Makarim soal PPKS Turut Dibahas
Karena saking takutnya ketahuan, Ia pun harus bermain di bawah tempat tidur untuk menghindari kemarahan ayahnya.
"Waktu saya ulang tahun, saya dikasi kapal-kapalan mbak. Ulang tahun ke-6 atau ke-7, ya dapat mainan kecil.
Saking takutnya, saya mainin kapal-kapal itu, mainan di bawah kolom tempat tidur mbak, sampai saya puas, saya simnpan lagi dipojokan baru saya keluar.
Kalau bapak tahu bisa dimarahin," tutur Aditya Soetanto.
Bukan tanpa sebab, menurut Aditya Soetanto, larangan itu diberlakukan Hoegeng untuk menghindari orang lain untuk mencontohnya.
Simak video selengkapnya:
Guyonan Gus Dur
Tema Mata Najwa terbaru malam ini akan membahas Hoegeng yang pernah menjadi guyonan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Guyonan Gus Dur yang populer itu berbunyi, "Hanya ada 3 polisi jujur di negara ini, di antaranya: polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng".
Hoegeng atau bernama lengkap Hoegeng Iman Santoso adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) ke-5.
Hoegeng menjadi orang nomor satu di kepolisian masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru.
Sejak dulu, nama besarnya di kepolisian memang dikenal sebagai polisi yang jujur, anti-korupsi.
Diketahui, Hoegeng tidak pernah mau menerima suap dari siapapun, juga dalam bentuk apa pun.
Bahkan menurut kesaksian politikus PDI Perjuangan Panda Nababan, Hoegeng pernah marah kepada pengusaha yang memberi 'uang pelicin' atas kasusnya.
"Katik Saroso menasihati saya untuk tidak mewawancarai Hoegeng dulu, karena ia sedang marah besar.
Baca juga: TERBONGKAR di Mata Najwa, Eks Napi Lapas Yogyakarta Ngaku Disiksa Sampai Dipaksa Minum Urine Sendiri
Beberapa lama kemudian, Hoegeng bercerita kepada saya, pengusaha itu ingin menyerahkan sejumlah uang untuk kasusnya," kata Panda Nababan dikutip dari Instagram Mata Najwa, Rabu (24/11/2021).
Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo juga memuji sosok almarhum Hoegeng Iman Santoso.
Ia menyebut Jenderal Hoegeng sebagai pribadi yang penuh integritas, sedehana, dan patut menjadi teladan.
"Nilai-nilai yang ditunjukkan Jenderal Hoegeng merupakan hal yang menginspirasi tak hanya bagi kami anggota Polri, tetapi juga masyarakat pada umumnya," ucap Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Tidak heran jika Hoegeng dijuluki sebagai ikon polisi bebas korupsi yang melegenda sampai sekarang.
Lahir di Pekalongan, 14 Oktober 1921, ternyata ayah Hoegeng adalah Kepala Kejaksaan yang tak pernah punya tanah dan rumah pribadi.
Sebelum menjadi Kapolri, Hoegeng adalah menteri di era Soekarno.
Ia menjabat Menteri Iuran Negara (1865) dan Menteri Sekretaris Kabinet Inti (1966).
Di awal Orde Baru, Hoegeng ditunjuk jadi Kapolri periode 1968-1971.
Namun, dua tahun sebelum masa jabatanya berakhir, Hoegeng "digusur" Soeharto.
Banyak yang mengaitkan pencopotan ini dengan terbongkarnya kasus Robby Tjahjadi, dan kegigihannya menguak kasusu pemerkosaan Sum Kuning.
Setelah pencopotan tersebut, Hoegeng ditawari tugas baru, "didubeskan" ke Belgia.
Namun ia menolak dan lebih memilih bikin grup musik The Hawaiian Seniors.
Perlawanan Hoegeng terhadap Orde Baru tak berhenti di situ.
Pada Mei 1980, Hoegeng bersama 49 tokoh nasional lainnya menandatangani Petisi 50, yakni surat protes menggugat Presiden Soeharto yang dianggap anti-kritik, dan telah menyalahgunakan Pancasila. (*)